O6. Awal Mula Semua Permasalahan

188 39 1
                                    

Beberapa jam berlalu begitu saja, Abrisam akhirnya pulang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Beberapa jam berlalu begitu saja, Abrisam akhirnya pulang. Dirinya langsung melangkahkan kaki menuju arah dapur untuk menengguk segelas air. Saat itu pandangan Abrisam tanpa sengaja memandang rapor milik adiknya. Dengan cepat, ia pun mengetuk pintu kamar Biru.

"Ru, gue masuk, ya?"

"Iya, Bang. Pintu gak gue kunci, kok."

Abrisam akhirnya masuk. Duduk di tepi kasur Biru, kemudian meletakkan rapor Biru. "Lo dapet peringkat lima, 'kan? Hebat banget adik gue ini," puji Abrisam.

Sebenarnya karena reaksi Shinta tadi, Biru sampai-sampai menurunkan ekspetasinya terhadap reaksi Abrisam. Namun, kakaknya itu ternyata malah memuji dirinya. "Lo gak kecewa liat peringkat gue, Bang?" tanya Biru hati-hati.

Abrisam menyiritkan dahinya, "Kenapa harus kecewa coba? Peringkat lima itu udah bagus, Biru."

"Bagus buat lo, tapi gak buat Bunda, Bang."

"Lo mau sesuatu gak? Ntar gue beliin," tawarnya.

Biru tampak berpikir, "Gue mau martabak manis boleh, Bang?"

"Boleh banget. Ayo, kita beli."

Tak perlu waktu yang lama untuk menempuh perjalanan menuju salah satu outlet martabak di daerah mereka. Setelah menunggu selama kurang lebih 20 menit, akhirnya Biru dapat membawa pulang pesanannya. Dengan senyum merekah, Biru menenteng plastik berisi martabak manis tersebut ke arah Abrisam.

"Asik, keliatannya seneng banget, nih," ucap Abrisam mengeluarkan motornya dari tempat parkiran.

"Makasi banyak, ya, Bang."

Baru saja menempuh perjalanan sekitar 5 menit, hujan tiba-tiba turun dengan deras. Sialnya, Abrisam tak membawa helm apalagi jas hujan. Karena berpikir mereka tak akan lama, Abrisam sengaja tak membawa kedua benda penting tersebut. Mau tak mau, mereka harus menepi terlebih dahulu.

"Hujannya makin deres, kita nepi dulu, ya, Ru?"

"Iya, Bang."

Saat akan berbelok menuju salah satu warung untuk berteduh, Abrisam dibuat terkejut dengan mobil yang tiba-tiba muncul di persimpangan. Akibat licinnya jalan dan kecepatan motor yang lumayan tinggi, motor Abrisam tak dapat terkendali. Dan kecelakaan tak dapat terhindar.

Kedua kakak adik tersebut langsung terpental. Martabak yang sedari tadi digenggam erat oleh Biru, berceceran di jalan. Abrisam yang masih bisa menyadarkan diri, dengan cepat berdiri menghampiri sang adik yang tergeletak di pinggir trotoar jalan.

"Biru, bangun." Abrisam memangku kepala sang adik. Menyebabkan darah Biru mengotori kaos putih miliknya.

Air matanya mulai mengalir, walaupun tak terlihat karena tertutupi air hujan. Abrisam dengan lirih mencoba meminta pertolongan. "Tolong telepon ambulance, Pak. Adik saya gak sadarkan diri."

Realize: Exchange | ᵗᵒᵐᵒʳʳᵒʷ ˣ ᵗᵒᵍᵉᵗʰᵉʳTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang