17. green eyes with malibu indigo

Start from the beginning
                                    

"Habis menolak perempuan lagi, Mr. Handsome?"

Latar belakangnya di halaman belakang sekolah, suasana mulai sepi mengingat hari telah menjelang sore. Langit California telah berubah jingga di ujung selatan. Bukit belakang sekolah menghalangi sinar matahari sore sehingga tidak menyinari kedua sosok yang sedang berteduh di bawah pohon palem.

Jeremy mengedikkan bahunya sembari tersenyum pada Jaden yang datang membawa dua kaleng minuman dingin untuk mereka berdua.

"Kita sudah kelas tiga dan akan ada prom night tahun ini. Kamu tidak ingin punya pacar untuk jadi teman prom?" Jaden bertanya sembari membuka kaleng minuman di tangannya, menyeruputnya perlahan. "Enak sekali menjadi idola. Kamu literally tinggal pilih salah satu cewek yang menyukaimu! Aku juga mau lokerku dipenuhi cokelat atau kukis ketika Valentine tiba."

"Oh, shut up, Jaden. You're my best friend, kamu tahu pasti aku orangnya seperti apa." Jeremy tertawa jenaka, turut menenggak minuman dingin pemberian Jaden.

"Kamu masih mau memberi jawaban yang sama? Jawaban aneh seperti saat kita masih 16?" Suara Jaden meninggi, melotot tidak percaya pada Jeremy.

Jeremy mengangguk yakin, menyunggingkan bibirnya menjadi senyum tipis. Sial, Jaden kesal sekali kalau Jeremy sudah begitu.

"Shut up—"

"I love you, Jaden. Kamu tahu betul itu."

"Tapi kita teman dekat?!"

"Memangnya teman dekat tidak boleh pacaran?!"

"NO! NO! BIG NO!" Jaden menolak keras sembari menggeleng ribut, menyilangkan kedua tangannya di depan dada.

Tetapi, meski Jaden memberi gestur penolakan yang kentara, Jeremy cuma tertawa lantas meletakkan kaleng minumannya di tanah. Tangannya terulur menarik bahu Jaden mendekat, buat yang lebih muda mengerjap bingung.

"Jaden." Jeremy berujar pelan, tangannya bergerak menurunkan tangan Jaden yang tadi masih menyilang di depan dada. Pemuda itu kemudian menangkup wajah Jaden yang mungil sekaligus menahannya agar tak berkutik.

"A—Alright, Anderson. I get it, I—"

"Listen, Jaden—"

"N-no, don't be like this. Le—lepas, Jeremy!"

"You're my favorite, everything. Been telling you that since 2015. Listen, Jaden. I love you, a lot. No matter what you do."

Wajah Jeremy begitu serius sampai-sampai Jaden tercekat dan kehabisan kata-kata. Jaden mengerti bahwa sahabat baiknya ini sangat menyukainya sampai-sampai semua orang yang menyatakan perasaan padanya ditolaknya.

Jaden sebetulnya tidak masalah, tapi rasanya tidak normal. Kalian tahu—maksudnya, berpacaran dengan teman dekat. Menurut Jaden itu aneh. Seseorang yang biasa berada di sampingmu, teman dalam segala hal lalu tiba-tiba menjadi kekasihmu? Itu aneh! Super aneh!

"Ya! Okay!" Jaden menepis tangan Jeremy dari wajahnya, buru-buru meneguk minuman dinginnya agar Jeremy tidak melihat wajahnya yang merona.

Hari semakin sore, ditandai dengan langit jingga yang mulai tergeser dengan langit merah muda keunguan. Oh, sungguh sore yang indah untuk dinikmati Bersama sang terkasih. Oh, atau—

"Ayo ke pantai."

"W—what?! Setelah kesekian kalinya menyatakan cintamu padaku, kamu mengajakku ke pantai? Oh, kejadian hebat apalagi ini setelah kamu tiba-tiba menculikku dan membawaku ke Seattle Aquarium?!"

"Ayolah, refreshing," Jeremy bangkit berdiri lebih dulu, menarik tangan Jaden untuk turut berdiri. "Sudah lama kita tidak hangout bareng."

Starlit Night - [nomin]Where stories live. Discover now