Sinta merasa dirinya cantik. Pemuda dan orang kampung di sini mengakui. Apa karena ia bukan orang kaya? Yang mempunyai kesetaraan seperti perempuan itu?

Sinta mengepalkan tangan nya. Ia bertekad akan menemui perempuan itu dan memberikan peringatan. Tidak peduli siapa perempuan itu. Toh mereka sama-sama manusia.

****

" Non Cia. Non!!" Buk Titin berteriak memanggil Cia. Ia baru saja pulang dari pasar yang ada di kampung ini.

" Ada apa, Buk?" Kok nafas nya tersengal-sengal begitu. Buk Titin habis lari?"

Cia menatap Buk Titin yang tampak menarik nafas panjang.

" Non memang benar ya, kalau Non Cia lagi dekat sama Bang Jangkar?"

"Ha?" Cia menaikkan alis nya mendengar pertanyaan Buk Titin yang aneh bagi nya.

" Dekat bagaimana maksud nya, Buk? Saya kan baru kenal sama Bang Jangkar ini. Bagaimana bisa mempunyai hubungan dekat. Buk Titin ini dapat informasi dari mana? Jangar dengar berita hoax deh, Buk." Cia memutar bola mata nya malas dan jengah.

" Aduh Non. Itu di luar. Orang-orang pada ngomongin Non Cia sama Bang Jangkar. Lagi panas-panas nya berita di kuar sana. Ada yang lihat kalau Non Cia semalam ke rumah Bang Jangkar. Terus kemaren Non Cia juga makan berdua di rumah makan ya ga da di kota. Memang benar, Non?"

Cia meringis. Ia mengangguk. Buk Titin tampak menutup mulut nya dengan mata yang melebar karena terkejut mengetahui fakta nya langsung dari majikan nya sendiri.

" Jadi, Benar?" Gumam Buk Titin lirih.

" Kalau bagian saya ke rumah Bang Jangkar sama makan berdua itu memang benar, Buk. Tapi bukan begitu cerita nya."

" Terus cerita nya bagaimana Non?"

" Kemaren saya ketemu sama Bang Jangkar sama teman nya. Kalau nggak salah itu nama nya Zaki." Buk Titin mengangguk membenarkan.

" Terus di jalan saya ketemu mereka. Kebetulan mobil Bang Jangkar ini ban nya kempes daerah sepi yang nggak ada rumah orang di situ, Buk. Apalagi bengkel kan. Nah saya sama Bang Jangkar naik mobil saya ke kota. Nyampe di kota, Bang Jangkar itu ke bengkel nyuruh orang  bengkel itu memperbaiki mobil nya yang di tungguin sama teman nya ini."

" Terus, Bang Jangkar inisiatif menemani saya ke toko bunga itu. Ya saya terima saja, saya kan nggak tahu juga daerah kota itu kan. Karena saya merasa ada nya Bang Jangkar bisa membantu. Selesai membeli bunga kami pergi makan. Karena udah masuk waktu makan siang. Nah di sana kami ketemu tuh sama teman nya. Nama nya Dylan dan Supra. Kemaren saya sempat kenalan juga."

Buk Titin mendengar dengan seksama tanpa menyela sedikit pun.

" Nah kita pulang. Saya antar Bang Jangkar pakai motor ke rumah nya. Lalu, pas Pak Mamat lagi bersihkan mobil ternyata dompet Bang Jangkar ini ketinggalan. Yaudah saya antar saja ke rumah nya takut nya nanti Bang Jangkar itu perlu sama dompet nya. Begitu cerita nya, Buk. Jangan percaya sama berita di luaran sana yang hanya melihat tanpa mengetahui kebenaran nya."

Buk Titin tampak mengangguk. " Oo jadi begitu cerita nya. Saya kira Non Cia memang ada hubungan dengan Bang Jangkar. Tapi menurut saya, kalau memang ada hubungan pun tak masalah. Malah lebih bagus kalau Non Cia bisa dekat sama Bang Jangkar secara pribadi."

Buk Titin terkekeh sendiri dengan jawaban nya.

" Nggak mungkin deh, Buk."

" Lho kenapa tidak mungkin?"

" Bang Jangkar itu seperti tidak menyukai saya. Dia itu aneh terkadang hangat dan ramah. Lalu tiba-tiba menjadi dingin lagi seperti tidak pernah kenal sebelumnya. Bingung saya sama orang begitu." Desah Cia. Ia kembali memgingat kejadian semalam.

Jangkar Cinta (EBOOK READY DI GOOGLEBOOK/PLAYSTORE.)Where stories live. Discover now