Cuci baju? Sudah.

Apalagi ya? Apalagi yang harus kulakukan di hari libur ini? Karena bingung harus melakukan apa, akhirnya aku hanya merebahkan tubuhku di sofa. Hari ini melelahkan, tapi aku senang. Dalam hatiku yang paling dalam, aku dapat merasakan kalau aku siap menjadi istri seseorang. Seseorang itu tentu saja kalian tahu siapa. Semakin lama aku semakin yakin untuk membuka hatiku untuknya, karena setelah apa yang terjadi beberapa hari ini, aku yakin dia bisa memimpin ku kelak di jenjang yang lebih serius.

Aku hanya berdiam diri di sisa sore ini, sambil bermain ponsel ku. Scroll demi scroll aku lakukan di aplikasi video singkat berinisial T itu, apa yang aku lakukan itu biasanya disebut dengan Doom Scrolling. Aktivitas berbahaya itu baru berhenti ketika aku membaca notifikasi sebuah chat masuk dari calon suamiku.

"Aku mau pulang."

"Iya, hati-hati."

"💓"

Aku menambahkan sebuah emoji hati yang bergetar di room chat kami. Aku tidak tahu akan seperti apa reaksinya saat melihatnya. Entah dia akan berjingkrak-jingkrak riang gembira, atau hanya sekedar lewat saja, tanpa ada reaksi. Aku harap yang terjadi adalah bayanganku yang pertama.

Aku bangkit dari sofa, lalu berjalan ke dapur untuk memanaskan makanan yang tadi siang dimasak. Sayur labu Siam dan ayam balado merupakan makanan kesukaannya, aku mengetahui informasi tersebut dari ibunya. Sebelum aku memasak tadi pagi, aku sempat menelpon ibunya.

"H-halo tante?"

"Halo Lu, ada apa nih? Tumben nelpon, pagi-pagi pula."

"Hehe, maaf ganggu tante. Aku cuma pengen tanya, makanan favoritnya Dimas apa ya?" Setelah aku melontarkan pertanyaan tersebut, sempat terjadi keheningan selama beberapa saat di seberang. Namun samar-samar aku sempat mendengar bisikan percakapan antara dua orang soal aku dan Dimas yang mulai dekat.

"Halo tante?"

"Eh iya Lulu, Dimas itu paling suka sayur labu siam sama ayam balado. Kamu mau masak itu ya?"

"Iya tante, hehe."

"Nanti ibu kirimin resepnya. Oh iya, kok masih manggil tante sih! Panggil ibu dong! Kan sebentar lagi jadi ibu kamu juga."

"Iya Bu, masih kebiasaan, hehe."

"Ya udah, semangat ya masaknya! Nanti pasti Dimas kaget, kok kamu tau makanan kesukaannya."

"Hehe iya Bu, makasi yaa."

Begitulah percakapan singkat antara Ibu dari Dimas dan aku, atau mungkin lebih pantas disebut calon ibu mertuaku.

Aku menunggunya cukup lama, sepertinya ia terjebak macet. Akhirnya aku memilih untuk mandi terlebih dahulu agar aku terlihat cantik saat menyambutnya nanti. Tunggu, kenapa aku seperti ini? Entahlah, perasaan berbunga-bunga memenuhi hatiku beberapa hari ini. Rasanya setiap saat ada bunga baru yang mekar dalam hatiku. Aku sedang ngomong apa sih?! Pokoknya aku sedang bahagia, dan kebahagiaan ini muncul berkat pria itu.

"Lulu? Kamu dimana?" Aku mendengar suara Dimas dari luar. Sepertinya ia sudah sampai.

"Di kamar mandi, bentar ya."

"Aku masuk ya!" Balasnya berusaha untuk membuka pintu kamar mandi.

"JANGAN!!" Teriakku. padahal kalau dipikir-pikir, pintunya kan aku kunci.

"Hahaha! Bercanda, Aku ke kamar ya."

Aku menyelesaikan mandiku dan menyusulnya ke kamar. Aku lihat dia duduk di meja riasku, membaca ponselnya dengan tangan yang menopang kepalanya. Sepertinya dia sangat lelah, aku mendekatinya, sedikit mengintip ke arah layar ponselnya. Ia sedang membaca chat di dalam sebuah grup, dari isinya sepertinya sangat urgen.

"Kenapa?" Tanyaku, sambil memegang kedua pundaknya.

"E-eh, nggak apa-apa kok." Jawabnya. Mata kami bertemu dan tangannya menahan peganganku.

"Hari ini capek banget ya?"

"Iya." Matanya terus melirik kearah ponselnya yang terus bergetar. Aku tahu ini masalah urgen.

"Bales aja dulu chatnya, itu penting kan?"

"Nggak kok, tenang aja."

"Kamu udah makan?"

"Belum, kamu masak kan?"

"Masak! Yuk, makan." Aku menarik tangannya, ia mengikuti tarikanku. Di meja makan sudah terhidang makanan kesukaannya, aku dapat melihat mata yang tadinya lelah itu berubah menjadi sedikit lebih baik.

"Ini, kamu yang masak?"

"Iya lah! Masa kamu nggak percaya?!"

"Hahaha! Iya-iya, percaya kok."

Kami duduk bersama di meja makan, dengan penuh semangat ia mengambil nasi dan lauk-pauknya. Matanya membulat ketika ia mulai melahap makanan yang aku masak itu.

"Ini... kamu nanya ibu aku ya resepnya?"

"Hehe, iya."

Senyuman mengembang di bibirnya, ia melahap habis makanan yang aku buat. Satu lagi bunga mekar di hatiku, melihatnya begitu menikmati apa yang aku sajikan. Ia bahkan menambah satu porsi lagi, seolah yang tadi tidak mengenyangkan perutnya.

"E-enak?"

"Enak! Kapan sih kamu masak terus nggak enak?" Jawabannya membuat hatiku begitu berbunga-bunga. Hatiku mengambil alih tubuhku, kupeluk tubuhnya dengan erat. Aku tahu dia begitu terkejut dengan apa yang aku lakukan. Tapi aku tidak peduli, aku begitu bahagia malam ini. Tanpa terasa air mataku menetes, mulai membasahi bajunya.

"Loh?! Kenapa nangis?!"

"Nggak, aku nggak nangis! Aku seneng!"

"Seneng?"

Aku tak menjawab, aku membenamkan wajahku di pundaknya. Ia seperti mengerti dengan maksudku. Ia mengelus punggungku, elusan itu membuatku merasa nyaman. Hidupku belakangan ini seperti roller coaster, naik turun dengan cepat dan penuh kejutan. Ini sepertinya menjadi titik tertinggi dari roller coaster yang sedang kunaiki. Aku jadi takut, sedalam apa nantinya titik terendah yang akan kulewati.

"I love you, Lulu." Sebuah bisikan mengisi telingaku. 3 kata yang entah mengapa membuatku begitu bahagia ketika mendengarnya.

"I love you too, Dimas."

BlåvingadWhere stories live. Discover now