1

36 6 3
                                    

"Mada, kamu nggak capek cakep terus?"

Di samping meja Sidra berbisik, menutup mulut dengan sebelah telapak tangan. Seperti biasa, ia mencuri-curi kesempatan untuk dekat dengan Sang Bintang Sekolah. Kelas sepi pada jam istirahat, sebagian besar anak memilih jajan atau duduk di luar.

Kautsar tak menggubris perempuan di sampingnya, sibuk menekuri buku di tangan. Di seantero sekolah, mungkin hanya dia yang tak terpikat gadis ayu nan ramah bernama Sidratul Muntaha. Padahal, di antara siswi-siswi, Sidra jelas mencolok lantaran mukanya lebih cocok berada di sekolah Timur Tengah. Dia tak terkesan oleh mata berbulu lentik yang senantiasa menatap penuh minat. Tidak pula pada pipi berlesung dalam tiap kali gadis itu tersenyum walau sedikit.

"Ck dicuekin." Bibir Sidra mencebik. "Nggak papa deh, kutungguin sampai kamu suka."

Kautsar melirik jengah, mengambil selembar uang dari saku lalu melambaikannya pada Sidra. "Nih, jajan aja sana!"

"Iihhh ini apa? Nafkah?" Pekik Sidra girang.

Belum sempat sarkasme Sidra dijawab, beberapa anak memasuki kelas dan ramai. Satria, bocah tinggi dengan perawakan besar mirip Giant dalam animasi Doraemon, menghampiri Sidra.

"PR udah belum Sid?" Ia mengibas rambut panjang perempuan yang kemudian memberi pelototan. "Ah pasti lagi nyepik Kautsar ya biar dapet contekan. Eh Mas Mada deng."

Sidra merengut namun membalas juga. "Enggak kok. Lagi nyepik buat masa depan."

Beberapa anak lain terkikik mendengar dialog mereka. Mas Madanya Sidra, adalah julukan lain bagi Kautsar yang diketahui seantero sekolah, termasuk ibu dari lelaki tersebut.

Namun Kautsar dengan ekspresi seadanya, selalu menunjukkan ketidaktertarikan. Ketika menjadi subyek pembicaraan, ia memilih sibuk dengan isi kepalanya seolah tiada manusia lain. He's socially don't care.

Umumnya laki-laki akan sesumbar dan besar hatinya sampai mau meledak, jika ada makhluk rupawan yang menyukai. Tapi Kautsar lain, mungkin baru terpesona bila Sidra berbentuk buku atau objek yang bisa diteliti. Makanya ketika ditanya apa perasannya pada Sidra, Kautsar menjawab:

"Cuma orang nggak normal yang suka sama Sidra."

Siapa yang tahu bahwa di masa depan, orang tidak normalnya ada dia sendiri.

*
**
***

Setelah menyelesaikan santap malam di tengah rasa tercengang, Sidra mulai memperhatikan sosok Kautsar. Tak paham bagaimana caranya pria yang ia lupa pernah eksis itu kini duduk di hadapan sang ayah. Kautsar berbeda dengan yang terakhir ia ingat. Tubuhnya lebih tinggi sekitar 10 cm, mata yang dulu sering menatap galak kini berkacamata. Jika Kautsar muda memilih pakai jaket jeans, sekarang punggung lebarnya dilapisi jas hitam.

Dan apa kata ayahnya tadi, calon suami?

"Saya izin bawa Sidra keluar ya Pak?" Kautsar mengajukan permintaan.

"Oh ya silakan, dibawa aja. Nggak usah balik juga nggak papa." Tutur ayah sidra.

"Iya pak, mau saya adopsi jadi istri, boleh?"

"Waduh boleh banget. Tak bayar malah hahaha."

Keduanya terbahak. Sidra ternganga menyaksikan posisinya yang bagai barang dagangan dalam sebuah transaksi. Dan Kautsar, apa-apaan? Dia berencana mengadopsi istri yang pernah dikatainya paling bodoh sedunia?

Sidra tak melewatkan kelingan nakal pria itu. Sesuatu yang sangat bukan Kautsar.

Ah, mungkin Kautsar yang lama sudah mati. Berganti cogil premium yang berani-beraninya menggandeng tangan sidra keluar ruangan. Terang saja dihempas tangan itu, Sidra bukan perempuan murahan kecuali dapat 2 miliar. 

"Apa-apaan sih?" Geram Sidra.

Tak akan lagi ia biarkan Kautsar mengacak-acak lagi hatinya yang sudah disusun model istana. Sidra bukan lagi gadis 17 tahun naif. Ia wanita mandiri, Beauty Vlogger ternama dengan rate card jutaan dan tak seorang Kautsar pun boleh main-main. Lantas ditatapnya mata di balik lensa, sorotnya masih sama, menimbulkan debar aneh yang pada akhirnya memalingkan Sidra. Bukan, ini bukan lagi debaran cinta. Tapi debar ganjil bercampur rasa ingin menyentil kening Kautsar. 

"Nggak apa-apa. Saya menemui ayah kamu, melamar jadi menantu, salah?" Kautsar mengatakan seakan itu hal paling wajar di dunia. 

"Ya salah. Kamu dateng-dateng minta jadi suami. Kirain udah mati, eh tiba-tiba muncul kayak zombie." Sengaja Sidra berkata pedas untuk menampar kesadaran Kautsar.

Anehnya lelaki itu malah terkekeh, "Tenang, kamu aman. Zombie kan makannya otak."

"Hah? Maksudnya?"

"Nggak. Nggak ada." Masih dengan tawa yang Sidra tak mengerti. 

Mereka berjalan berisisian. Sidra mengerti isi kepala lelaki di sampingnya, dari dulu secuil pun tidak. Ketika dikira mereka sudah takkan lagi beririsan hidup, nyatanya Kautsar hadir. Membawa lagi kemarahan, rasa familiar dan teka-teki untuk Sidra selesaikan. Sudah sejauh ini ia menghindar, berjalan di takdirnya sesuai kemampuan. Ratusan hari terlewat, menumpahkan kagum tak berbalasnya pada Kautsar dalam bentuk kerja keras, eh pria itu melenggang kembali dalam cara yang pernah Sidra impikan. Harus bagaimana? 

Mumpung perasaannya sudah padam, mumpung tak ada waktu memikirkan asmara, dan mumpung Kautsar masih asing, Sidra ingin mendepak jauh-jauh. Seperti yang Kautsar pernah lakukan dulu. Sebab jika juteknya saja membuat kalang-kabut, apalagi hangatnya, Sidra takkan mampu. Pria itu punya bakat menariknya kembali dalam pusaran yang sama. Bila menyukai Kautsar adalah kesalahan, Sidra ini keledai bodoh yang jatuh berkali-kali. Sekarang takkan lagi.

Belum usahanya dilaksanakan, Kautsar malah menembakkan satu manuver.

"Bunda nanyain kamu. Sidra kok nggak pernah pulang kampung?" Melepas kacamata, Kautsar mengatakan sungguh-sungguh. "Kata Bunda kamu calon mantunya paling berdedikasi." Ia menambahkan senyum di akhir kalimat. 

Sidra? Calon mantu?

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sidra? Calon mantu?

Calon Arang kali ah.


Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 04, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Pulang Ke Masa LaluTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang