Prolog

10 1 0
                                        

Namanya Ataka Yelim.

Ya, tidak terdengar seperti nama kebanyakan anak perempuan Indonesia yang kebanyakannya bernama; Siti, Nur, Putri, Nadia, Nadin, Markonah, Munaro dan lain-lainnya. Dia ini mempunyai keturunan Tiongkok, walaupun itu mungkin dari buyut dan buyut- buyutnya lagi.

Tebak umurnya berapa? Seperempat abad lebih satu. Atau lebih gampangnya kita sebut saja 26 tahun. Tebak lagi, di umur seperti ini, apa yang dibebankan kepada anak perempuan? Bahkan jika dia anak perempuan bungsu?

Menikah, dan mencari pekerjaan– tentu saja. Sayangnya Ataka mempunyai beberapa masalah. Jadi, biar dia uraikan. Yang pertama, soal menikah, Ataka itu anti dengan yang namanya lelaki.

Kedua soal pekerjaan, Ataka sudah berusaha melamar kemana-mana. Tapi dengan kemampuannya yang hanya bisa makan-minum, dan tiduran, dia juga hanya bisa merepotkan orang lain dengan sikap cerobohnya. Jadi tentu dia selalu lari sebelum mendapat pekerjaan, kalaupun sudah dapat, pasti tidak bisa bertahan lama.

"Kamu kok udah pulang cepat?" tanya Ayasi– Mamanya saat itu dengan sutel di tangan.

"Dipecat, Ma."

Bisa-bisa Ayasi serangan jantung mendadak mendengar kalimat yang sudah sekian kalinya dikeluarkan oleh anak perempuan bungsunya itu.

Baik, ketiga, Ataka itu pemalu, pemalas, dan malas berinteraksi. Ada yang mau berteman dengannya saja sudah syukur. Sampai saat ini Ataka cuman mempunyai satu sahabat.

Namanya Taro. Anjing Golden Retriever berwarna coklat keemasan sesuai namanya. Namun sayangnya dinamakan Taro yang identik dengan warna ubi ungu.

Tapi tidak apa, namanya juga milik Ataka. Sudah dipastikan aneh dan unik.

Sambil menenteng Taro yang sudah cukup besar, Ataka berjalan menyambar remot TV dan membanting tubuhnya ke atas sofa.

"Tidur aja terus kamu kerjaannya," cecar Ayasi dengan muka penuh masker berwarna abu-abu yang tentunya tidak dihiraukan Ataka yang sudah terbiasa menulikan indra pendengarnya begitu diomeli.

"Besok kamu ke restoran sushi yang kemarin, ya, Ata."

Rupanya hal itu belum mempan, Ataka tetap mengelus bulu lebat milik Taro yang rajin dia sisir ( satu-satunya bakatnya yang berguna yaitu mengurus Taro ), anak itu memasang wajah tembok.

"Mama mau jodohin kamu sama anaknya tante Komang, ganteng tau, dia juga baik, sekarang kerja di–"

Ucapan itu berhenti saat Ataka melompat dari sofa, mengagetkan Taro yang ikut melompat turun dan menggonggong nyaring. Mata Ataka yang kecil dan sipit berusaha melotot.

"Aku gak mau!"

"Kamu harus mau, Ataka. Kakakmu udah program anak kedua sekarang, udah mau diangkat jadi manager. Kamu kapan?"

Mata Ataka mengerjap. Tak ada satupun kata yang ia keluarkan. Yang ia lakukan adalah berjalan menuju kamar dengan langkah besar-besar dan tak menoleh sedikitpun walau dipanggil oleh Ayasi.

Membanting tubuhnya di atas ranjang dengan posisi tengkurap, Ataka menghirup nafasnya panjang-panjang dan mencengkram erat selimut hijau pastelnya.

Satu hal lagi yang tak Ataka suka. Dia tak suka diatur. Dia tak suka dituntut ini dan itu, apalagi dengan membandingkannya dengan orang lain.

bersambung....

Hello, ketemu lagi deh kita. Rasanya udah lama banget enggak nulis cerita, apalagi cerita yang lama juga masih nunggak. Tau gak kalimat, "People write cause no one listens?" i think it's hit me down. Satu-satunya pelarian ya pastinya nulis. Mau ambil tema baru, kepikiran juga terus terinspirasi dari lingkungan sekitar dan beberapa bacaan.

So i wrote you this story, please enjoy! 🤍

Rabu, 13-03-2024.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Mar 13, 2024 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Little Bit BetterWhere stories live. Discover now