Aspal berubah menjadi permukaan es yang meluas hingga ke seluruh penjuru arah. Hanya saja aspal yang dipijak oleh Alfhen tidak berubah menjadi es.

Sosok itu mengenakan jubah biru yang menjulur sampai ke tanah. Di punggungnya, terdapat sebuah pedang dengan sarung bercorak rumit dan asing. Sosok itu membuat Alfhen tertegun. Apakah dia seorang malaikat? Tapi, dia tidak mempunyai sayap ditubuhnya seperti malaikat kebanyakan. Alfhen lalu melihat sepasang telinga dengan ujung runcing menyembul dari surai panjang putih keperakan yang berkibar.

Elf itu segera mengeluarkan duri kristal tajam yang mengkilap lalu menusuk ke arah kaki-kaki monster yang hendak mendekap. Erangan para monster itu menggelegar melebihi suara petir yang menyambar.

Tak lama kemudian, cahaya hijau muncul. Sosok wanita muncul dengan akar-akar bergelombang mengelilingi tubuhnya. Wanita itu sedikit mengambang. Akar-akar berduri tajam muncul dari tanah menembus permukaan es, membelit tubuh para monster itu.

"Hei! Bisa-bisanya kau meniruku di saat seperti ini!" Elf itu berteriak sambil mempertahankan kristalnya yang masih menancap di kaki monster yang mengerang. Wanita itu hanya menjulurkan lidah seakan tak peduli dengan teriakannya.

"Biarkan saja, memangnya hanya kau yang bisa membuat duri? Bahkan duriku ini lebih kuat daripada milikmu!" balas wanita itu dengan wajah meledek.

"Dryad? Makhluk itu tak sekecil yang diceritakan," Alfhen menggumam. Dia memang belum pernah bertemu dengan makhluk tersebut secara langsung. Makhluk sejenis peri yang tergolong sebagai peri tumbuhan itu terkesan berbeda dari yang pernah ia dengar. Elf itu hanya menggeram dengan wajah jengkel. Mata mereka bertatapan seperti petir yang saling menyambar. Elf dan Dryad itu terus beradu argumen sembari sesekali mengejek dan mempertahankan duri elemen mereka masing-masing.

Dari sisi belakang, muncul sosok raksasa. Hentakannya bahkan meretakkan es yang Elf itu buat.

"Hei! Hati-hati dengan pijakanmu itu!" teriak Elf dengan kesal melihat es nya meretak.

Alfhen memindahkan pandangan netranya ke sosok yang tak ia ketahui. Sosok itu mempunyai kaki dan tangan yang menyerupai batu. Kepulan asap timbul dengan cukup pekat seiring kemunculannya yang mirip dengan monster yang mengejarnya itu. Alfhen menaikkan sebelah alisnya, sesekali mengernyit. Siapa dia? Aku tak pernah melihat sosok itu. Alfhen lalu melihat Viona yang semakin melemah, pikirannya tak bisa mencari atau mengingat sosok berbatu itu.

"Bertahanlah, Sayang." Alfhen membelai rambut Viona dengan lembut dan juga sang bayi.

Pria berbatu itu kemudian berteriak. Tanah bergetar seperti gempa berkekuatan besar. Bahkan Elf itu sampai terbatuk-batuk untuk mempertahankan esnya yang mulai retak-retak. Sebuah sinkhole dengan diameter cukup besar melubangi lautan es itu. Lalu sesosok raksasa batu muncul dari dalam. Besarnya bahkan melebihi besar monster pertama.

Alfhen lagi-lagi mendelik karena terkejut. Sosok pria itu mampu mengeluarkan raksasa berbatu sebesar itu. Alfhen lalu mengingat dia pernah melihat sosok itu sekali, namun dia tidak mengingat namanya siapa

Raksasa itu berjalan lalu mencengkeram dan meremas salah satu monster itu. Cucuran darah serta daging menghujani Elf dan sang Dryad. Lautan es yang putih bersih itu kini ternodai bercak darah dan daging yang berhamburan. Warna merah pekat memenuhi hampir ke seluruhan.

"Ugh!" Elf dan Dryad itu hanya bergidik jijik saat monster-monster itu satu persatu dihancurkan oleh raksasa batu. Langit hitam itu berkilat dengan cahaya ungu keputihan seperti petir, suara menggeram muncul. Kilatan cahaya itu menampakkan likukan yang berputar-putar.

"Datang juga akhirnya," gumam Elf itu sambil mendongak. Sosok naga kemudian muncul dari balik awan dengan kecepatan tinggi.

Naga itu lalu bersiap menyemburkan api. Elf itu terkejut dan langsung melesat ke arah Dryad dan menciptakan kubah es pelindung. Sementara raksasa batu itu melindungi tuannya sendiri. Alfhen juga segera mengeluarkan sayapnya yang tersembunyi, lantas melebarkannya untuk membalut Viona dan si bayi dengan sisa-sisa tenaga yang ada. Sayap Alfhen sedikit terkoyak saat api dari naga itu menerpa tubuhnya, menyisakan bulu-bulu yang mengerut berbau hangus.

Dalam sekejap, potongan tubuh monster yang berceceran menjadi debu dan menghilang.

"Woah! Hampir saja kita semua terpanggang hidup-hidup!" ujar Elf itu setelah menghilangkan kubah es-nya. Terlihat api-api yang berkobar membakar pepohonan dan bangunan-bangunan semi permanen sudah hancur.

Suasana pun berubah menjadi sunyi, hanya terlihat debu api dan tanah yang berterbangan dan banyak bercak darah dimana-mana. 

-Bersambung-

P.S : Jika kalian suka bab ini, silahkan tekan Vote dan komen jika ada kesalahan dalam penulisan. Author bakal berusaha memperbaikinya...

Author masih newbie, btw~ hehe

Arigatou Gozaimasu~!



EPIC (Re-Written)Where stories live. Discover now