"Ayah, apa-apaan, sih?" Xiang tersenyum malu mendengar lawakan itu. "'Duta Kevin Huo' ini toh kalau di ruang kerja Penjahit Feng cuma bawahan."

Ling ikut tersenyum melihat Xiang yang coba merendah, tetapi gagal menutupi rasa bangga di wajahnya.

Menjadi duta Kevin Huo pada dasarnya membanggakan, tetapi Feng Xiang baru benar-benar bangga waktu orang tuanya memuji. Menggemaskan!

Meskipun sudah lama meninggalkan pekerjaan menjahit, rangkaian manik-manik Xiang masih sangat apik, indah seperti pemasangnya. Menggunakan ponsel, Ling memotret pria itu ketika merangkai manik-manik, berdalih 'mungkin aku bisa belajar dari foto ini, kalau-kalau ingin membantu Nenek', tetapi rona kegirangannya tak sejalan dengan dalih itu. Wajah Xiang saat sedang bersungguh-sungguh punya pesonanya sendiri. Mana mungkin Ling melewatkan?

Beruntung, Xiang kelihatannya tidak keberatan gambarnya diambil.

An dan Ruirui pulang setelah makan malam sehingga tinggallah keluarga Feng dan 'putri' baru mereka, Ling. Berlima mereka menikmati sup pangsit bian rou dalam balutan pakaian santai. Bahkan Ling yang awalnya mau pakai T-shirt polos dan celana piyamanya saat tidur saja akhirnya mengenakan pakaian itu sejak makan malam. Apa boleh buat? Xiang memaksanya ganti pakaian karena tahu betapa tidak nyamannya pakai pakaian yang sudah berkeringat selama perjalanan.

Sungkan yang Ling rasakan ketika pertama bergabung di meja makan langsung menguap begitu makan malam dimulai. Ia duduk di antara ayah Xiang—di kepala meja—dan Xiang. Hampir saja ia pindah karena menganggap itu harusnya tempat Yang, tetapi Xiang menahannya, bilang itu tidak masalah. Mereka lantas menikmati santapan rumahan yang membuat Ling berharap kewajiban diet untuk para model tidak pernah ada. Lumpia yang ibu Xiang masak menjadi rebutan Ling dan Tian, mengingatkan Ling pada keributan kecil di meja makannya sendiri, hanya saja saat ini lawannya bukan Wei. Perselisihan itu berakhir dengan Xiang merelakan bagiannya untuk Ling.

Bisa-bisanya aku rindu Nenek di saat seperti ini.

"Seru sekali melihat kalian! Aku jadi ingat zaman sekolah dulu kalau hampir kehabisan jatah gorengan lauk makan siang."

Tawa ayah Xiang menyadarkan Ling bahwa dirinya sedang berada di kediaman Feng, bukan rumah sendiri. "Ma-Maafkan ketidaksopanan saya ...."

"Tidak apa-apa, tidak apa-apa. Salahku juga tidak langsung menggoreng lebih, padahal sudah kusiapkan kalau mau tambah," ucap ibu Xiang dengan sisa tawa pula. "Ketiga anakku tidak pernah berebut makanan, semuanya selalu buat A-Tian. Ah, kalau dipikir-pikir, mereka jarang sekali berselisih, jadinya aku merasa terhormat melihat kalian menyukai masakanku sampai memperebutkannya."

Mendengar ini, Ling jadi terpancing buat menggodai Tian, lupa lagi posisinya sebagai tamu di rumah itu. "O-ho, ternyata makanmu banyak, ya? Heran juga mengapa kau tidak tinggi-tinggi."

"Berisik! Setidaknya, aku bukan tamu yang bertindak seenaknya sendiri di rumah pejamunya!"

Begitulah makan malam itu menjadi makan malam teramai dalam sejarah keluarga Feng.

Kebersamaan keluarga Feng berlanjut ke ruang tengah lagi, di mana mereka melanjutkan perbincangan yang sempat terputus tadi siang. Tahu-tahu saja, obrolan itu berakhir dengan ibu Xiang yang gatal ingin menunjukkan foto masa kecil putra-putranya kepada Ling. Ide ini ditolak keras, semula oleh Xiang dan Tian, tetapi setelah Ling dengan penuh semangat mengatakan ingin melihat foto-foto itu, entah bagaimana protes Xiang tidak terdengar lagi.

Album foto keluarga Feng yang telah menguning benar-benar dibuka oleh awal-mula keluarga itu terbentuk: foto pernikahan ayah dan ibu Xiang, 32 tahun yang lalu. Mungkin agak terlambat bagi Ling, mungkin juga karena keriput yang mulai muncul di wajah pasangan Feng, tetapi dari foto masa muda itu, Ling baru menyadari dari mana Feng bersaudara mendapatkan wajah rupawan mereka.

Kevin Huo's Proposal ✅Where stories live. Discover now