Twenty (Two) Four Love

18.5K 1K 147
                                    

Cintanya sudah berada pada nadir. Tak tergapai. Sejak awal mungkin dia bukan wanita yang ditakdirkan untuk mengalami sekelumit bahagia. Bahagia yang baru saja menjelma harus terenggut lagi oleh api yang melalap sampai menjadikannya abu dan arang. Lelah, lelah dia merasakan bertubi kehinaan hidup tanpa cinta, tidak dari orang tuanya atau lawan jenisnya. Bahkan, saat dia ingin mencintai dengan sederhana seperti sajak Sapardi. Aku ingin mencintaimu dengan sederhana, dengan kata yang tak sempat diucapkan kayu kepada api yang menjadikannya abu. Aku ingin mencintaimu dengan sederhana, dengan isyarat yang tak sempat disampaikan awan kepada hujan yang menjadikannya tiada. Hanya bersisa abu dan hujan, lalu berpendar menjadi keterpurukan. Dialah Friska, wanita penghamba cinta yang sederhana.

Immature love says: 'I love you because I need you.' Mature love says 'I need you because I love you.' Kata-kata yang diungkapkan oleh Erich Fromm itu terus terngiang di kepala laki-laki yang sedang menekuri langit malam beratap bintang yang memunculkan rasi Orion. Dia berpikir seandainya dia menjadi bagian dari bintang di langit itu, bintang yang mampu memancarkan cahaya sendiri, pasti dia tidak akan kehilangan. Kehilangan pendampingnya sebagai penghias bumi di langit malam, bulan. Sinar rembulan yang baginya adalah penempat urutan pertama di hatinya, bukan seperti di tata surya yang menempati urutan kelima. Dia mencintai Sinar Rembulan dengan cinta yang dewasa, dia mencintai perempuannya karena itu dia membutuhkannya. Entah takdir atau nasib yang sedang bermain-main dengannya, karena tidak pula tergapai perempuannya yang sempat direngkuhnya. Sesaat yang menyesakkan. Dia adalah Bintang, laki-laki yang jatuh terlalu dalam pada pusara medan gravitasi Sinar Rembulan. Dia sudah kalah semenjak awal.

***

Perempuan yang sedang menikmati Americano di kedai kopi di bandara Internasional Soekarno Hatta pada dini hari itu berkali-kali mendesah dan melirik jam di tangan kirinya. Sial, dia harus terjebak karena delay pesawat hingga 2 jam. Padahal ini hanya penerbangan domestik. Decakan sebal untuk kesekian kali keluar dari mulutnya.

"Ternyata lo sepengecut itu," kata seseorang yang serta merta membuat perempuan itu mengangkat wajahnya dari gelas Americano di tangannya. Dia mengernyitkan dahi, ngapain nih laki-laki desperate ada di sini? Memutuskan untuk pura-pura cuek, perempuan itu kembali mengalihkan pandangannya pada gelas yang terasa jauh lebih menarik.

Merasa geram karena mendapati perempuan di depannya melengos, egonya menggolak. Dengan gaya tengil dan cool-nya dia mengambil kursi di depan wanita itu dan mendudukkan badannya di sana. "Jakarta selalu panas ya. Sampai jam segini aja masih pakai rok sependek itu," ujarnya lagi pada wanita di depannya yang langsung dihadiahi pelototan tajam dari wanita itu dengan kaget karena melihat arah pandang laki-laki itu pada penampilan bawahnya. Yah, dia memang menggunakan pakaian kasual dengan perpaduan rok lebar pendek bermotif floral berwarna hitam dan baju ketat di bawah lengan berwarna merah.

"Mata woy! Selain tukang bikin onar ternyata lo bejat juga," sumbu yang disulut akhirnya memancarkan percikan api juga. Perempuan itu menggeram kesal karena pandangan laki-laki tak sopan di depannya. Menanggapi kata-kata perempuan itu, dia hanya tergelak, bejat tadi katanya? Baru sekali ini ada orang yang seberani itu padanya. Menarik, pikirnya.

"Kalau lo masih ingat apa yang diajarkan orang tua lo tentang fungsi mata, itu yang sedang gue lakukan. Memandang yang indah-indah." Laki-laki itu menaikturunkan alisnya dengan tatapan menggoda.

"Orang tua gue mengajarkan untuk memakai anugerah otak dengan baik, bukan untuk menyimpan borok yang menjijikkan."

"Apakah kau sedang menghinaku kalau otakku hanya berisi hal-hal yang menjijikkan, Nona?"

"Bahkan saya sedang berpikir kalau mungkin Anda tidak punya otak." Final, perempuan itu bangkit dari kursinya bertepatan dengan nada panggilan bahwa pesawat yang akan membawanya sudah landing.

Twenty (Two) Four LoveWhere stories live. Discover now