1.1: Perang Penciptaan, 1

2 0 0
                                    

Pada mulanya adalah gelap gulita. Lalu mata kami dibuka, dan ikatan kami dilepas, dan air diturunkan dari muka kami yang merintih-rintih. Dan saat kami diberdirikan, dan kami melihat sekitar, kami melihat bahwa kami adalah sepuluh ribu. Kami mendongak ke atas, dan kami melihatnya: ibu kami, ibu yang tidak berwujud namun kehangatannya bisa kami rasakan di kulit, tulang, bahkan jiwa dan hati.

Tanpa suara ia menunjuk ke arah selatan, dan dengan mata yang di dalam mata, kami mengikuti jari telunjuknya. Dan kami melihat, sebuah dinding yang hancur dan terbakar; dan di belakangnya, lautan hitam yang tidak terhitung jumlahnya. Dan kami merasakan takut yang amat sangat, karena kami tahu, ibu kami pun merasa takut, sekecil-kecilnya perasaan itu di dalam hatinya yang tidak berwujud...

-Dikutip dari Surat Penciptaan, Pasal 1.

Perang Penciptaan adalah kejadian paling awal dan paling penting dalam sejarah umat Dewi Mahkotawi. Sesuai namanya, perang tersebut adalah perang yang mempertahankan para umat yang baru diciptakan oleh sang Dewi, serta sang Dewi sendiri yang menghabiskan tenaganya untuk menciptakan para umat tersebut.

Dituliskan dalam Buku Persumpahan, sumber yang pertama dan satu-satunya yang disisakan terkait perang ini, bahwa pada mulanya umat yang diciptakan sang Dewi hanya ada sepuluh ribu orang. Sepuluh ribu orang ini kemudian langsung dikerahkan melawan musuh yang 'tidak terhitung jumlahnya', yang saat itu telah masuk dari dinding yang mengelilingi padang rumput tempat sang Dewi turun dan menciptakan umatnya.

Dengan sedikit kemampuan sihir yang mereka punya, mereka berhasil mengusir musuh dari dinding. Namun, jelas disebutkan bahwa mereka masih amat kikuk dalam menggunakan sihir, dan sang Dewi-lah yang memecah-mecah musuh itu, agar mereka bisa mengusir mereka keluar dari batas dinding yang hancur. Dikatakan dalam Buku itu pula, bahwa bukti paling jelas dari berkat Dewi bukanlah hujan api atau retakan bumi yang menelan musuh berpakaian hitam, namun bahwa dari sepuluh ribu lahir-baru ini, yang belum ada bisa bicara atau menggunakan sihir dengan baik, tidak satupun dari mereka yang terluka saat pertempuran.

Adapun tentang musuh-musuh ini, tidak banyak informasi yang dituliskan, setidaknya di dalam Buku Persumpahan. Surat-surat lain di dalam Buku itu menjelaskan bahwa musuh-musuh ini sebenarnya amat mirip dengan umat yang diciptakan Dewi -- setidaknya dari luar. Mereka 'memiliki dua kaki, dua tangan, panca indera, dan bentuk badan yang hampir sama. Bahasa yang keluar dari mulut mereka pun hanya berbeda tipis dengan bahasa kita, sehingga kebohongan mereka dengan gampang dimengerti dan dipercaya...'

Perbedaan paling besar berada di dalam organ dalam mereka. Walau beberapa organ mereka memiliki fungsi dan bentuk yang hampir mirip dengan organ-organ di dalam tubuh para umat, ada beberapa organ yang tidak sesuai atau tidak diperlukan di balik daging luar.

Pula, ada tertulis dalam Surat Periuh, bahwa organ-organ dalam para musuh itu 'dibentuk dengan daging merah dan darah hitam, seperti binatang dan makhluk berjalan lain yang ditemukan para Penyurat di dunia luar pada zaman itu [...]' Sedangkan organ-organ para umat Dewi, sama seperti umat zaman sekarang, terbentuk dari bubuk magia yang dipadatkan, lalu diproses secara alkemiah oleh sang Dewi menjadi organ tulen, yang dari luarnya mirip daging merah namun akan berubah kembali menjadi bubuk bila dibelah-belah.

Alasan mengapa musuh-musuh hitam itu menyerang para umat yang baru lahir pun pertama-tama tidak diketahui; sang Dewi banyak mengajarkan mereka tentang dunia yang mereka huni saat itu, namun tetap diam saat ditanya mengapa musuh itu menyerang mereka. Motif ini terkuak, sesuai catatan dalam Surat Penciptaan, Pasal 2:

Setelah para umat menjelajahi dunia yang mereka tapaki, mereka melihat berbagai macam binatang melata dan mengeram memburu dan membunuh banyak binatang lain; dan setelah berkali-kali melihat itu [banyak macam binatang berburu dan membunuh banyak macam binatang lain], barulah mereka mengerti; bahwa binatang-binatang itu saling memburu, karena badan mereka hanya mampu menarik nutrisi dari daging binatang lain; berbeda jauh dengan para umat Dewi, yang hanya perlu terik sinar matahari untuk menjadi kuat dan segar. Dan pada saat itulah mereka mengerti, bahwa musuh berpakaian dan ber-bendera hitam itu berkali-kali menyerang Dewi serta umatnya, karena mereka mengira para umat adalah makanan seperti binatang lain.

Menara Putih: Sebuah Cakupan RingkasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang