(preview) Kenangan 2013

6.1K 797 109
                                    

Seoul, 2013


...

...


Sebenarnya aku juga bukan pertama kali ini terlambat sekolah, pernah dua sampai tiga kali, alternatif untuk menghindari hukuman di jam pelajaran pertama yaitu memanjat gerbang.

Melepaskan tas sekolahku dan meletakkannya begitu saja, aku berjongkok di dekat tembok yang untungnya tidak terlalu tinggi. Tapi untuk ukuran anak perempuan tentu saja tinggi, apalagi Jeha lumayan pendek.

"Naik!"

"Hah?!!"

"Ayo cepet, bentar lagi kelas kamu mulai!"

"K-kamu nyuruh aku manjat?!"

"Ayo Jeha!" Desakku, "di situ ada tumpukan meja yang nggak dipake, jadi aman! Ayo!"

Jeha awalnya terlihat ragu, dan aku tahu dia tipe murid yang takut untuk melanggar peraturan sekolah, tapi karena jam pertama pelajarannya adalah matematika, anak itu pun mendecak dan akhirnya menaiki bahuku setelah melepas sepasang sepatunya.

"M-maaf ya!"

"Nggak apa-apa, kamu nggak berat," ujarku, menatap ke bawah. Saat ku rasakan dia benar-benar sudah berpijak pada kedua bahuku, aku berdiri perlahan-lahan, memastikan dia mencapai ujung dinding. "Hati-hati, Jeha."

"I-iya, bentaran."

"Ada kan bangkunya?"

"Iya ada."

Ku rasakan kedua kakinya itu sudah tak menginjak bahuku lagi, aku mendongak, melihatnya sudah duduk di atas pagar tembok sekolah. Ku pegangi tangannya kemudian dengan erat.

"Hati-hati turunnya, jauh nggak jarak bangkunya?" Tanyaku.

"Nggak jauh-jauh banget, bentar aku turun dulu."

Ada bunyi 'bruk' pelan seiring dengan dia yang kemudian melepas tanganku. 


...

...


Kalian tahu, sekarang aku dan anak perempuan itu benar-benar menjadi sangat dekat. Apalagi setelah dia menyatakan perasaannya lebih dulu– em, sebenarnya aku sampai tidak bisa tidur karena kepikiran dan cukup tidak menyangka.

Lucu. sangat lucu. sangat cantik.

Mungkin kalian berpikir Jeha adalah anak perempuan menyebalkan, menjengkelkan, berisik, sangat mengganggu, dan lain-lain dan lain-lain.

Ah, entahlah. Sejujurnya aku juga tidak mengerti kenapa bisa jatuh cinta padanya. Ngomong-ngomong... kepribadiannya bukan tipeku sekali, haha. Aku agak tidak menyukai orang yang berisik, pemaksa, dan menyebalkan.

Tapi... Jeha seperti medan magnet. Selalu ada sesuatu dari dirinya yang bisa membuatku berpaling pada gadis itu lagi dan lagi. Seperti sesuatu yang familiar, seperti kenangan lama yang datang kembali.

Sesuatu seperti... rumah yang kau rindukan.

Begitulah sosoknya di mataku.

Sejak awal aku melihatnya, sejak awal ketika papa sering menggendongnya saat dia kecil, dia sudah menarik perhatianku. Kehadirannya dalam hidupku untuk pertama kali, membuatku merasa bahwa kami berdua terlibat takdir yang sangat besar.

Seolah telah terjalin sebuah ikatan.

Ada beberapa ingatan abstrak yang sering muncul dalam benakku begitu saja ketika aku melihat Jeha. Ingatan menyakitkan, ingatan menyedihkan. Gambaran kilas balik yang tampak mengerikan.

Aku tidak tahu apa itu. Rasanya seperti sebuah halusinasi. 


...

...


Kami membuat makanan instan bersama di dapur. Jaemin yang terlalu banyak bergerak, aku hanya mengaduk-aduk rebusan mie dan tteokbokki dalam panci sementara dia menyiapkan ini dan itu.

Em, jujur. Ini pertama kalinya kami memasak bersama seperti ini– yahh meski tak bisa dibilang memasak juga, hanya membuat makanan instan.

Tapi sungguh, Jaemin tidak seburuk itu. Maksudku... dia benar-benar seorang anak yang sehat. Tidak memiliki penyakit mental atau sebagainya seperti yang dikatakan orang tuaku.

Kekurangannya hanya tak bisa bicara, itu saja.

Dan tak ada yang salah dengan itu, kan?

Kemudian, kami berdua makan di dalam kamar. Di kamarku, sambil menonton film kartun lewat laptop.

Awalnya kami hanya makan dengan tenang sambil menonton, hingga akhirnya aku menertawakan film yang kami tonton, begitu juga dengan Jaemin yang tertawa tanpa suaranya. Membandingkan karakter dalam kartun yang menurutku mirip Lucas, lalu entah mengapa aku jadi bercerita tentang teman-temanku yang konyol. Lucas dan Mark.

Jaemin tampak tergelak, seperti menikmati ceritaku sembari bertepuk tangan karena baginya itu lucu. Senyumnya terlihat begitu lebar, menandakan bahwa dia begitu terhibur dengan kecerewetanku.

Dan ya, aku tidak tahu mengapa tiba-tiba menjadi cerewet seperti ini.

"Tau nggak," aku menepuk lengannya, masih antusias bercerita, "ternyata pas Lucas ijinnya ke toilet dia ke kantin! Terus dia nggak tau kalo Pak Shindong nyamperin dia. Posisinya Lucas lagi minum es, sama Pak Shindong dijorokin tuh kepalanya, esnya masuk ke idung dia hahahaha!!"

Jaemin tertawa tanpa suara sekali lagi, kali ini lebih tergelak, ramyeon yang dia kunyah bahkan nyaris muncrat lalu kami akan tertawa lagi. Aku sendiri tak bisa menahan tawa, aku bahkan tertawa lebih keras dan memukul-mukul lantai.

Tapi saat itu, saat kami berdua tertawa bersama, saat aku memandangnya yang tertawa. Entah mengapa seperti ada listrik jutaan volt yang menyengat tubuhku. Sekelebat sosok familiar muncul dalam benakku, ketika aku memandang Jaemin.

Seorang pria dengan pakaian sutra hitam, tertawa dengan cara yang sama seperti Jaemin.

Tawaku memudar seketika, aku menatap saudaraku dengan jantung berdebar.

Kenapa... bayangan sosok itu terus muncul mengikuti Jaemin? 

Dear, you [DEAR J II]Where stories live. Discover now