Delapan puluh tujuh.

Start from the beginning
                                    

"Ada gak?" Tanya orang yang badannya paling besar diantara mereka.

"Berkas yang kita cari gak ada bang. Tapi ini ada satu berkas yang kayaknya bakal berguna. Pembangunan vila di bali"

"Bawa" yang diperintah mengangguk.

"Total uang 50 juta bang. Bawa sekalian?"

"Bawa juga"

"Bang. Gue rasa brankas di rumah ini gak cuma satu" ucap satu orang lagi membuat Renjun melebarkan matanya. Renjun diam diam meraih telepon ruang kerja Guanlin.

"Mau apa lo?!" Bentak lelaki tinggi yang menodongkan pisau kepada Renjun dan sontak menepis tangan Renjun membuat telepon itu jatuh. "JANGAN BERANI BERANI LO MACEM MACEM ATAU GUE HABISIN LO!"

"Jangann.. saya mohon jangan. Ambil semuanya asal kalian tidak menyakiti saya dan anak saya"

"Bang, bukannya dia punya anak dua ya?"

"Setau gue juga iya"

"Bang, kalau ini laki cantik kita gilir, gimana ya bang sama suaminya?" Saut satu orang lagi yang kemudian membuat mereka bertiga tertawa.

"Gue yakin dia bakal habisin kita semua"

"Paaaa.. hiks... papaaaa... papiiiii" suara Ayden membuat mereka semua terdiam dan menoleh ke arah pintu.

"Ya Tuhan, kak.. kenapa keluar" batin Renjun takut.

"Lo ikat dia. Biar gue urus bocah itu" satu laki laki yang memasukan semua isi brankas ke dalam tas sontak berdiri dan keluar.

Renjun memberontak kala tubuhnya akan di ikat, Mingrui menangis dengan sangat kerasnya bahkan Renjun dapat mendengar teriakan dari Ayden di luar sana.

"Jangan! Jangan! Ayden!!! Jangan"

Brughhhh

Tubuh Renjun terjatuh begitu saja. Ia kehilangan kesadaran kala kepalanya di pukul dari belakang. Ia jatuh dengan Mingrui di bawahnya.

"Gue gak bisa sabar ngehadapin pemberontak seperti ini"

Tetangga sebelah, Haechan dan Mark yang baru saja menyelasaikan aktifitas malamnya itu sontak mengerutkan keningnya.

"Babe, kamu denger suara teriakkan gak sih?"

Haechan diam sejenak. "Iya. Kayak dari rumah Renjun ya?"

Mark mengangguk. Ia kembali memakai boxernya. "Lagi olahraga malam juga kali? Kayak kita?"

"Tapi masa segitunya babe? Aku tadi juga denger suara tangisnya Ayden sih. Ayden kalo nangis kan nyaring banget ya?"

Haechan mulai kepikiran dengan ucapan suaminya barusan.  "Babe, kamu bersih bersih dulu coba. Aku mau lihat ke balkon bentar"

Haechan mengangguk, menuruti perintah Mark. Mark kemudian pergi ke balkon yang berada di belakang kamarnya, sepi. Ia kemudian pergi ke balkon depan rumahnya. Ia semakin mengerutkan keningnya kala melihat mobil Renjun baru saja keluar dari rumah.

"Jam setengah 2 pagi? Mau kemana Renjun?" Gumam Mark. Ia kemudian masuk menghampiri Haechan di kamar mandi.

"Babe, coba tanya Renjun dia mau kemana babe. Ini hampir jam 2 pagi tapi Renjun keluar"

"Hah? Keluar? Kayaknya tadi dia bilang di grup kalau di rumah sendiri deh kak. Soalnya Guanlin lagi lembur di Bandung"

"Loh? Terus Renjun kemana? Perasaanku kok gak enak ya? Kayak ada yang aneh"

"Bentar kak" Haechan yang ikut panik segera menelfon Renjun namun ternyata panggilan itu tidak terhubung.

"Hpnya gak aktif kak. Apa berantem sama si tiang ya?"

"Bentar" Mark ikut mencoba menelfon Guanlin, hingga pada panggilan ketiga Guanlin mengangkat telfonnya.

"Iya abang? Kenapa?"

"Lin, Lo udah di rumah?"

"Belum, bang. Gue baru kelar, ini lagi perjalanan pulang. Mungkin sekitar sejam lagi sampai"

"Lin, Gue lihat Renjun keluar. Terus pagar rumah lo juga gak ketutup"

"Hah? Kemana bang?"

"Nah itu gue juga gak tau"

"Bang, tolong bang. Tolong periksa ke rumah gue. Jujur perasaan gue gak enak dari tadi"

Mark mengangguk. Tanpa memutus panggilan itu, ia segera berlari bersama Haechan menuju rumah Renjun. Mereka berdua langsung masuk begitu saja melalui pintu belakang rumah.

Keduanya sontak menegang kala melihat Rumah yang selalu rapi itu kini berantakan.

"Bang? Gimana?"

Mark tidak menjawab. "Babe, kamu coba cari ke atas. Aku cari disini"

"I-iya kak"

"Bang? Kenapa?" Tanya Guanlin semakin panik.

"RENJUN?!" Pekik Mark melihar Renjun tergeletak dengan darah segar di kepalanya.

"Piiiiiii hiksss" Mark sontak langsung menggendong Mingrui yang tubuhnya terbelit kain itu. Ia melepaskannya dan langsung memeluknya.

"BANG MARK?! KENAPA?" Teriak Guanlin lagi di dalam panggilan mereka.

"Lin, rumah lo kayaknya kerampokan. Lo cepetan pulang. Gue ijin bawa Renjun ke rumah sakit" ucapnya yang kemudian sontak menelfon rumah sebelah mencoba meminta bantuan.

"KAK MARKKK!!! KAKKKK TOLONG! TOLONG AYDEN!!"

Mark sontak berlari, ia menggendong Mingrui mencoba menenangkan keponakannya itu. "Babe? Kenapa?"

"Kak, kayaknya Ayden di kunci di dalam kamar mandi kak" ucap Haechan panik karena samar samar tadi ia mendengar suara tangis Ayden.

"Babe, gendong Rui dulu ya. Aku coba dobrak. Aku tadi udah telfon Jeno. Dia udah jalan kesini. Renjun luka di bawah"

"Ya Tuhannn.." tanpa sadar Haechan ikut menangis menggendong Mingrui. Jujur ia kini sangat sangat panik.

"Bang Mark" panggil Jeno yang datang dengan tergopoh.

"Jen, bantuin gue dobrak pintu ini"

Jeno mengangguk, Mark menoleh pada Haechan. "Babe, kamu ke Renjun aja. Jangan pegang apa apa dulu. Sama telfon polisi dan ambulan"

Haechan menggangguk dan masih terisak. Jeno dan Mark kemudian mencoba mendobrak pintu kamar mandi.

"Ya Tuhan!" Mark dan Jeno langsung menghampiri Ayden yang sudah terduduk lemas di samping closet. Hati keduanya seolah ikut merasakan pedihnya bagaimana ada orang yang tega mengunci balita seperti Ayden di kamar mandi kecil dan dengan posisi lampu di matikan dan tangan serta kaki terikat.

"Paa.. piii..." lirih Ayden tidak berani membuka matanya.

"Ayden, ini Uncle Mark sama Uncle Jeno ya. Ayden bisa denger uncle kan?"

Ayden mengangguk pelan. "Takut.. den takuttt"

"Tenang ya Ayden? Kamu udah aman" lanjut Jeno mengusap punggung Ayden.

Tidak lama terdengar bunyi sirine ambulan yang berbarengan dengan mobil polisi datang.

"Korban segera di bawa ke rumah sakit, tolong ada satu atau dua yang menemani dan sebagian tetap disini untuk kami minta kesaksian.



Tbc

*******

ᴊᴀɴɢᴀɴ ʟᴜᴘᴀ ᴍᴇɴɪɴɢɢᴀʟᴋᴀɴ ᴊᴇᴊᴀᴋ ᴅᴇɴɢᴀɴ ᴠᴏᴛᴇ ᴅᴀɴ ᴋᴏᴍᴇɴ ᴀɢᴀʀ ᴀᴋᴜ ᴍᴀᴋɪɴ ʀᴀᴊɪɴ ᴜᴘᴅᴀᴛᴇ! ʜᴇʜᴇʜᴇ

~~~~~~~~~~~~

Konflik lagi konflik lagi.
Maafin aku yang lagi gaada ide buat uwu uwuan keluarga cemara ini :(

Kisah Papa Papi - GuanrenWhere stories live. Discover now