17. Om Arga

47 8 75
                                    

Beberapa saat setelah Nic bergabung dengan timnya di tenda penggalian. Perhatian Sam tertuju pada rombongan Bupati dan jajarannya yang akan meninggalkan acara ekskavasi karena pembukaan sudah resmi beliau buka. Sang Bupati dengan pakaian pemda dan peci hitam itu menghentikan langkahnya jalan tempat Sam berdiri. Beliau dan jajarannya menunggu mobil berplat merah nomor 1 yang akan merapat menjemputnya.

"Baiklah Arga, semoga acara kalian sukses. Saya yakin dan percaya, ekskavasi ini akan berjalan lancar. Apalagi anda kan keturunan langsung kerajaan Pancapura," ucap Bupati bangga.

"Benar, Pak. Kita patut berbangga karena kabupaten kita dulunya adalah kerajaan Pancapura, dan kita patut berbangga karena silsilah keturunan Pancapura bahka sampai sekarang masih terjaga. Siapa lagi kalau bukan Uda Arga," timpal salah satu rombongan orang penting yang menemani Sang Bupati.

Sementara pria muda, berkulit putih bersih, berhidung mancung, bertubuh tinggi yang mengenakan pakaian pemda itu tersenyum. Pria itu adalah pria yang dimaksud Bupati dan rombongannya. Senyumnya ramah. Tampaknya dia yang dimaksud keturunan langsung kerajaan Pancapura.

Kabupaten Dharmawangsa ini bukan hanya dihuni oleh orang minangkabau saja, banyak etnis lain yang menduduki kabupaten yang dulunya adalah kerajaan Pancapura itu. Etnis lainnya misalnya, Jambi, melayu, Batak, dan Jawa Transmigrasi.

Sam mengurungkan niat merokoknya karena Bupati dan jajarannya lewat di dekatnya. Dia berencana akan mencari tempat yang aman untuk menghisap tembakau favoritnya.

"Yuwaraja, kae Sam," ucap Ari yang tiba-tiba sudah ada di sebelahnya.

"Hah, ngagetin ae Mas Ari iki. Bukannya tadi sama Kak Fanny ke TKP," tanya Sam.
(Hah, mengagetkan saja Mas ini.)

"Aku kerjanya gak bisa di satu tempat. Yang tak terawang itu luas jadi aku kudu pindah-pindah tempat," jawab Ari.

"Mau tak temeni, tah?" tawar Sam.

"Ogah, nanti kamu ngilang lagi. Alasanmu kebelet ngoyo," tolak Ari.
(Alasanmu kebelet pipis)

"Hem, ya udah. Tak enteni neng kene. Oh iya, Yuwaraja itu apa? Mas tadi nyebut Yuwaraja."
(Kutunggu di sini)

"Putra mahkota, zaman biyen kan sebutan putra mahkota tu Yuwaraja. Yo calon raja ngono, loh," terang Ari.
(Zaman dulu sebutan putra mahkota itu Yuwaraja)

Sam celingukan melihat Bupati dan jajarannya yang masih berdiri berombongan tak jauh darinya. "Yang mana, Mas?"

"Sebelah kanan Bupati. Yang pakai baju pemda itu, yang gagah itu," jawab Ari seraya memperhatikan pria yang tadi dipanggil Arga oleh bupati.

"Tadi katanya bapak bupati dia keturunan langsung kerajaan Pancapura. Aku denger tadi gitu," ucap Sam sambil masih memperhatikan.

"Moso? Berarti terawanganku gak salah. Ketok kok di mata batinku kalau dia tu Yuwaraja. Orangnya gagah ngono."
(Masa? Berarti terawanganku enggak salah. Kelihatan kok di mata batinku kalau dia adalah Yuwaraja)

Sam menoleh pada Ari lalu mencibir dengan mengerucutkan bibir. "Gagah, opone? Wong koyok boti, kok," protes Sam.
(Gagah apanya? Seperti boti, kok)

"Boti ndogmu! Gagah ngono idaman cewek-cewek, Sam. Gak tertutup kemungkinan Tantemu itu ngecrushin dia,"
(Boti telurmu, gagah begitu idaman cewek-cewek)

"Apa Mas, wong bentukannya kaya boti ngono. Putih bersih terawat."
(Apa Mas? Dia seperti boti begitu)

"Loh, loh, loh, itu malah idaman. Tadi aku ketemu dia kok, orangnya manly kok, normal. Di mana botinya?"

"Lha itu, putih bersih terawat tadi. Cowok itu hitam," tukas Sam tak mau kalah.

"Itu enggak boti, Sam. Kowe aja yang iri sama dia. Putih, bersih, ganteng karena saban hari gak kena panas. Bawaannya mobil, keluar masuk ruangan ber Ac. Gak kayak kita yang gosong karena paparan sinar matahari,"

Kamar SuteraOnde as histórias ganham vida. Descobre agora