PROLOG

12 1 0
                                    

Badai melanda dengan sangat keras, suara dari petir begitu memengkakkan telinga sehingga membuat Neil yang sudah terbiasa dengan hal ini merinding

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Badai melanda dengan sangat keras, suara dari petir begitu memengkakkan telinga sehingga membuat Neil yang sudah terbiasa dengan hal ini merinding. Ada yang salah pada badai ini, entah mengapa hawanya terasa begitu berbeda dari badai yang sering dia temui.

Dia tahu bahwa pesisir pantai Breeze yang saat ini dia lalui telah terkena bencana tsunami sehingga menghancurkan desa-desa terdekat, tapi Neil sudah menjadi seorang Bala Bantuan Bencana selama lebih dari 8 tahun, dan baru kali ini dia merasakan perasaan tak masuk akal yang menjalar pada seluruh tubuhnya.

Ini seperti ada yang mengawasi dia dan membuatnya merasa kecil seperti semut.

Dengan senter di tangan kanan yang redup, Neil terus melangkah dalam upaya untuk mencari korban-korban lain yang mungkin masih belum ditemukan. Jas hujan dengan kupluk memenuhi seluruh tubuh juga kepalanya, ia terus mengamati walau pandangan begitu kabur dan hanya mengandalkan pencahayaan seadanya.

Dua hari terakhir ini Neil telah menemukan beberapa korban yang terkapar dalam bawah rumah, bebatuan, atau bahkan pasir. Korban-korban itu mengalami banyak luka bengkak yang begitu parah, seluruh tubuhnya biru, tapi dengan keajaiban yang entah dari mana datangnya, ada sedikit dari mereka yang selamat.

Para korban yang selamat itu telah dibawa ke tenda dengan perawatan darurat, mereka telah sadar dalam beberapa jam, dan kondisi mereka menjadi begitu baik. Para petugas medis sangat terheran-heran pada kejadian tak masuk akal tersebut, tapi dalam kondisi sekarang ini, mereka hanya menerimanya dan tutup mulut.

Neil sudah mencoba untuk mengobrol bersama para korban, berusaha menghibur mereka dalam kejadian sulit ini, tapi mereka semua hanya diam saja dan menatap kosong sambil mengumamkan hal yang sama yaitu: “Telah datang, telah datang.”

Paramedis telah berasumsi bahwa mereka telah terkena trauma yang sangat parah akibat tsunami yang telah datang dan menghancurkan desa-desa.

Menyipitkan mata coklatnya, Neil melihat hal yang terdistorsi di kejauhan dan berlari mendekat, itu adalah sesosok tubuh yang terselip di sekitar bebatuan.

“Oh tuhan.” Neil bergumam, napasnya menghirup air yang mengepul di udara, itu membawa perasaan dingin.

Ia sedikit kesusahan ketika mendekat, hampir terpeleset oleh kelicinan akibat air juga kecuraman, tapi pada akhirnya dia berhasil sampai di tubuh pria berkemeja hitam yang tergeletak itu. Neil dengan hati-hati meletakan senter yang menyala, lalu berjongkok dan meraih tubuh tersebut, kemudian memeriksa lehernya, memastikan apakah dia masih hidup atau tidak.

Ia memastikan beberapa kali lagi, ke denyut nadi di pergelangan tangan, dada, dan juga napas di hidung. Setelah beberapa saat, ia akhirnya memastikan bahwa pria tersebut masih hidup.

Mengambil walkie talkie, Neil melaporkan “Petugas 2-14 Franklin, kepada TENT-01. Saya menemukan seorang korban, saya ulangi, saya menemukan seorang korban!

“Korban berusia sekitar 30 tahun, kulit agak kecoklatan dan bermata coklat gelap, tinggi sekitar 180cm, bertubuh bugar dan ramping. ia terluka, bagian kakinya patah. Kami saat ini berada di batu besar di pesisir pantai di timur laut, dekat dengan hutan. Ganti.”

Setelah beberapa saat mengulangi akhirnya ada yang menjawab. “TENT-01 menerima pesan, kami saat ini tak dapat mengirim bantuan yang disebabkan oleh kurangnya tenaga dan cuaca. Tolong bawa korban tersebut ke tenda perawatan terdekat. Ganti.”

“Dimengerti. Saya akan melakukannya. Akhiri.”

Mengambil senter dan menaruhnya di kantong jas bersama walkie talkie, ia lalu menggotong pria itu dengan punggung di tangan kiri dan bawah lutut di tangan kanan. Neil sedikit menggertakan giginya karena beban yang dibawa.

Ia berjalan kembali menuju tenda perawatan medis terdekat, tapi karena ada badai dan juga seseorang yang dia gotong, langkahnya sangat amat lambat dan dia hampir terjatuh karena licin di antara bebatuan.

Selama beberapa menit ia berjalan di antara malam, hanya ada suara air hujan bergemericik yang mengelilinginya, kemudian perasaan dia sedang diawasi semakin bertambah. Hatinya kemudian berdenyut kencang, takut akan sesuatu yang tidak ia ketahui.

Apa? Kau takut hantu? Neil berpikir cemas, ayolah kau sudah berumur 36! Mereka itu tidak ada!

Ia mencoba meyakinkan dirinya sendiri untuk tetap berjalan teguh, tetapi ketakutan tersebut semakin bertambah dan tidak bisa ia bendung, ia tiba-tiba merasa mendengar sesuatu yang baru, sesuatu yang tidak berasal dari petir ataupun air dan angin. Ini berdengung, seperti ketika seseorang mendekatkan gelas kosong ke telinganya, itulah yang ia dengar saat ini.

Sial, sial, sial, sial, berhenti! Neil meningkatkan langkahnya, melaju lebih cepat daripada sebelumnya, lalu tak terasa ia mulai berlari semakin cepat.

Dadanya mulai berdetak kencang, suara dengungan mulai mengambil alih setiap telinganya, ini menyakitkan, menyakitkan, dan menyakitkan!

Napasnya mulai memanas, ia ingin meminta tolong tapi ia tak bisa mengeluarkan suara apapun, atau mungkin kalau ia bisa, ia tak mendengarnya.

Tiba-tiba ia melihat cahaya samar, cahaya sebuah senter yang semakin kian mendekat. Pada saat itu perasaan lega akhirnya menghampiri Neil, ia berteriak ke sana, dan untungnya cahaya itu mendekat semakin cepat.

Terjatuh dengan lututnya, Neil membiarkan orang yang dibawanya terkapar di pasir, dan seseorang itu akhirnya terlihat. Ia mengenakan jas hujan tebal, wajahnya tak terlihat karena kegelapan, cahaya dari senter juga sedikit mengaburkan penglihatan Neil.

“B-bisakah kau menolongku membawanya ke tenda terdekat? Aku tak tahu apa yang terjadi pada diriku, aku mendengar sebuah suara dengungan! Apakah kau mendengarnya juga? Apakah kau mendengar apa yang kukatakan?! Apakah aku benar-benar mengatakan sesuatu?!”

Neil berteriak, tiba-tiba dengungan itu hilang, semua suara dari air, angin, dan petir kembali padanya. Ia melirik sekeliling dengan bingung, mencari tahu apa yang terjadi.

Lalu suara langkah kaki kian mendekat, dan Neil melihat orang tersebut semakin berada di dekatnya.

Ia sekarang bisa melihat ke arah wajah orang itu. Tapi apa yang diharapkannya tidaklah seperti apa yang dia bayangkan.

Karena dia tidak memiliki wajah, seluruh wajahnya datar, tidak ada mata, hidung, atau mulut. Hanya kulit.

Orang tersebut berkata, suaranya begitu suram.

“Apakah kau ingin sebuah permintaan?”

“T-tidak!” Neil segera menjauh ke belakang tangannya menggenggam pasir, tapi ia mengharapkan sebuah batu, karena monster itu semakin mendekat.

“Ayolah, tadi kau meminta sesuatu. Apakah itu? Untuk membawa orang tersebut ke tenda 'kan?”

Ia merentangkan telapak tangannya ke depan, mengarahkannya pada wajah Neil, Neil semakin terengah-engah ketika merasakan rasa dingin dari tangan tersebut di seluruh wajahnya.

“Aku mengabulkannya.”

Pada saat itu Neil menyadari sesuatu bahwa, kehancuran, “telah datang”.

Kemudian ia berteriak.

Night FallsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang