BAB 8 - MEREKA YANG BERKUASA (BAGIAN I)

27 10 2
                                    

Dibalik kegelapan, pasti ada cahaya

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Dibalik kegelapan, pasti ada cahaya. Begitu juga sebaliknya. Gelap dan terang selalu berdampingan, namun tidak akan pernah bersatu. Seperti itu pula adanya Kerajaan Majapahit dan Ratimaya. Dua kerajaan paling berpengaruh di Jawadwipa dan dikuasai oleh dua bangsa. Majapahit yang dikuasai oleh bangsa manusia, dan Ratimaya yang dikuasai oleh bangsa siluman.

Ratimaya yang dikuasai oleh siluman, dipimpin Prabu Wiratnaga. Sosok kejam yang tega menyingkirkan sang adik untuk mengamankan tahtanya. Ia yang rela menghabisi seluruh keluarganya demi mahkota yang memberikannya hak untuk mengatur kehidupan di Ratimaya.

Masih segar rasanya dalam ingatan rakyat Ratimaya, bagaimana negeri yang awalnya damai di telaga Nilabiru, kini berubah mencekam. Prabu Wiratnaga yang begitu kejamnya, seperti pencabut nyawa bagi penduduk Ratimaya.

Dan di sinilah ia sekarang. Duduk berkuasa atas tahta megah Ratimaya. Dimulainya era kekacauan Ratimaya yang dipenuhi oleh teror dan ancaman dari raja mereka sendiri, Prabu Wiratnaga.

"Kanjeng Prabu..." seorang pemuda dengan tubuh kuda masuk, menemui yang mulia raja. Perlahan ia menunduk memberikan hormatnya kepada Prabu Wiratnaga.

"Kabar apa yang kau bawa untukku?" kedatangan pelayannya itu dapat dipastikan adalah untuk menyampaikan kabar.

"Ada kabar burung yang memberitakan bahwa sosok makhluk dari dua bangsa penguasa tanah Jawa telah muncul." Prabu Wiratnaga mengernyitkan dahinya saat mendengar berita baru ini.

Manusia siluman? siapa dia? Belum pernah ia menjumpai makhluk seperti itu. "Lalu?"

"Kabar ini datang dari prajurit kita di Nglawi."

"Siapa prajurit itu?"

"Jalin Kidang. Dia yang saat ini menyamar di kediaman Adipati Nglawi."

"Kapan dia kembali ke Ratimaya?" sang prabu rupanya tidak sabar untuk segera bertemu dengan prajurit itu, dan untungnya dia memiliki kabar baik untuk menyenangkan suasana hati Prabu Wiratnaga.

"Dia menunggu titah Kanjeng Prabu, di pendopo."

"Panggil dia kemari!"

"Sendika, Kanjeng Prabu."

Dengan segera pelayan itu undur diri keluar dari hadapan Prabu Wiratnaga. Sepeninggal pelayan itu, Prabu Wiratnaga sibuk dengan pikirannya sendiri.

Siapa siluman berdarah manusia itu? Bagaimana dia menyembunyikan diri selama ini? Pertanyaan-pertanyaan seputar siluman setengah manusia itu berputar-putar dalam otaknya. Sampai ketika si pelayan dengan seorang harimau bertubuh manusia masuk ke dalam, dan memberikan hormat padanya.

"Kau, Jalin Kidang?"

"Benar Kanjeng Prabu."

"Kudengar kau memiliki kabar untukku."

Dengan posisi kepala yang masih menunduk, Jalin Kidang menyampaikan apa yang telah ia curi dengar dari luar Ratimaya beberapa hari yang lalu. "Benar, Gusti. Hamba telah bertemu seorang manusia dengan bau darah siluman. Bertahun-tahun hamba hidup berdampingan dengan bangsa manusia, baru kali ini saya menemui makhluk seperti itu."

"Bagaimana kau bisa bertemu dengannya?"

"Kami bertemu saat pemuda itu dibawa oleh Adipati Nglawi untuk menjadi sais kereta kudanya. Hanya sebentar memang pertemuan kami, namun hamba sangat yakin Gusti, kalau dia adalah setengah siluman."

"Baiklah, siapa dia?"

"Namanya adalah Banara, dan ia tinggal bersama ibunya di tepi hutan."

Mendengar nama itu, Prabu Wiratnaga sedikit tersentak mengingat satu hal, yakni mengetahui nama Banara itu adalah nama dari sosok yang diagung-agungkan di Ratimaya. Mengapa? Tentu karena Banara adalah nama kakek buyutnya, Prabu Banara yang berhasil mendapatkan salah satu pedang kembar, pengunci daratan Jawadwipa. Dengan pedang itu, Prabu Banara berhasil menduduki tahta Kerajaan Ratimaya.

Meniru dari langkah yang diambil oleh Prabu Banara, Wiratnaga menggunakan kekuatan pedang naga kembar itu untuk menguasai Kerajaan Ratimaya, dan merebut tahta dari tangan sang saudari, Dewi Nagageni. Dewi Nagageni yang dikaruniai oleh Sang Naga dengan kemampuan untuk melihat masa depan, dipilih sang ayahanda untuk meneruskan tahtanya. Tentunya, Wiratnaga yang begitu mendambakan tahta kerajaan, tidak serta merta dapat menerima keputusan itu.

Setengah mati Wiratnaga berusaha untuk membunuh Dewi Nagageni, namun selalu gagal. Bahkan ia harus mencuri sebuah Pedang Naga Kembar dari Nagageni sebelum gadis itu menghilang dari keraton. Dengan pedang itulah, ia membunuh seluruh keluarganya. Tak terkecuali dengan ayah dan ibunya.

"Apa lagi yang kau tahu tentangnya?"

"Untuk saat ini hanya sebatas itu, Kanjeng Prabu."

"Kalau begitu, kembalilah ke Nglawi! Cari tahu lebih banyak tentang bocah itu. Yang terpenting cari tahu jenis siluman apa yang ada pada jiwanya!"

Tentu saja penguasa Ratimaya itu tidak akan tinggal diam jika pemuda itu memiliki darah naga yang mengalir di tubuhnya, karena hal itu berarti adiknya, Dewi Nagageni, memiliki keturunan yang dapat mengancam tahtanya. Sebuah ketakutan yang paling nyata bagi penguasa Ratimaya itu. Sebab ia kenal betul siapa Dewi Nagageni. Kesaktiannya bahkan termasyhur di seluruh penjuru Ratimaya, dan tidak menutup kemungkinan jika gadis itu memiliki keturunan dapat dipastikan kekuatannya akan diturunkan pada sang anak.

Susah payah ia menyingkirkan semua yang mengancam tahtanya, dan jika ancaman itu datang kembali maka dia harus kembali bersiap untuk menghabisinya.

Jangan sampai jiwa siluman dalam diri bocah itu adalah siluman naga! Jika benar, maka dia adalah ancaman yang nyata bagiku. Inikah saatnya aku mengeluarkan Pedang Naga Kembar sekali lagi?

***

***

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
Sisik Merah: Telaga, Api, dan Sang Naga (Terbit Versi Cetak)Where stories live. Discover now