CHP 1: KEMBALINYA 'SI MANIS'

Start from the beginning
                                    

"Kau serius?" Livia sampai dibuat ternganga dengan informasi tersebut. Dia terkejut, tapi juga menemukan hal itu lucu sampai dirinya terkekeh hanya dengan membayangkan Justin yang ia kenal akan menjadi seorang model. Model dikenal dengan wibawa yang elegan, mewah, dan serius.

"Serius. Dia dapat banyak undangan dari beberapa agensi. Akhirnya dia milih buat masuk ke perusahaan yang sama denganku," Jesse mengangguk, mengkonfirmasi keraguan Livia.

Tanpa mereka ketahui, interaksi hangat mereka dilihat oleh seseorang yang berada di tengah-tengah kerumunan.

"Bang, lihat." Marthen memperlihatkan miniatur superhero kesukaannya, yaitu Spiderman.

"Kau dapat dari ciki itu?" Tangan yang memegang stik kamera dia dekatkan untuk menyorot miniatur di tangan Marthen agar terlihat di dalam bingkai kamera. "Wah, daebak, daebak."

Marthen tertawa renyah sambil terus menatap miniatur Spiderman di tangannya. Di saat Marthen masih tenggelam di dunianya, Taylor menuntunnya agar mereka bisa kembali ke tempat rekaman yang berada di dekat sana. Karena sedang rekaman, sekalian mereka membuat konten video untuk dibagikan kepada para penggemar mereka.

Meski fokus membuat konten, Taylor tidak bisa memungkuri bahwa dirinya teralihkan oleh dua orang yang baru saja lewat di depan mini market.

'Apa benar itu dia?' Dalam hati Taylor bergumam.

"Bang?" Marthen menepuk-nepuk bahunya untuk mengambil perhatiannya. Dia merasa bingung melihat Taylor terdiam dan berhenti berjalan.

"Maaf. Kita langsung balik ke studio?" Taylor balik menatap Marthen sekaligus bertanya. Dia benar-benar terbuai sesaat setelah melihat penampakan familiar itu. Sungguh, dia sangat percaya bahwa yang dia lihat adalah wanita itu. Bahkan, pria yang jalan bersamanya dia pun kenal. Jesse, aktor muda baru yang akhir-akhir ini menjadi topik hangat karena visual dan aktingnya.

"Sepertinya begitu. Hiro udah nelfon." Marthen memperlihatkan kayar ponselnya kepada Taylor dimana nama Hiro terlihat jelas di sana.

"Ayolah kalo begitu, kita langsung balik," ajak Taylor. Mereka mulai berjalan dengan cepat agar cepat sampai di studio rekaman.

Marthen tiba-tiba mulai berlari dan Taylor yang melihat itu juga ikut berlari. Tanpa alasan mereka berlari dan menjadikan kompetisi, siapa yang sampai duluan hanya untuk bersenang-senang. Pada akhirnya mereka tertawa bersama saat sudah sampai di studio.

"Kalian kenapa lari-lari begitu?" tanya Hiro keheranan dengan tingkah kedua abangnya itu.

"Gak papa," jawab Taylor apa adanya. Dia masih terlihat ngos-ngosan karena mereka ternyata lumayan juga jarak larinya. Tapi beda lagi dengan Marthen, dia terlihat baik-baik saja. "Apa aku sudah terlalu tua sekarang?" tanyanya dengan tersengal-sengal.

"Hahaha, emang iya." Hal itu pun dibenarkan oleh Hiro dengan tawa yang lepas dan puas. Mendengar abang yang paling tua mengeluh seperti itu membuat Hiro bisa meledeknya, meski tidak secara langsung. Marthen juga ikut tertawa, tertular oleh Hiro dan juga menemukan hal yang dikatakan oleh Taylor lucu bagi mereka.

"Dasar adik-adik lucu," balasnya sarkas. Dia tidak marah, justru candaan seperti ini yang membuat pertemanan mereka bertahan lama dan tanpa ada drama saling membenci.

"Memang lucu," jawab Hiro sambil mengeluarkan pose-pose andalannya. Tentu saja sebagai adik terakhir, dia akan terlihat lucu dari arah manapun dan para abang akan selalu menyayangi dan mengasihinya dengan sepenuh hati.

"Aku membelikanmu zero cola." Taylor mengangkat plastik belanjaannya ke depan wajah Hiro sampai menutupinya.

"Bang Tay memang yang terbaik." Hiro merebut kantong plastik itu dengan kasar, kesal karena Taylor sengaja menutupi wajah tampannya dengan kresek mini market.

Taylor terkekeh melihat kekesalan Hiro yang dia anggap lucu.

"Makasih, Bang," ucapnya, lalu dia berbalik untuk kembali masuk ke studio rekaman. Sebelum Hiro dan Marthen menghilang, Taylor menghentikan mereka karena ada yang ingin ia tanyakan.

"Kalian mengenal Jesse, kan?" tanya Taylor, menatap Marthen dan Hiro bergantian.

"Jesse Lee?" Taylor menganggukkan kepalanya. "Iya, kenal. Kenapa, Bang?"

"Jesse dan Livia berteman?"

Hiro mengerutkan keningnya mendengar pertanyaan dari Taylor. "Livia Kwon? Si manis itu?"

Perasaan Taylor menjadi masam mendengar titel yang tersemat pada Livia yang ia dapat karena iklan yang pernah ia bintangi kala itu. Titel itu terus menyangkut dalam dirinya sampai sekarang.

'Livia Si Manis'

"Wahhh..., Bang. Aku baru ingat sesuatu." Hiro mengangkat telunjuknya ke udara, menarik perhatian para abangnya.

"Apa?" Taylor menarik alisnya ke atas, penasaran dengan apa yang akan dikatakan oleh Hiro.

"Livia Kwon menghilang begitu saja setelah skandal dia terlihat makan malam bersama petinggi perusahaan itu. Kau mengingatnya, Bang? Kita sedang bersama waktu itu, bukan? Delapan bulan yang lalu mungkin," Hiro berkata, mengingatkan kembali tentang berita panas yang beredar tidak lama setelah perilisan drama terbaru Livia.

Berita sensasional dan drama itu dengan cepat menyebar dan menjadi perbincangan hangat seluruh masyarakat setempat. Keterkaitan antara berita dan drama tersebut yang membuat kedua topik itu menjadi buah bibir banyak orang, terutama warga Korea Selatan.

"Kau benar. Dia menghilang setelah berita itu tersebar luas."

"Benar, kan? Terus Abang ngapain tanya tentang Livia Kwon? Abang kenal sama dia? Boleh dong Bang kenalin juga," kata Hiro dengan semangat. Dirinya juga merupakan salah satu penggemar 'Si Manis'.

"Gimana aku bisa mengenalnya, Hiro? Aku tidak punya kenalan seorang aktor kecuali, Jeffree sama si Dallas," jawabnya sambil menyerukan bahunya. "Coba tanya mereka."

Taylor berbalik dan meninggalkan mereka di tempat. Sikapnya yang tiba-tiba acuh membuat Hiro maupun Marthen bingung. Mereka saling menatap dengan tatapan bingung dan ikut menyerukan bahu.

"Kenapa bang Taylor bersikap aneh begitu?"

(...)

Guys, jangan lupa di vote, komen, share juga. Kalian tau kan itu sangat berarti bagi kita 'tukang imajinasi sekaligus tukang ketik'.

Si Manis; LiviaWhere stories live. Discover now