Aku terjatuh pingsan di tengah hujan deras, tubuh ku bahkan basah kuyup oleh tetesan air yang turun tanpa henti. Kebetulan, mobil mewah Arthur melintas di jalan yang sepi. Warga sekitar yang melihat kejadian segera berteriak meminta tolong kepada Arthur.
Para warga berusaha memberi pertolongan, dan mobil Arthur dihentikan. Mereka dengan hati-hati menyalakan lampu hazard untuk memberi tanda kepada pengemudi lain bahwa ada keadaan darurat. Sementara itu, beberapa orang membawa payung untuk melindungi tubuh ku dari guyuran hujan.
Arthur dengan cepat keluar dari mobilnya, dan dengan bantuan warga, mereka menempatkan ku di kursi belakang mobil yang nyaman. Suara siren ambulans mulai terdengar di kejauhan. Dengan sigap, Arthur mengemudikan mobilnya menuju rumah sakit terdekat, sementara warga yang baik hati ikut mengawal.
Selama perjalanan, Arthur tetap tenang, mencoba memberikan yang terbaik padaku saat aku masih pingsan di kursi belakang. Warga sekitar tetap berdoa agar aku segera pulih.
Sesampainya di rumah sakit, tim medis segera mengambil alih, memberikan perawatan yang diperlukan kepada ku.
Kejadian ini menjadi bukti kepedulian dan solidaritas dari masyarakat, serta menunjukkan bahwa dalam saat-saat sulit, bantuan dan kebaikan dari orang lain dapat menjadi penentu nasib seseorang yang membutuhkan pertolongan.
Sesampainya di rumah sakit, aku segera mendapatkan perawatan yang diperlukan dari tim medis. Sementara itu, Arthur berniat untuk pergi, namun petugas rumah sakit mendekatinya dengan serius.
"Pak, kami membutuhkan informasi lebih lanjut tentang kondisi nona Emilia. Kami perlu tahu riwayat medisnya dan kontak keluarganya," ungkap petugas rumah sakit.
Arthur terkejut, lalu menjelaskan bahwa dia hanya seseorang yang kebetulan melintas dan memberikan pertolongan. Namun, petugas rumah sakit tetap bersikeras.
"Kami perlu tanda tangan keluarga atau wali yang sah untuk melanjutkan perawatan ini. Sampai ada keluarga yang datang, Anda sebaiknya tetap di sini," kata petugas rumah sakit dengan tegas.
Arthur merasa bingung, tapi akhirnya setuju untuk tinggal di rumah sakit sambil menunggu keluarga Emilia atau informasi lebih lanjut.
Arthur merasa kesal, menyadari bahwa tindakannya menolong Emilia telah mengganggu jadwal pekerjaannya. Dalam ketidakpastian di rumah sakit, ia mulai merenung tentang tugas dan tanggung jawab yang tertunda. Meski penuh rasa empati terhadap kondisi Emilia, kegelisahan terus menyelinap dalam pikiran Arthur.
Sementara menunggu, Arthur mencoba menyelesaikan beberapa pekerjaan melalui ponselnya, tetapi sulit berkonsentrasi. Rasa khawatir dan ketidakpastian mengganggu fokusnya. Meskipun kesal dengan situasi yang terjadi, Arthur tetap di samping Emilia, berharap keluarga atau informasi lebih lanjut segera datang untuk mengatasi keadaan ini.
"Dasar brengsek, kalau saja aku tahu begini, aku tidak akan mau menolong perempuan itu, sekarang semuanya terbengkalai," geramnya
Pria tampan tersebut kemudian menghubungi salah satu asistennya.
"Joan, tolong atur pertemuan ku dengan tuan Maurice, sepertinya aku sedikit terlambat bahkan kurasa, aku tidak bisa datang," pungkasnya
"Baik tuan, akan saya atur," sahutnya
Pria tampan tersebut kemudian mematikan ponselnya dan duduk di sebelah Emilia.
Dia mengenal nafas panjang, menatap perempuan berambut lurus yang sedang tertidur pulas
"Kau sangat menyusahkan!" Geramnya
Dia kembali memainkan ponselnya sambil sesekali menghilangkan kebosanan, namun... Sekitar setengah jam kemudian Emilia membuka matanya, tentu saja dia merasa kaget karena tiba-tiba dia berada di dalam satu ruangan rumah sakit.
"Ini dimana?" Tanya ku
Pria tampan itu menoleh ke arah ku dan menatapku kesal
"Kau berada di rumah sakit, tadi kau pingsan dan aku membawamu ke sini, benar-benar menyusahkan! sekarang hubungi keluargamu dan suruh mereka ke sini, karena aku ada urusan penting," ujarnya
Aku mengerutkan keningnya, bibirnya bergetar.
"Keluarga? Maksudnya?" Tanya ku penasaran
Arthur menghela nafas panjang
"Jangan berpura-pura amnesia, Kau hanya pingsan dan tidak mungkin kehilangan ingatan," geram Arthur
Aku menggelengkan kepalanya Dia meyakinkan Arthur kalau dia memang tidak mengingat apapun.
"Aku tidak mengingat apapun bahkan namaku sendiri," sahutnya
Arthur mengeluarkan tanda pengenal dari tas milik ku.
"Namamu Emilia, dan ini kartu mengenalmu, jangan berpura-pura bodoh atau aku akan membuatmu bodoh beneran," sahut Arthur
Aku kembali mengerutkan kening ku dan berusaha mengingat, kemudian atur memanggil dokter untuk memastikan galau perempuan itu benar-benar amnesia.
Dokter kemudian datang dan mengecek kondisi, aku benar-benar tidak mengingat apapun.
Setelah dia mengecek kondisiku selama beberapa menit lalu dia menemui Arthur
"Maaf sepertinya memang terjadi benturannya cukup keras saat dia terjatuh ke aspal, tapi ini bukan amnesia permanen karena bisa saja ingatannya kembali," ucap dokter itu
Arthur mengeram kesal, pertama dia harus menolong perempuan itu karena pingsan di pinggir jalan dan sekarang dia tidak mungkin meninggalkan perempuan itu di rumah sakit.
Saat dokter pergi meninggalkan Arthur, pria itu berdesis kesal
"Sialan, sepertinya aku harus membawa perempuan itu ke rumah karena aku tidak tahu seperti apa keluarganya dan mungkin aku akan mencari tahu melalui identitasnya," ucap Arthur marah
Pria tampan tersebut kemudian masuk ke dalam kamar dan menetap ke arah ku, tentu saja aku takut dan menundukkan kepala ku
"Kata dokter kau sudah boleh pulang, sekarang ikut aku pulang," ucapnya
Aku mengerutkan keningku, aku benar-benar tidak ingat siapa pria yang ada di hadapanku ini
"Memangnya kau siapa? Kenapa memintaku pulang," sahutnya
Arthur menghela nafas panjang
"Karena aku adalah tuan mu mulai saat ini," ucapnya
KAMU SEDANG MEMBACA
PEMBANTU DI ATAS RANJANG 21+💦
Romansahai ini adalah story gabungan dari Cressida Smith dan aku, walaupun 90% alur dia yang tulis. untuk request cerita, boleh DM ya, nanti 10 bab kirim via email, jangan lupa tip ♥️ Ini kisah gadis berusia 22 tahun yang semula hidup kaya raya, namun, kea...