#1 Love Yourself

Mulai dari awal
                                    

"Udah lama ya kita nggak ketemu. Sejak lulus SMP dan lo pindah rumah. Nggak nyangka sekarang kita ketemu di sini."

"Nggak usah kelamaan basa-basi." Aku menjawab dengan nada berlawanan dengan nada penuh pertemaman yang digunakan Reno. "Gue sibuk."

"Boleh minta kontak lo? Siapa tau gue kangen lagi atau siapa tau SMP kita mau reunian."

"Nggak boleh." Aku berkata tegas. "Kontak gue cuman buat orang-orang yang gue kenal dong."

Reno mengangguk mengerti. "Lo berubah banget ya sekarang."

"Berubah jadi yang lebih baik kan?"

Reno tidak menjawabnya. Ia hanya sibuk memandangiku. "Lo pake softlanse ya? Kacamata lo kemana?"

"Cuman orang kurang kerjaan yang pake kacamata sama softlanse di waktu yang sama."

Reno tertawa. Lalu mencomot kentang goreng dan memakannya. Aku membuang muka. Tidak ingin tergoda dengan benda kuning panjang yang satu itu.

"Nggak dimakan?"

"Nggak laper."

"Masa sih?" Dia lalu mencomot satu kentang goreng lagi. "Ntar makanannya nangis lho kalo nggak dimakan."

"Gue nggak minta."

"Lagi diet ya?"

"Bukan urusan lo." Aku berkata setengah berteriak lalu menyadari suaraku yang terlalu kencang, aku langsung merendahkan nada bicaraku. "Denger ya Reno. Bagusnya lo itu nggak usah peduli atau sok tau apa pun lagi tentang gue. Karena emang lebih bagus kalo kita nggak pernah ketemu lagi. Gue udah nyaman sama hidup gue yang sekarang, jadi jangan ganggu gue lagi, oke?"

Tanpa menunggu tanggapannya aku langsung bangkit dan berbalik. Bersiap pergi keluar restoran. Tapi seperti teringat sesuatu, aku berbalik lagi. "Ah iya, satu lagi, jangan pernah panggil gue Dela lagi. Karena gue bukan Dela. Gue bukan Dela yang dulu."

You don't have to try so hard.
You don't have to give it all away.
You just have to get up, get up, get up, get up.
You don't have to change a single thing.
You don't have to try, try, try, try.

Yang tak kusangka, Reno malah bangkit dan mengejarku. "Maksud lo apa?" Aku tidak berbalik dan tetap berjalan. Menatap lurus ke depan. Seolah tidak ada mahluk yang saat ini sibuk mengejarku. "Dela, tunggu!"

"Apa?" Aku berbalik dan mencoba mengabaikan tatapan Reno yang begitu serius. "Udah gue bilang kan jangan pernah panggil gue Del-"

"Emangnya hidup lo yang mana yang nggak nyaman?" Aku mengerutkan kening mendengar pertanyaan Reno. "Lo bilang hidup lo yang sekarang udah nyaman? Emang kenapa sama hidup lo yang dulu?"

Jarang sekali Reno berbicara dengan nada seserius tadi. Bahkan hampir tidak pernah. Tiba-tiba saja aku merasa tersentuh. Tapi sampai kapan pun aku tidak akan pernah mengakuinya.

"Ya lo liat aja gue sekarang," kataku cepat. "Gue cantik. Gue langsing. Gue gaul. Gua bahagia. Dan yang paling penting, gue punya banyak temen yang selalu bangga-banggain gue. Dan kedatengan lo cuman ngerusak suasana doang, tau?"

"Bukannya lo dulu juga punya banyak banget temen?" Reno bertanya tidak mengerti. "Gue, misalnya."

Aku tertawa kecil. "Kayak gue nggak tau aja gimana lo semua. Di depan gue okelah kalian bercanda bareng gue. Tapi di depan orang lain? Jangankan nyapa gue, ngelirik aja enggak. Kenapa? Karena kalian malu punya temen kayak gue.

"Lo pikir gue tahan terus-terusan kayak gitu?" Reno menatapku kasihan. "Orang kayak gitu pantes disebut temen?"

"Gue nggak kayak gitu. Gue nggak pernah kayak gitu ke elo. Ke siapa pun."

Behind Every LaughTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang