BAB 1

82.7K 3.9K 118
                                    

" Kau adalah lembar lembar usang akan mimpi yang hanya pernah terucap. " - Unknown

                              ****

  

“ Istrinya Tuan Bram hamil,Len.” Ucap Ibu Hana, kepala pengurus rumah tangga di rumah ini menghentikan gerakan Kirana yang sedang mengiris tomat. Jantungnya terasa berhenti berdetak begitu mendengar suara tawa bahagia empat pembantu lainnya.    

“ Anak mereka pasti cantik cantik dan ganteng ganteng.” Tukas Ima, pembantu yang sudah bekerja cukup lama. Kirana menelan ludahnya dengan susah payah. Berkali kali Ia berusaha berkonsenterasi dengan pekerjaannya.

Ia tidak mau lagi mendapat teguran di pagi hari seperti hari hari yang lalu namun  semuanya gagal begitu mendengar berita tersebut. Entah bahagia atau rasa sakit yang layak untuk Ia rasakan.    

Lima orang dalam dapur itu menatap kearah Kirana yang menjerit kecil saat tidak sengaja mengiris tangannya. Kelimanya hanya mendengus pelan tanpa menghiraukannya. Ibu Hana juga tidak ada bedanya. Wanita paruh baya itu menatap tajam kearahnya walau dengan begitu jelas menatap darah yang mengalir dari jari Kirana.     

“ Ya iyalah. Namanya Calon Ayah dan Ibu juga cakep. Udah itu asal usulnya jelas lagi. Enggak malu maluin.” Sindir Juny lagi lagi membuat Kirana menahan nafas. Mengusap air mata yang terjatuh, Kirana segera menghisap darah yang mengalir itu lalu berjalan meninggalkan kelima pelayan itu.     

Berkali kali Ia mengusap air mata yang terjatuh. Tidak dapat Ia pungkiri ada rasa sakit hati begitu mendengar berita yang seharusnya menjadi kabar bahagia untuk semua orang. Rasa sakit hati akibat penantian yang lama kini terbalas dengan kejam dan tidak berperasaan. 

Benar, benar semua kata orang padanya. Ia hanya perlu menanti hari ini datang. Dan semuanya sudah datang. Seketika itu dirasakannya air matanya berhenti mengalir berganti menjadi kebencian yang mendalam. Terlalu dalam hingga mengikis habis sisa sisa cinta yang masih ada.     

Seharusnya Kirana sadar Ia tidak boleh berharap terlalu jauh. Hal itu sama saja mencoba menyakiti dirinya sendiri. Dan kini lagi lagi Kirana harus mengakui dirinya bodoh. Terlalu bodoh hingga menjerumuskan dirinya kedalam siksaan menyakitkan.    

Kirana menghentikan langkahnya ketika melihat Bram berjalan keluar dari kamar. Pria tampan itu memberikan tatapan malas kearahnya lalu dengan cepat Bram berjalan melaluinya, tanpa bertegur sapa atau sekedar senyuman basa basi, selalu seperti ini. Atau mungkinkah hanya dirinya yang terlalu tolol dengan semua ini?     

Mengusap sekali lagi air matanya, Kirana menarik nafas pelan. Kalau Bram bisa melakukan hal ini semudah itu, maka ijinkanlah Ia melakukan hal yang sama. Jika Bram bisa menyakinkan dirinya betapa cintanya Ia kepada Istrinya dengan kehamilan itu maka kali ini giliran Kirana membuktikan cintanya kepada cabang bayi dalam rahimnya, Ia akan merawat bayi dalam kandungannya dengan baik tanpa seorang Ayah.

Persetan dengan semua penderitaan dan makian yang Ia dapatkan, Ia tidak akan pernah lagi sendiri menghadapi semua siksaan menyakitkan ini karena kini Ia sudah memiliki anaknya, anak yang akan Ia jaga dengan baik.

-

-

-

     

Setelah dua jam melakukan pekerjaan rumah, Kirana mengayung sepedanya dengan hati hati kerumah Jane, seorang wanita yang sudah Ia anggap sebagai Ibu kandungnya sendiri. Mengetuk pelan pintu rumah kecil itu, Seorang wanita paruh baya keluar dari rumah itu. Sebuah senyum terlukis indah diwajah keriputnya. Jane memeluk Kirana dengan hangat.

Black PaperWhere stories live. Discover now