TIN TIN

Ops! Esta imagem não segue as nossas directrizes de conteúdo. Para continuares a publicar, por favor, remova-a ou carrega uma imagem diferente.

TIN TIN.

Ampun rusuh banget.

"IYA IYA BENTAAAR! Yah, berangkat dulu. BUUUN, MABEL BERANGKAT!" Gue salim tangan Ayah yang masih geleng-geleng kepala meskipun tetap peduli, "Tiati, salam Prio. Bilang jangan ngebut-ngebut."

"TIATI BEEEL!" Bunda juga teriak dari dalam dapur.

"BEEEEEL... Eh! Udah nongol, hahaha."

"Berisik tau," gue buka pager sambil pelototin.

"Bel, Bel.."

"Bentar lagi nutup pager."

"Ih denger aku dulu.. Masa kan si Maje kemarin pulang subuh sama Fikar, terus-"

"Prioooooooo." Gue langsung pelototin karena daritadi nih pager rumah gue susah banget kekuncinya.

"Okeh, pause." Prio langsung mingkemin mulut sambil ngangguk.

"Dah.."

"Nah jadi kan si Maje-"

Prio akan selalu punya banyaaaaak cerita yang jadi alasan perjalanan dari kompleks rumah kita ke sekolah gak pernah terasa lama. Padahal jaraknya lumayan jauh.

Tapi hari itu, tepat sebelum gue benar-benar naik ke atas motor Prio, gue melihat Pak Tujuh yang Ayah ceritakan sedang berdiri di depan rumahnya, melihat gue dan Prio.

"Pak..." gue menunduk sedikit sebagai gestur sopan santun.

"Siapa?" Prio berbisik sebelum pasang helm.

"Sapa dulu... Pak, hehehe."

Untungnya Prio ngangguk dan langsung nyengir sopan. "Halo, Pak hehe. Salam kenal."

Dih, yang suruh kenalan siapa coba? Emang dasar telmi.

"Ya.."

Pak Tujuh terlihat hangat, meskipun gak ada senyum ramah di bibirnya. Malahan... dia terlihat, sedih?

Gue memulai cerita panjang ini dengan seorang laki-laki paruh baya bernama aneh yang baru pindah ke rumah di sebelah kami kemarin sore.

Bukan karena namanya yang aneh, atau karena sikapnya yang terlihat susah dimengerti.

Hanya saja pada suatu hari, beliau pernah berkata,

"Kelak kalau kamu sudah kuliah, bukan dia yang akan datang ke rumah untuk jemput kamu lagi..."

Seolah-olah dia tau segalanya.

"Terus siapa yang jemput saya?"

"Ada... Namanya Ranu."

Gue gak pernah mengenal nama itu sebelumnya.

"Hah? Ranu? Siapa tuh?" Sekonyong-konyong

"Ya... Ada lah." Baru kali itu gue melihat Pak Tujuh tersenyum. "Orang yang suka sekali sama nama kamu." Wajah gue masih terheran-heran.

her everyday, his weekendOnde as histórias ganham vida. Descobre agora