Prolog

29 0 0
                                        

19 Februari 2015.
Universe : Home


"Pulang telat lagi?"

"Lebih buruk, aku ga bisa pulang malam ini," kutambahkan desahan lelah setelah mengatakan hal itu. Selama beberapa detik, aku hanya mendengar keheningan dari seberang telepon.

"Apa ga bisa ditunda? Hari ini kan Imlek, kita harus pulang ke rumah orangtuamu untuk makan malam keluarga besar."

"Yang," panggilku setulusnya. "Aku ga bisa. Sungguh aku ga bisa. Bosku gak kasih pulang, karena besok hari libur dan hari ini banyak yang kabur."

"Tapi ..."

"Ayolah Yang, aku janji, besok pulang cepet." Aku masuk ke dalam mini market terdekat dan tanpa pikir panjang segera mengambil sekotak kondom di rak dekat kasir.

"Tapi besok kan libur."

Ups, aku lupa kalau besok libur. "Ya, memang, tapi bos bilang aku harus masuk. Masih banyak pekerjaan dan selisih yang harus dikelarin."

"Ya udah ..."

"Jangan ya udah-ya udah. Kamu gimana? Mau kupesenin taksi untuk ke tempat mama?" kukeluarkan beberapa lembar uang kertas dari dompet, membayar apa yang kubeli barusan.

"Ga papa, aku bisa ikut si Lala."

Akhirnya ... yes! Robert, ini hari yang baik! "Nah gitu dong. Dah, aku lanjut lembur dulu ya. Salam buat mama dan yang lain."

"Dah."

"Ciumnya mana?" rajukku padanya dan istriku memberikan suara kecupan di gagang telepon genggamnya. Setelah menyebutnya sayang sekali lagi dan mengakhiri pembicaraan, sesuatu menubrukku begitu keras. Aku bisa merasakan jantungku tergencet sesaat sebelum jatuh berguling ke atas trotoar.

Begitu sadar, kulihat seseorang berlari sampai ke ujung jalan dan menghilang untuk berbelok di sebuah gang.

"Hei! Hati-hati kalau jalan!" aku memakinya dengan kasar sambil mencoba berdiri. Kemudian kusadari sesuatu, kuraba jaketku, celanaku dan begitu lega ketika menemukan smartphoneku tergeletak di atas jalan, dan dompetku masih ada di kantung celana belakang. Hampir saja aku mengira orang tadi adalah copet.

Baru saja membersihkan handphone dan berpaling pergi ke tempat kos di seberang jalan, dua orang lain berlari tak kalah kencang. Kali ini aku sempat menghindari mereka dengan merapat pada dinding di tepi jalan. Mungkin polisi sedang mengejar bandar narkoba, belakangan ini sering terjadi razia di sekitar sini.

Kulihat Ariana di tepi jalan, tersenyum menyambut kedatanganku. Begitu sampai, langsung kucium bibirnya penuh kerinduan. Aku rindu padanya, cinta SMA ku yang sempat terlepas dari genggaman.

Hilang dalam ParallelWhere stories live. Discover now