1. KUNCI ASRAMA

360 25 7
                                    

Happy Reading guys!

👻👻👻👻

"Ibu harap kalian betah di sini," sebuah kunci berukuran mini, diberikan oleh seorang wanita tua kepada salah satu dari ke sembilan anak yang datang ke asramanya. Papan bertulis  'ASRAMA KENANGAN' di depan gerbang yang telah karatan itu terpampang jelas. Membuat mata Hansa sulit lepas dari menengoknya.

Di luar gerbang sana, ada sebuah mobil yang dimasuki delapan orang. Mereka semua duduk berdempet-dempetan, bahkan tak kunjung turun walau sudah sampai di tempat tujuan.

Hansa tersenyum ramah. Lalu menerima kunci itu. "Terima kasih, Bu. Tapi saya mau tanya, kenapa nama asrama ini asrama kenangan?"

Wanita itu tersenyum mendengarnya. "Karena banyak sekali kenangan yang tersimpan di asrama ini. Sebelumnya asrama ini adalah asrama yang paling diminati, tapi lima tahun lalu ada sebuah tragedi yang membuat asrama ini jadi banyak ditinggalkan para murid. Tapi sekarang sudah kembali seperti semula, Ibu jamin kamu pasti akan betah di sini."

Hansa tidak tahu apa tragedi yang dimaksud, tapi ia berusaha menyimak cerita itu.

"Oh iya, Ibu hampir lupa ... itu Pak Bambang, beliau tukang kebun sekaligus penjaga asrama ini, Ibu sudah minta tolong sama beliau untuk antar kalian ke kamar. Tinggal tunggu pekerjaannya selesai saja ya." Ibu pemilik asrama itu menunjuk salah seorang bapak-bapak berpakaian lusuh tengah membersihkan halaman samping asrama.

Hansa menatap sekilas, Pak Bambang juga menatapnya dengan tatapan mengintimidasi. Tapi apa pun itu Hansa tidak mau berpikiran buruk, ia hanya ingin mencari tempat untuk bersekolah dan tinggal bersama adik-adiknya. Ia tidak begitu peduli akan kehadiran Pak Bambang. Dan mengenai perilakunya, mungkin beliau sekadar mengingatkan agar Hansa dan yang lain tidak berbuat macam-macam.

"Maaf Bu, gedung itu gedung apa ya?" menunjuk gedung tinggi dan besar di pinggir halaman.

"Gedung ini adalah asrama putra, kalau gedung di sana ..." beliau menunjuk gedung yang jaraknya 10 meter dari gedung di belakamg Hansa. "Asrama putri, ruang kelas di sini juga satu atap dengan kamar asramanya. Nah rumah kecil di antara dua gedung itu rumah Pak Bambang," menunjuk sebuah rumah kecil di tengah asrama putra-putri.

"Biasanya kalau ada apa-apa, beliau yang mengurus. Ibu harap kamu dan adik-adik kamu bisa bersikap baik ya, dan menghargai sesama."

"Pasti Bu, saya dan adik-adik saya pasti akan menjaga perilaku."

"Baiklah, Ibu tinggal dulu. Nanti Pak Bambang akan membantu kalian mengenal asrama ini lebih jauh. Semoga betah."

Hansa mengangguk singkat.

Wanita itu kemudian berlalu meninggalkan Hansa dengan masuk ke dalam mobilnya usai mengangguk juga memberi seulas senyum. Hansa berbalik, membuang napas malas melihat adik-adiknya yang masih setia berada di dalam mobil. Kakinya pun beranjak menghampiri. Lewat jendela yang terbuka Hansa melongok mengamati cowok-cowok yang sudah lemas di dalam mobil dengan tatapan iba.

"Gibran," panggil Hansa pada seorang cowok yang tengah memainkan ponsel dan duduk di kursi kemudi.

"Ya?" jawabnya sambil meletakan ponsel di atas dashboard.

"Masuk, Abang udah konfirmasi sama Ibu penjaga asramanya. Nih, kuncinya udah Abang pegang." Sambil menunjukan kunci kamar yang tadi diberikan.

Gibran, cowok berwajah imut yang sangat dekat dengan sang kakak, Hansa, semenjak mereka bertemu di panti asuhan. Keakraban mereka makin hari makin terjalin dengan baik bahkan sudah seperti saudara kandung. Dan wajar saja Gibran yang paling dekat dengan Hansa, karena anak itu jarang mendapat perhatian dari ibu panti dulu dan hanya Hansa-lah satu-satunya orang yang peduli, itu sebelum mereka akrab dengan saudara-saudaranya yang lain.

247 Terror |XODIAC| EndWhere stories live. Discover now