2

178 32 0
                                    

Cast:
OC: Lastri

.

.

Kota Yogyakarta di malam hari terasa cukup dingin. Kepulan asap yang berasal dari cangkir berisi kopi hitam milik Hans nampak cukup mengepul dan menguap perlahan saat pemuda Belanda itu membawanya ke teras rumah.

Kebiasaan Hans saat waktu luang adalah duduk dengan nyaman, ditemani secangkir kopi hitam dan juga sebuah buku yang siap ia baca.

Hans duduk di kursi kayu yang ada di teras rumahnya, mulai membuka buku novel berbahasa Inggris kemudian dengan perlahan membaca setiap kata yang ada.

Larut dalam cerita bukunya, lambat laun sayup-sayup ia mendengar sebuah suara alunan musik yang terdengar cukup jauh. Rumahnya berada di kawasan komplek perumahan kelas menengah ke atas yang rata-rata di miliki oleh pejabat atau oeang-orang dengan pekerjaan dengan gaji mentereng seperti pengusaha atau aparatur negara.

Atensinya sudah tidak bisa lagi masuk ke dalam novelnya. Hans yang kepalang penasaran pun akhirnya memilih untuk menaruh bukunya dan berjalan menuju pagar rumahnya.

Suara alunan musik itu masih terdengar jauh, namun cukup jelas masuk ke telinganya saat ia mendengarkannya dari dekat pagar.

"Sedang apa, Tuan?"

Hans menoleh saat suara asisten rumah tangganya, Lastri, menegurnya.

"Kamu mengagetkan saya, Lastri." ujar Hans pelan namun sedikit tersenyum.

"Maafkan saya, Tuan." ujar Lastri tak enak.

"Ya, tidak apa-apa. Oh, kamu dengar suara itu?"

Lastri terdiam sejenak untuk mencari suara apa yang dimaksud oleh tuan mudanya itu.

"Suara musik itu, Tuan?" tanya Lastri memastikan.

Hans mengangguk. "Iya, suara musik itu. Dari mana asalnya? Suara musik apa itu?" tanya Hans.

"Itu suara alat musik gamelan, Tuan. Memang salah satu tetangga ada yang memiliki sanggar seni untuk latihan alat musik gamelan dan tari daerah. Mereka suka latihan saat malam hari." jawab Lastri menjelaskan.

"Ooh, begitu."

"Iya, Tuan. Saya permisi dulu, Tuan."

Hans hanya mengangguk dan membiarkan Lastri untuk pergi dari hadapannya. Sejenak ia kembali mendengarkan bagaimana alunan musik gamelan itu di mainkan. Baru pertama kali baginya mendengar suara yang sangat berpadu namun memberikan kesan sakral dalam suaranya. Sangat berbeda dengan alat musik yang biasa ia mainkan seperti piano dan saxophone di rumahnya yang di Jakarta dan Belanda.

_____________________

Matahari sudah naik ke permukaan, memberikan rasa hangat pada pagi hari di Yogyakarta yang sejuk.

Di kursi meja makannya, Hans tengah menyantap sarapan paginya dan juga menikmati secangkir kopi hitam seperti biasa, dengan beberapa lembar surat yang sudah diterima oleh Lastri beberapa hari sebelum kedatangannya ke rumah singgah.

"Permisi Tuan, ini ada surat lagi untuk Tuan." ujar Lastri menginterupsi kegiatan tuan mudanya itu.

Hans menerima sebuah amplop yang nampak berbeda dengan amplop surat kebanyakan. Bahannya kaku, dengan warna putih krem dan sebuah stempel lilin yang menjadi perekatnya.

Hans membuka amplop itu yang ternyata adalah sebuah undangan pesta pernikahan. Ada sepucuk lipatan kertas kecil juga di dalamnya, dengan tulisan tangan yang tak asing di matanya.

"Datanglah dengan membawa sekotak stroopwafel. Calon istriku akan kegirangan dengan hadiah itu."-Darmo.

Hans tersenyum melihat isi pesan teman lamanya itu. Ia kembali melipat kertasnya dan membaca detil undangan pernikahan yang ia terima. Pesta akan diadakan hari Minggu nanti di kediaman Darmo, dan tentu saja ia akan datang di hari bahagia teman sekolahnya itu.

Si Lengger LanangWhere stories live. Discover now