Choi Dongsoo melepaskan tangannya dari dagu Jungoo, ia tersenyum lebar sebelum kembali membuka suara, "Tak apa jika kau menolak, Kim Jungoo. Dibandingkan dengan langsung mengambil kepala mu itu tak akan seru, bagaimana jika kita menunggu waktu yang tepat untuk menghubungi kekasihmu? Ayo kita tunjukkan kepadanya sesuatu yang lebih menyenangkan."
Pria Choi itu berjalan keluar setelah mengatakan demikian, ia seperti mengangguk samar kepada orang-orang bawahannya tersebut.
Pintu itu kembali tertutup, meninggalkan Jungoo dengan orang-orang yang biasanya akan melayangkan pukulan kepadanya.
Jungoo sudah pasrah, bisa apa dia dengan keadaannya yang menyedihkan seperti ini? Lari? Lupakan saja, kakinya tak lagi mampu menopang tubuhnya. Memukul? Bukan pilihan yang tepat. Tangannya tak ada tenaga untuk melakukan hal seperti itu, jika Jonggun ada disini mungkin Jungoo akan di ejek karena melayangkan pukulan hampa. Kalaupun di pukuli sampai mati, memang sudah takdirnya seperti itu mungkin?
Tetapi, kali ini bukan pukulan yang Jungoo dapat. Melainkan, tangan-tangan kasar pria-pria dewasa itu melucuti pakaiannya, menyentuh tubuhnya dengan sensual. Menghantarkan sensasi menjijikan yang membuatnya mual.
Jungoo berusaha memberontak, tetapi tak bisa. Pergerakannya di tahan, sapuan lidah basah yang mengenai permukaan kulitnya membuatnya merinding. Ketika bagian 'pribadinya' di sentuh oleh tangan-tangan bejat, Jungoo tidak lagi bergerak.
Tubuhnya membeku, otaknya berasa tak lagi bekerja. Tatapan matanya berubah, kosong, ia menangis, tetapi tak bersuara, hanya membiarkan lelehan air mata yang turun dari manik yang tiba-tiba berubah mati.
Hari yang kelam, kembali menghantarkan mimpi buruk yang selama ini telah ia kubur dalam-dalam.
.
.
Satu vas milik Rumah Sakit telah di banting hingga berkeping-keping sebagai pelampiasan emosi. Selimut putih telah terlempar pada lantai, sprei tertata yang membalut ranjang telah berganti menjadi bentuk abstrak. Tak ada Dokter ataupun Perawat yang berani mendekat, mereka membiarkan lelaki bermata hitam itu melakukan sesukanya. Mereka takut dengan aura membunuh yang memancar begitu kuat.
Kesan rapi pada pemuda Yamazaki yang biasanya menempel pada citranya kini tak lagi ada, wajahnya begitu pucat. Sejak kejadian naas yang terjadi ia tak bisa makan dengan benar.
Pikirannya berkelana, memikirkan makhluk pirang-nya yang menghilang sudah lebih dari tujuh hari.
Ia terlalu sembrono dalam membuat keputusan yang hanya berujung pada penyesalan. Harusnya ia membawa si pirang ketika hujan telah reda, mungkin sekarang Jungoo tak akan menghilang darinya.
Otaknya berpikir keras memikirkan dua kemungkinan yang mungkin masuk akal, mungkin Jungoo memang sengaja kabur dari nya, atau kemungkinan lainnya si pirang itu telah di culik.
Ah, mari lupakan opsi pertama, si pirang itu bahkan tak bisa berjalan.
Di culik? Tetapi siapa? Jungoo bahkan tak pernah berinteraksi dengan musuh-musuh kuat Jonggun.
Ia meremat kuat rambut hitamnya, kepala nya terasa ingin pecah! Bagaimana jika Jungoo benar-benar mati?
Brengsek. Kecelakaan tersebut murni bukan kecelakaan biasa, melainkan di sengaja, Jonggun yakin itu. Siapa orang yang berani-beraninya membuat dia dan Jungoo celaka?!
Seorang lelaki berambut panjang memasuki kamar putih berbau obat-obatan yang telah 'hancur' tersebut. Ia membawa satu nampan besi berisi makanan. Matanya menangkap sosok rambut hitam yang tengah depresi di atas ranjangnya. Ia menggeleng kecil, Tuannya terlihat sangat berantakan. Sangat tidak mencerminkan seorang Jonggun Yamazaki yang biasanya selalu penuh kharisma .
YOU ARE READING
Sangkar || GunGoo
Random"Hidup lo gak lebih dari sekedar peliharaan, lo gak bakalan bisa pergi walaupun itu cuma satu inchi." . . . . . •Jonggun x Jungoo
^^^^^^^^^^^^
Start from the beginning
