loser 2

235 20 12
                                    

Jam menunjukkan pukul 02.17.

Jungwon masih duduk di bale depan rumahnya. Sudah dihitung ia duduk di sana selama 4 jam. Walaupun dingin menusuk kulit karena Jungwon hanya memakai kaos pendek dengan celana panjang, ia tetap termenung. Kalut dengan pikirannya sendiri.

Tak jarang air matanya menetes. Rindu dengan kakeknya di desa. Tidak ada kabar, kedua orang tuanya tidak memberitahu apapun.

Kakeknya itu sangat memanjakan Jungwon. Baik sekali, tidak pernah membuat Jungwon kesepian. Sepulang dari sekolah ia akan bermain ke tempat si kakek, kakek yang memiliki waktu luang mengajak Jungwon bermain. Membelikannya makanan, menggendongnya ke berbagai tempat.

Kakeknya Jungwon walaupun sepuh, tapi tulang sendinya masih kuat. Jungwon bahagia dengan kakek. Kakek pernah bilang untuk selalu nurut dengan kedua orang tuanya, jangan pernah meninggalkan mereka.

"Kakek, Jungwon rindu kakek."

Air matanya tak sadar lolos begitu saja.

"Rindu Riki juga."

Jungwon menunduk, memeluk kedua lututnya yang ditekuk. Ia menenggelamkan wajahnya.

Jungwon terisak. Beberapa orang yang melintas meliriknya horor. Rumah Jungwon berada di pinggir jalan kalau kalian lupa. Para tetangga sekitar sudah terlelap. Ia bisa berada di luar karena kedua orang tuanya pergi tanpa pamit lagi, entah ini sudah yang keberapa kali.

Merasa ada langkah kaki yang mendekat, Jungwon perlahan mendongak. Tubuhnya hampir terjungkal, untung di belakangnya ada tembok.

Jungwon terkejut ada sepasang mata sedang menatap wajahnya dengan jarak yang begitu dekat.

"Ngapain jam segini di luar?" tanyanya sambil menyodorkan permen.

Jungwon menerimanya.

"Habis nangis?"

Jungwon masih menunduk, takut untuk bertemu tatap.

"Kamu sendiri kenapa di luar jam segini, Ki?" ucapnya tanpa melirik sedikitpun ke arah lain.

Riki mendudukkan dirinya di sebelah Jungwon.

"Ngomongnya pake aku-kamuan ya? Oke."

Lagi-lagi Riki mengalihkan pembicaraan, sepertinya sudah bakat bawaan dari lahir.

"Kalau Riki ga suka, bisa pakai lo-gue kok."

"Aku suka."

Jungwon akhirnya memilih untuk menatap manik mata Riki. Kini tatapannya tak bisa terbaca. Bingung, keduanya bingung. Jungwon mengulas senyuman. Riki hadir disaat ia rindu, ingin berucap tapi enggan.

"Aku selalu mikirin kamu, kak."

Mata Jungwon membelalak lucu. Riki menghela nafasnya.

"Kenapa ya kamu selalu hadir di dalam mimpiku?"

"O-oh ..., mungkin pengaruh itu belum sepenuhnya hilang, maaf Riki."

"Pengaruh apa?"

"Bolehkah aku jujur?" tatap Jungwon sendu.

Riki perlahan mengangguk.

"Aku mencintaimu, sejak kamu memberikan aku sebotol air mineral waktu itu."

Jungwon sempat terkekeh, sedangkan Riki masih dengan tatapan bingungnya.

"Saat kita masih SMP?"

Jungwon mengangguk meng-iyakan.

"Aku pengecut Ki, aku terlalu takut kehilangan kamu. Hidupku terlalu kosong. Aku mau kamu, aku butuh kamu. Dari tingkah lakumu sudah terbaca kalau kamu tidak ada perasaan sama sekali terhadapku."

LO(S)VER [nikwon] ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang