Uno | Misi Utama

9.1K 673 12
                                    

Uno | Misi Utama




     Ganes menghembuskan nafasnya panjang. Memangku pipinya dengan satu tangan sambil memandangi Jaiz dan Rafa yang bermain di pinggir kolam. Wanita itu melemparkan pandangannya ke arah taman rumah milik Nenek suami Aluma, sahabatnya.

Tapi detik selanjutnya, Ganes jadi mendenguskan nafasnya lagi.

"Kalau kucing gue hilang disini. Kira-kira berapa hari ya gue nemunya." Gumam wanita itu sendiri. Sambil memandangi luasnya rumah yang belum selesai ia hitung panjangnya sejak menginjakan kaki kesini.

"Kayaknya gue nabung sampe 7 turunan juga belum tentu bisa kebeli rumah mansion kembaran Kylie Jenner ini." Lanjut Ganes lagi meratapi diri.

"Emang lu ada niatan mau beli rumah segede gini, Nes?" Celetuk Vera yang duduk di sebelah Ganes. Sejak tadi dibuat geleng kepala melihat tingkah wanita itu yang kelihatan frustasi karena teringat tabungannya belum naik-naik mencapai dua digit.

Sedangkan Aluma, sosok alasan wanita itu terjebak di rumah ini tadi sudah lebih dulu absen untuk menemui Nenek Adnan mewakilikan suaminya.

Ganes melirik. "Kagak ada. Tapi kalau duit gue udah sebanyak nenek si Jaiz, kayaknya mau gak mau gue beli mansion sih, Ver. Biar bisa jogging di dalem rumah." Balas wanita itu menyandarkan punggungnya pada kursi taman.

Ganes kemudian memgedarkan pandangannya pada tamu undangan yang hadir. "Lu liat kan? Ini orang nasabah prioritas semua kumpul, jalin koneksi, senyum sana sini. Kalau gini gimana gak yang kaya makin kaya yang miskin ternak lele." Kata wanita itu menyeletuk ringan.

"Salah Nes, bukan gitu peribahasanya." Kata Vera menyela. "Yang miskin ternak tuyul. Ternak lele masih nunggu lama sugihnya." Lanjut Vera santai.

Keduanya saling lirik. Kemudian di detik yang sama, seakan satu pikiran kedua wanita itu tertawa dengan geli dan kompak.

"Yang bener itu peribahasanya yang kaya makin kaya, yang miskin makin miskin, Tante." Sahut Jaiz di pinggir kolam menyeletuk dengan wajah serius.

Ganes dan Vera kompak mengatupkan mulut, melirik melihat anak laki-laki yang masih sibuk bermain air. Mereka lupa bahwa anak Aluma itu nyatanya punya cara belajar dan menangkap melalui Auditori. Tanpa melihat atau memperhatikan, Jaiz mengandalkan pendengarannya sebagai alat menerima informasi dan pengetahuan. Berbeda dengan Rafa, putra Vera yang menggunakan visual.

"Oooh iya! Lupa Tante Iz, makasih yah udah dikoreksi." Sahut Ganes tersenyum lebar sumringah.

Ganes melirik Vera, wanita masih dengan senyum diwajahnya berbisik dengan pelan. "Ngomongnya pelan-pelan Bu, ini anak atasan gue. Bisa gawat kalau gue dipecat gara-gara dia lapor bapaknya abis diajarin peribahasa ternak lele ternak tuyul dari gue." Kata Ganes kemudian melambai pada Jaiz yang kembali bermain.

Vera meledakan tawa. Teringat bahwa Ganes juga merupakan anak buah dari Pak Adnan yakni ketua yayasan di sekolah tempat mengajarnya.

"Jadi gimana..." Vera memajukan wajahnya, bersuara dengan pelan. "Diantara bau seluruh nasabah prioritas disini. Ada gak yang nyangkut selera lo? Tinggal tunjuk, kalau doi belom nikah. Bisa minta bantuan suami gue atau Aluma yang atur." Kata Vera sambil memainkan alisnya.

Ganes melengos. "Kagak ada. Bau duitnya iya. Yang bakal direstuin kakak-kakak gue gak ada." Kata Ganes kembali memangku pipinya diatas meja.

"Lah? Kok jadi restu Kakak lo? Bukan nyokap bokap lo?" Tanya Vera bingung.

Ganes melirik. "Lo lupa? Dikeluarga restu itu di bawah telapak kaki 2 kakak gue. Bukan nyokap bokap gue. Kalau kakak-kakak gue bilang Iya. Orang tua gue juga iya. Kalau mereka bilang enggak ya emak bapak gue juga enggak." Kata Ganes menipiskan bibirnya.

Heart, Blueprint!Where stories live. Discover now