Raina Genna Eldirah:
"Mereka sering sekali, ya, ke rumahmu."

"Memangnya apa yang kalian lakukan di sana?"

Rajendra Rama Hakmani:
"Bersama-sama mengikuti kuliah online di rumahku. Relasiku dengan mereka memang seintens itu. Aku tidak lagi melihat mereka sebagai teman kampus saja, lebih dari itu, aku bahkan kadang terpikir untuk memasukkan mereka semua ke dalam kartu keluargaku, saking seringnya mereka ke sini."

"Kau tau, kan, pekerjaan bapakku apa. Aku risih membahas ini sebenarnya, karena akan terkesan bahwa aku sedang menyombongkan diri, padahal sama sekali tidak."

"Tapi tidak apalah, toh kau juga sudah lebih dulu tau."

"Sebagai wakikota di Luminata, tentu bapakku harus menetap di sana, di kampung halamannya. Ibuku sudah pasti harus mengikut, begitu juga dengan kedua adikku. Mereka pindah sekolah ke sana sejak bapakku resmi dilantik."

"Kau pasti bisa bayangkan bagaimana sepinya tinggal sendirian."

"Dulu tidak ada teman-temanku yang selalu punya waktu untuk datang berlama-lama di rumahku ini, sampai akhirnya aku mengenal mereka. Iqbal, Genta, Kenzie, Gilbert, Raka dan Sabian."

"Mereka membuatku punya keluarga di saat aku sedang kesepian di bagian itu. Dan semakin ke sini mereka memang terasa seperti keluargaku. Setiap kali aku punya masalah, mereka tidak segan-segan untuk menelponku, memintaku untuk bercerita. Apalagi Iqbal. Dia yang paling tau keluh-kesahku selama ini."

"Intinya, aku benar-benar bersyukur bisa berteman dengan teman-teman di grup To The Moon yang kubentuk itu. Dengan alasan itu pula lah aku berani menjamin mereka untuk turut menjadi temanmu."

"Kuharap kau juga akan mengalami hal yang sama denganku. Mereka semua baik, Na. Percayalah. Aku tidak pernah mendapatkan relasi pertemanan yang sehangat ini."

Tanpa kusadari bahwa di dalam hati aku merasa iri. Sekarang aku tau bahwa sejak SMA Rama memang sosok pribadi yang senang bergaul. Bahkan sejauh perkuliahan kita berjalan pun, aku sudah melihat betapa dia sangat friendly ke semua orang, bergaul dengan siapa saja, meski perkuliahan hanya diadakan secara online. Aku merasa iri karena perbedaan yang ada di antara kita berdua. Rama terbuka dengan siapa saja, karena itu pula eksistensinya diterima di mana saja dia berada. Sedangkan aku? Aku tidak akan punya teman di kampus jika bukan karena Rama yang 'menarikku' keluar dari sarang persembunyian.

Raina Genna Eldirah:
"Kalau kau memang sudah seyakin dan sepercaya itu dengan mereka, lalu kenapa kau memintaku untuk merahasiakan soal kawat gigimu? Masakan hal seremeh itu saja kau menunda untuk memberitahu mereka?"

Rajendra Rama Hakmani:
"Bukan begitu, aku hanya penasaran dengan ekspresi mereka nanti akan seperti apa, aku ingin mereka melihat ini secara langsung di depanku, bukan lewat perkataanmu. Jadi kau jangan beritahu mereka dulu. Oke?"

Raina Genna Eldirah:
"Ya, baiklah. Kau bisa mempercayaiku."

"Walaupun sejujurnya aku belum yakin apakah aku bisa percaya padamu sepenuhnya atau tidak."

Tunggu.

Ini gawat. Kenapa kau malah mengetikkan itu, Raina? Kau ini kenapa? Aku jelas langsung panik karena baru menyadari betapa sensitifnya kalimat terakhir yang kukirim. Ingin mengurungkan pesan, tapi Rama sudah terlanjur membacanya.

FWB: Friends With Bittersweetजहाँ कहानियाँ रहती हैं। अभी खोजें