1. Kadipaten Kutoarjo

125 34 1
                                    

Hujan mengguyur dengan deras. Bagaikan tidak tahu waktu, pagi, siang, sore, bahkan malam pun masih turun hujan. Memang benar hujan adalah berkah karunia dari sang pencipta, namun jika hujan terus turun hingga berhari-hari rasanya hujan bukan lagi sebuah karunia melainkan sebuah musibah.

Seperti yang terjadi di Kota Kadipaten kecil di selatan pulau jawa, Semawung.

*Kadipaten adalah sebuah wilayah administratif tradisional di Jawa yang dipimpin oleh seorang adipati. Adipati adalah gelar bangsawan tinggi yang bertanggung jawab atas pemerintahan dan administrasi wilayah kadipaten. Kadipaten biasanya berada di bawah pemerintahan kerajaan atau kesultanan dan berfungsi sebagai daerah semi-otonom yang memiliki kekuasaan administratif dan politik sendiri, namun tetap berada di bawah kedaulatan raja atau sultan.

Di wilayah perbatasan, hujan yang sudah turun berhari-hari berhasil menenggelamkan sawah-sawah milik petani dan jika air tidak segera surut maka akan bisa dipastikan para petani akan gagal panen tahun ini. Debit air sungai juga sudah meningkat, dan mulai meluap ke pemukiman penduduk.

Tidak bisa terus tinggal, ribuan penduduk berbondong-bondong menuju ke ibukota kadipaten.

Ibukota kadipaten Semawung yang merupakan tempat aman yang menjadi harapan bagi para penduduk yang mengungsi bisa berubah seketika menjadi camp pengungsian.

Kepadatan penduduk meningkat drastis kala gelombang pengungsi yang datang dari berbagai desa dari penjuru kadipaten tidak bisa dikendalikan jumlahnya. Kebanyakan pengungsi menetap di sudut-sudut kota, menunggu untuk diberi makan.

Namun rupanya hal tersebut menjadi masalah baru dengan perlambatan kegiatan ekonomi yang juga penting untuk menyokong bantuan bagi para pengungsi, salah satunya dari perniagaan.

Beberapa dari pengungsi tidak mematuhi tata tertib dan bertindak tidak sabaran, beberapa di antaranya memalak dan merampok di pasar-pasar. Oleh karena itu, Adipati Semawung mengeluarkan perintah resmi untuk menertibkan dan merelokasi para pengungsi ke tempat lain di luar area ibukota.

Dipilih lah sebuah tempat di sebelah barat laut Kadipaten Semawung, terdapat sebuah kota kecil di barat Gunung Satria, bernama Kaliwatu.

Cukup jelas mengapa kota tersebut diberi nama Kaliwatu, tidak lain karena ada sebuah aliran sungai berbatu yang mengalir di sepanjang wilayah desa tersebut. Kali berarti sungai dan watu berarti batu.

Di sebuah balai kota yang sudah dijadikan pusat koordinasi darurat, tampak Adipati Semawung dan beberapa pejabat lain sedang berdiskusi serius.

"Gusti Adipati, kita harus segera bertindak. Jika tidak, kerusuhan di pasar bisa semakin meluas. Banyak pengungsi yang mulai bertindak di luar kendali."

Adipati Semawung mengangguk. "Aku paham apa yang kalian inginkan. Tapi, kita tidak bisa sekadar mengusir mereka tanpa tempat tujuan yang jelas. Bagaimanapun mereka semua adalah rakyatku"

"Betul, Gusti Adipati. Kita harus memastikan mereka memiliki tempat tinggal yang layak dan akses terhadap kebutuhan dasar."

"Apa ada saran?"

Seorang pejabat berdiri dan mendekat pada Adipati Semawung. "Bagaimana jika membangun camp pengungsian dan memindahkan pengungsi di ibukota ke tempat lain."

"Tindakan yang cermat." Adipati Semawung nampaknya setuju dengan rencana ini. "Lalu dimanakah kamu berencana membuat camp pengungsian?"

"Bagaimana dengan Kota Kaliwatu? Saya dengar kota itu cukup luas dan aman dari banjir."

Pejabat lain menyetujui. "Saya setuju, Yang Mulia. Lokasi tersebut cocok. Namun, kita perlu koordinasi lebih lanjut dengan Wedana Kaliwatu dan memastikan semua kebutuhan logistik terpenuhi."

"Baiklah, kita atur secepatnya. Sampaikan pesan saya kepada Wedana Kaliwatu, kita akan segera mengirim tim bantuan untuk persiapan."

Sore itu utusan dari Kadipaten tiba di Kaliwatu, membawa pesan penting dari Adipati Semawung untuk Wedana Kaliwatu. Wedana Kaliwatu menyambutnya dengan ramah.

"Selamat sore, Tuan Wedana. Saya membawa pesan dari Gusti Adipati Semawung. Adipati memerintahkan agar Kaliwatu bersiap menerima gelombang pengungsi dari ibukota kadipaten. Lokasi ini akan menjadi tempat relokasi sementara bagi mereka."

Wedana Kaliwatu sebenarnya enggan, tapi bagaimanapun juga ini adalah tugas dari atasannya. Jadi dia hanya bisa menerima.

"Terima kasih, Utusan Kadipaten. Saya akan segera mengadakan rapat dengan para pejabat kawedanan untuk menindaklanjuti perintah ini."

Wedana Kaliwatu segera memanggil para pejabat kawedanan untuk berkumpul di balai desa guna membahas persiapan.

"Saudara-saudara, kita baru saja menerima perintah dari Gusti Adipati. Kaliwatu akan menjadi tempat relokasi sementara bagi para pengungsi dari ibukota kadipaten. Kita harus segera bersiap."

Para pejabat bertanya - tanya. "Tuan Wedana, apakah kita memiliki cukup persediaan untuk menampung mereka? Dan bagaimana dengan tempat tinggal sementara?"

"Pemerintah kadipaten akan mengirimkan bantuan logistik. Namun, kita harus mempersiapkan lahan dan bangunan yang bisa digunakan sebagai tempat penampungan. Aku akan meminta bantuan dari warga untuk segera membersihkan dan menyiapkan area tersebut."

"Kita juga perlu memastikan ada akses ke air bersih dan layanan kesehatan. Banyak dari mereka mungkin akan membutuhkan perawatan medis segera."

Pejabat lain menimpali. "Benar. Kita akan membentuk tim khusus untuk menangani kebutuhan medis dan sanitasi. Saya minta semua bekerja sama dan bertindak cepat. Pengungsi akan mulai berdatangan dalam beberapa hari."

"Kalau begitu segera laksanakan!"

"Baik, Tuan Wedana."

Sehari setelah perintah Wedana Kaliwatu dikeluarkan, rombongan prajurit kadipaten tiba di Kaliwatu dengan membawa berbagai perlengkapan dan bahan bangunan. Dengan sigap, prajurit-prajurit tersebut segera memulai pekerjaan mereka, mendirikan tenda-tenda besar di area yang telah ditentukan.

Tenda-tenda ini dilengkapi dengan tempat tidur darurat, dapur umum, dan fasilitas sanitasi dasar.

Selain itu, prajurit juga menyiapkan posko kesehatan dan distribusi logistik untuk memastikan kebutuhan pengungsi dapat terpenuhi dengan baik. Mereka bekerja tanpa kenal lelah, memastikan setiap sudut camp pengungsian teratur dan aman, siap menampung gelombang pengungsi yang akan segera datang.

Keesokan harinya, di bawah pengawalan ketat, rombongan pengungsi mulai dipindahkan dari kota Kutoarjo, ibukota kadipaten, menuju kota Kaliwatu.

Puluhan kereta dan kendaraan darurat beriringan melintasi jalan yang licin dan becek akibat hujan yang terus-menerus turun.

Para pengungsi, yang terdiri dari berbagai kalangan mulai dari anak-anak hingga lansia, tampak lelah namun penuh harap. Mereka membawa barang-barang seadanya, berusaha menjaga harta benda yang tersisa.

Setibanya di Kaliwatu, mereka disambut oleh prajurit dan relawan yang membantu mengarahkan mereka ke tenda-tenda yang telah disiapkan. Meskipun perjalanannya berat, senyum dan rasa syukur terpancar dari wajah-wajah mereka, berterima kasih atas tempat perlindungan yang akhirnya mereka temukan.

mangga di pun waos 🙏🏻

The Prince's Man Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang