...
Siang itu seperti biasa, Mingi menjahit baju-baju pesanan dari pelanggan. Sesekali ia akan meregangkan badan nya yang pegal atau menguap karena tidak mendapat istirahat yang cukup. Beruntungnya, nyonya Chungha sedang ada urusan keluar. Membuat Mingi sedikit lebih bebas sekarang.
Namun kebebasan itu harus ia tinggalkan ketika Mingi mendengar bel pintu berbunyi. Ia letakkan sisa pekerjaan nya ke meja, dengan tergesa berjalan kearah pintu masuk, bersiap menyambut pelanggan yang datang.
"Selamat datang, tuan." Sapa nya ramah.
Seorang lelaki, kelihatannya masih cukup muda. Tingginya semampai, baunya harum dan laki-laki itu, sangat tampan. Sungguh tampan hingga membuat Mingi terpesona untuk sesaat.
"A-ada yang bisa saya bantu?" Tanya Mingi, gugup.
Ia menelan ludah sewaktu bertatapan dengan manik si lelaki tampan. Jantung nya berdegup kencang seakan bisa lari dari tempat nya.
Lelaki itu menyunggingkan senyuman, mendekat kearah Mingi dengan perlahan. Mingi yang menyadari nya ikut memundurkan langkah, hingga ia tersadar bahwa ia sudah terpojok didepan meja kasir. Napasnya terasa sangat dekat, kedua tangan lelaki itu bahkan mengurung dirinya tepat ditengah. Membuat pergerakan Mingi seluruhnya terkunci. Kedua matanya memandang Mingi dalam, terlihat lapar.
Katakanlah, Mingi bisa mati berdiri karena tatapan lelaki itu. Mingi merasa dirinya sudah berada diambang kewarasan saat lelaki itu akhirnya bersuara.
"Cantik. Cantik sekali." Ucapnya tepat disebelah telinga Mingi dengan nada yang dalam.
Mingi bergidik, terlebih saat ia menyadari tangan si lelaki sudah berada di pinggangnya, memeluk nya erat. Mingi berusaha menjauhkan dirinya dari dekapan si lelaki asing, sebelum suaranya membuat Mingi membeku ditempat.
"Chungha bilang aku bisa membawamu."
"Nyonya Chungha. A-apa maksudnya?" Tanya nya, kebingungan.
Si lelaki terkekeh pelan. Mendekap Mingi lebih erat lagi hingga lelaki kurus itu bisa merasakan tubuh bawahnya bersentuhan intim dengan si lelaki.
"Kau memiliki hutang yang cukup besar padanya bukan? Song Mingi?" Tanya lelaki itu dengan senyuman yang membuat Mingi semakin merinding.
"Bagaimana-"
"Aku bisa tahu namamu? Sudah kubilang Chungha membiarkan ku membawamu, bagaimana aku tidak tahu nama barang yang sudah aku beli? Chungha bahkan memberitahu ku segalanya tentang mu, tentang hutang, kedua adikmu, bahkan alamat rumahmu."
Mingi rasanya ingin menangis. Nyonya Chungha menjualnya? Serius? Apakah Mingi semurah itu dimata nya?
"Kenapa cantik? Menangisi takdirmu?"
Ucapan si lelaki sama sekali tidak membantu. Mingi merasa dirinya semakin hina. Terlebih tangan dipinggangnya sudah mulai berani bergerak, mengusap pelan, membuat Mingi menggeliat tak nyaman.
YOU ARE READING
Mingi The Pauper (YunGi)
FanfictionKisah tentang Song Mingi. Seorang anak baik hati yang dibalik semua sikap nya yang disenangi orang-orang, nyatanya hidup Mingi tidak seindah yang dibayangkan. Bekerja keras untuk kedua adiknya, kerja banting tulang dengan upah yang sedikit. Mingi ha...