Kisah Seorang Gadis...

0 0 0
                                    

Pagi itu Lea pergi dalam perjalanan ke kantornya dengan langkah yang terburu buru. Tidak seperti biasanya, hari ini seolah dia tidak sabar untuk segera sampai di tempat itu. Dari tempat tinggalnya Lea memerlukan waktu satu jam untuk bisa sampai di kantornya. Lea adalah seorang manajer muda di perusahaan asing ternama di kotanya. Namun mulai kemarin dia meninggalkan mobil pribadinya, dan memilih berdesak desakan di halte untuk menunggu bus yang akan membawanya ke tempat kerja. Hal itu memang selalu dia lakukan manakala dia sangat merindukan almarhum sang ibu.
Akhirnya, sampailah dia di halte itu..sama seperti kemarin. Namun mata gadis itu terlihat segera menyapu seisi halte tersebut, seolah ada yg ingin dicarinya. Akhirnya..tatapan matanya berhenti pada suatu sosok yang duduk di kursi pojok kiri di halte cafe, Boulevard.

Sosok pria itu segera bangkit dari kursinya, tepat saat bus yang mereka tunggu itu tiba, tanpa melepaskan pandangannya pada Lea. Bus itu melaju dengan kecepatan tinggi, saat dua insan berlainan jenis itu hanya saling berpandangan tanpa kata. Seolah, tatapan mata mereka lebih dari cukup dibandingkan ungkapan dari rangkaian kata. Bagi Lea, waktu serasa berhenti saat itu..sampai suara kondektur menyadarkannya untuk segera turun.
Dua hari..satu minggu..satu bulan..tujuh bulan pun tanpa terasa akhirnya mereka lewati. Mereka lewati tanpa kata,
hanya saling menatap dan diam seribu bahasa.
Seolah bagaikan candu, tatapan dan senyuman pria itu telah memberi warna baru sekaligus telah mengusik hidup Lea yang gersang dan dipenuhi oleh kebencian. Bahkan tanpa Lea sadari, perlahan telah membuatnya mulai melupakan kebencian itu.

Kebencian akan sosok ayahnya..

ayah yang meninggalkan dia dan ibunya, saat dia masih membutuhkannya untuk pergi dengan wanita lain, yang membuat hati ibunya hancur dan meninggal beberapa tahun kemudian, dan meninggalkannya sebatang kara.
Semua kebencian itu telah membuat hatinya membatu, tanpa pernah membuka pintu hatinya pada pria manapun sebelumnya.

Bagi Lea pria itu berbeda..pria itu adalah harapan dan jalan keluar baginya. Harapan, akan kebahagiaan yang telah lama tidak berani ia impikan. Serta jalan keluar, untuk dia bisa berdamai dengan kebenciannya.
Tatapan dan senyum pria itu telah berhasil menjangkau hatinya yg tersegel, dan secara perlahan telah membukanya.
Sekarang Lea harus memutuskan untuk mengambil kesempatan terakhir ini, ataukah dia akan melewatkannya begitu saja.

Hari ini, tepat 7 bulan sosok pria itu telah mengisi hari harinya.
Dan pagi ini, Lea sudah memutuskan...
Dengan langkah mantap Lea memasuki halte itu. Dia sudah memutuskan, pagi ini dia harus bertemu dan berbicara langsung dengan pria itu..untuk memastikan hatinya.
Hatinya berdegup kencang tatkala matanya mengarahkan pandangannya ke pojok kiri Boulevard, untuk memastikan yang ia cari..
Sosok yang selalu ia temui di tempat ini..
Sosok yang telah membuatnya mengalami perasaan yang belum pernah ia rasakan sebelumnya..
Namun..untuk pertama kalinya..
Dia tidak menemukannya..dia tidak menemukan sosok pria itu seperti hari hari sebelumnya. Lea menunggu dan mulai gelisah, tatkala bus itu akhirnya datang dan dia tahu pria itu tidak akan muncul. Dengan perasaan kecewa, Lea menaiki bus itu..dan Lea hanya berharap, mungkin dia akan bisa menemui pria itu lagi besok.
Pagi yang ia tunggu telah datang..ia berharap bisa menemui pria itu hari ini, saat dia menginjakkan kakinya di halte itu.
Namun..sekali lagi Lea kecewa, dia tidak menemukan pria itu..pria itu tidak muncul lagi seperti kemarin..harapan dalam hatinya semakin menipis..tapi dia masih menyimpan sedikit harapan..
Tiga hari..empat hari..lima hari..dan enam hari pun telah berlalu, dan pria itu bak hilang ditelan bumi..dia tidak pernah muncul lagi di hadapan Lea. Lea mencoba bertanya kepada para pegawai Boulevard, tapi tak satupun mereka yang mengenal pria itu, pria itu hanya memesan minuman dan selalu duduk di pojok kiri cafe menunggu bus datang. Ada pegawai yg pernah bertanya pada pria itu, dan pria itu hanya menjawab kalo dia sedang menunggu seseorang, tapi tak satupun dari para pegawai Boulevard itu pernah melihat pria itu bertemu dengan seseorang.Lea seakan dipaksa jatuh kembali ke bumi. Dia harus menerima kenyataan pahit itu, kalo dia terlalu berharap akan sesuatu yang tidak pernah mungkin baginya..
dan dia sadar bahwa semua mimpi dan harapannya telah menghilang bersama pria itu..ingatannya kembali kepada kata kata ibunya sebelum meninggal dulu, "jangan percaya pada pria"..dia sadar dia telah dikecewakan.
Lea sadar bahwa semua mimpi dan harapannya telah menghilang bersama pria itu..
Bayangan ibunya muncul dalam ingatannya, dan kata kata terakhir ibunya sebelum meninggal terdengar lagi di telinganya.."jangan pernah percaya pada pria"..sejenak dadanya terasa sakit, Lea berpikir mungkin ibunya benar, pria itu hanya memainkan perasaannya saja..mungkin dia hanyalah petualang cinta atau psikopat yang sedang mencari mangsa..dan dia terlalu bodoh untuk percaya pada pria itu..dia menganggap pria itu berbeda dengan pria lainnya..dan dia salah. Sejenak kedua mata Lea memandang kearah Boulevard seraya bergumam..*disini semuanya dimulai, dan disini pula aku harus mengakhirinya saat ini"..Lea bangkit dari tempat duduknya dan melangkah pergi dari Boulevard dan halte itu..untuk terakhir kalinya..

Lea tidak akan pernah tahu, kalo tujuh hari yang lalu, di malam gerimis nan sepi.
Sebuah bus antar kota melaju dengan sangat cepat, telah menabrak seorang pria di depan sebuah toko bunga.
Pria itu menghembuskan nafas terakhirnya di lantai jalan, sambil menggenggam erat se buket bunga, yang sedianya akan dia berikan pada seorang wanita pada keesokan harinya..dia akan berbicara, dan berniat mengatakan isi hatinya pada wanita itu...pada seorang wanita yang dia temui di Boulevard, dan telah mengisi hari harinya selama tujuh bulan terakhir...

TAMAT
TAMAT

BOULEVARDWhere stories live. Discover now