Tapi hari ini rasa sakitnya terasa berbeda. Tidak berhenti, membuat Alma sampai memejamkan mata sambil menggigit bibirnya. Keringat dingin mulai membanjiri wajahnya.

                Alma mulai merasa panik saat menyadari rasa sakit di perutnya semakin menjadi dan tidak berhenti dalam kurung waktu yang lama.

                Satu tangannya yang bebas bergerak cepat, mengeluarkan ponsel dari dalam tas, lalu menghubungi Gisa. Tapi Alma baru saja menyadari satu hal. Tubuhnya mulai terasa lemas.

                [Kamu ngapain telepon? Bukannya turun terus sarapan. Udah jam berapa ini? Nggak takut telat kamu?]

                Alma meringis. "Ma..." suaranya seperti merintih. "Kayanya aku butuh rumah sakit."

                Alma tidak mendengar sahutan apa pun. Tapi tak lama berselang, dia mendengar Mamanya mengatakan sesuatu yang tidak jelas pada Papanya sebelum panggilan itu terputus.

                Samar-samar Alma mendengar derap langkah berisik, di susul pintu kamar yang terbuka kuat. Di tengah usaha Alma untuk bisa bernapas dengan normal selagi menahan rasa sakit di perut, Alma melihat Papa, Mama dan adiknya berlari menghampiri.

                Mereka menanyakan berbagai pertanyaan pada Alma yang hanya bisa Alma jawab dengan anggukan dan gelengan kepala karena tubuhnya benar-benar sudah terasa lemas.

                Abi mengatakan sesuatu pada Gisa dan Ashila. Entah apa. Tapi Alma bisa melihat Mamanya berlari cepat keluar, sedang Ashila melepaskan blazer dan sepatu Alma sebelum Abi menggendong tubuh Alma dan membawanya pergi ke mobil di mana Gisa sudah berada di sana.

                Dalam keadaan setengah tidak sadar dan perut yang seperti akan pecah rasanya, Alma malah tersenyum samar.

                Keren juga ya keluarga gue. Ya udah lah, gue nggak bakal mati selagi ada mereka.

***

"Ka," Arka tersentak dari lamunan ketika Elena menyentuh lengannya. "kamu kenapa?"

                "Hm?" Arka mengerjap linglung. "Aku nggak apa-apa." Arka mengulas senyum.

                Tapi sayangnya Elena masih menatap aneh. Bukan tanpa alasan, karena sejak menjemput Elena tadi, Arka terlihat lebih pendiam dari biasanya. Bahkan dia sering kali melamun.

                "Semangat dong, masa mau ketemu penyanyi favorit, kamu malah lesu begini." Elena berusaha bercanda dan Arka menanggapi dengan kekeh pelan.

                Tapi setelah Elena menyebut-nyebut tentang penyanyi favorit, Arka justru semakin merasa gelisah. Mungkin karena Alma tidak membalas pesannya meski sudah dibaca, mungkin juga karena Alma lagi-lagi menghindarinya. Atau mungkin... karena akhirnya Arka menyadari ada yang terasa aneh ketika bukan Alma yang pergi dengannya saat ini.

                Apa pun itu, yang pasti Alma adalah alasan dari rasa gelisah Arka.

                "Udah waktunya boarding, Ka." Ujar Elena.

                Arka mengangguk. Mereka beranjak dari sebuah coffee shop. Arka terlihat benar-benar tidak bersemangat sekali. Sampai ketika mereka sudah harus memperlihatkan paspor dan tiket, ponsel Arka berdering.

                Nama Adel muncul di sana.

                Maka Arka membiarkan antrian di belakangnya yang melangkah lebih dulu karena dia harus menerima panggilan dari Adel. Elena mengikuti Arka, berdiri di belakangnya.

MenungguWhere stories live. Discover now