Ada suara yang saling bertentangan di dalam kepala nya. Satu sisi mengatakan bahwa ia sudah terlalu 'kejam' pada Jungoo, sedangkan satu sisi lainnya mengatakan jika ia membawa Jungoo ke Rumah Sakit maka akan ada peluang bagi si pirang untuk kabur darinya, jika mendatangkan Dokter pun, bukankah ada kemungkinan jika si pirang akan 'berpaling' lagi darinya?
Jonggun mengacak-acak rambut hitamnya. Persetan lah, ia tak ingin mendengarkan 'suara' yang kontra dalam kepalanya, ia akan menelepon Dokter pribadinya nanti. Jika Jungoo berani 'berpaling' darinya lagi, maka tinggal patahkan saja kedua kakinya.
Jas yang tersampir pada kursi kerjanya ia ambil. Jonggun melihat ke arah arloji yang ia kenakan, belum ada pukul delapan malam. Ia meninggalkan pekerjaan yang menumpuk tersebut, membiarkan tumpukan pekerjaannya terbengkalai begitu saja.
Mobil Porsche berwarna hitam itu membelah jalanan malam yang berkabut. Suara petir yang saling menyahut semakin menggelegar. Jonggun menancap gas nya dalam, membuatnya berkendara semakin laju.
Ia meremat kemudinya kuat, otaknya berkelana entah kemana, 'Bagaimana jika Jungoo mati?'
Jonggun berdecak, di pukul nya stir mobilnya dengan kesal, mengapa ia memikirkan hal bodoh seperti itu? Si mata hitam menarik nafas, tenang, Jungoo tak akan mati hanya dengan luka kecil pada kakinya.
.
.
Pada akhirnya hujan turun dengan lebat malam itu. Bersamaan dengan turunnya tumpahan air dari langit, seorang pemuda berambut legam pun telah sampai pada kediaman mewahnya.
Para orang-orang berpakaian dominan hitam langsung membungkukkan badannya, simbol penghormatan kepada Tuan mereka.
Jonggun dengan tergesa melangkah menuju kamarnya. Ia telah sampai pada pintu yang dia kunci dari luar tersebut. Gelap gulita langsung menyapa matanya, setelah saklar menyala, ia dapat menangkap Jungoo yang sedang tertidur.
Ia berjalan mendekat, menghampiri si pirang yang tertidur pada ranjang tanpa ada selimut pada tubuhnya. Hanya kemeja hitam serta celana pendek dengan warna senada yang di kenakan sejak tadi pagi. Ia mendudukkan diri di sebelah Jungoo. Pandangan matanya jatuh pada pergelangan kaki Jungoo yang memang terlihat 'mengenaskan'. Jonggun menyentuhnya, membuat orang yang tertidur itu melenguh tak nyaman.
Jonggun mengernyit, mengapa Jungoo terlihat begitu pucat? Tangannya meraba wajah si pirang yang mengerut gelisah dalam tidurnya. Panas, itulah yang Jonggun rasakan ketika telapak tangannya menyentuh wajah Jungoo. Pria bermata hitam menghela nafas, demam pula si Jungoo ini.
Mata yang semula tertutup itu kini terbuka, si pirang terbangun karena merasa ada seseorang yang menyentuhnya, padahal ia merasa belum lama bisa tertidur.
Ia bertanya pelan dengan mata yang mengerjap, "Jonggun?"
"Ayo ke Rumah Sakit," Ujar Jonggun singkat.
Jungoo mengernyit bingung, "Kenapa?"
Ia bingung, bukannya tadi pagi Jonggun dengan tegas menolak permintaannya untuk pergi ke Rumah Sakit?
Jonggun dengan raut datarnya kembali berujar, "Gue gak mau ada mayat di kamar gue."
Mendengar kalimat 'kejam' yang keluar dari mulut Jonggun membuat Jungoo menghela nafas. Apakah Jonggun ini memang tak bisa jika berucap sedikit lembut?
Jas hitam yang Jonggun kenakan telah ia tanggalkan, menyisakan kemeja putih yang di gulung hingga sebatas lengan, Jonggun beranjak dari ranjang, sementara Jungoo masih diam tak bergeming.
"Cepet, Kim Jungoo!" Jonggun berucap sedikit kesal, pasalnya Jungoo masih tak beranjak dari ranjang.
Jungoo merapatkan bibirnya sebelum berbicara dengan pelan, "Gue susah jalan."
YOU ARE READING
Sangkar || GunGoo
Random"Hidup lo gak lebih dari sekedar peliharaan, lo gak bakalan bisa pergi walaupun itu cuma satu inchi." . . . . . •Jonggun x Jungoo
^^^^^^^^^^^
Start from the beginning
