24 Hard to say the truth

Mulai dari awal
                                    


Dengan langkah-langkah lebar dan ekspresi marah, Cherisha menghampiri wanita itu. "Mama Dio!"panggilnya kesal.


Wanita itu terkejut mendengar panggilan Cherisha. Ia menoleh dan wajahnya langsung pucat melihat kemarahan di wajah wanita cantik itu. Cherisha berhenti di hadapannya dan berkata dengan menudingkan jari telunjuknya.


"Dengar ya! Keluarga saya buka urusan Ibu! Urusan saya sama Ayahnya Rendi itujuga bukan urusan Ibu! Jadi jangan sok tahu!"serunya kesal, membuat bukan hanya kelima ibu-ibu itu yang melihatnya, tapi mengundang lebih banyak orang yang berlalu lalang di sore hari itu.


"Sekali lagi Ibu ngomong yang bukan-bukan, saya laporin Ibu ke polisi!"ancam Cherisha dengan ancaman yang sama seperti Randi, membuat wanita itu semakin memucat. "Ajarin anaknya yang bener!"Kemudian dengan tatapan tajam dan menusuk, Cherisha berkata tajam "Bitch!"


Kemudian dengan kesal Cherisha berbalik pergi dan keluar dari kerumunan itu. Saat menuju rumah kontrakannya, langkahnya terhenti ketika melihat Randi berada tidak jauh dari tempatnya berada. Laki-laki itu menatapnya dengan alis terangkat sebelah dan senyum. Sepertinya ia melihat apa yang terjadi. Dan mendadak Cherisha merasa malu karena Randi melihatnya sedang marah-marah seperti tadi.


"Sejak kapan kamu disini?"tanya Cherisha ketika sudah berhadapan dengan Randi.


"Cukup lama untuk melihat kalau Bundanya Rendi ternyata keren banget,"kata Randi nyengir, membuat Cherisha tersipu.


Cherisha berdeham kecil. "Kamu mau ngapain kesini? Rendi kan di rumah Ayah,"ucapnya mengalihkan pembicaraan dan melihat ke arah lain. Lehernya cukup pegal sebenarnya melihat Randi dengan menengadah begitu. Padahal Cherisha sudah cukup tinggi untuk ukuran wanita. Tapi tetap saja Randi jauh lebih tinggi. perbedaan tinggi badan mereka mungkin lebih dari 20 cm.


"Mau jemput kamu. Sekalian ketemu Rendi lagi,"kata Randi kemudian menatap Cherisha penuh sayang. "I miss you,"


Jantung Cherisha berdegup kencang dan wajahnya tersipu mendengar ungkapan itu, tapi ia menyadari ada yang salah dari Randi. Meskipun tersenyum, Randi terlihat sangat sedih dan wajahnya agak pucat. Laki-laki itu juga terlihat sangat lelah.


"Ayo ke rumah. Aku mau beresin baju dulu,"kata Cherisha mengajak Randi ke rumah kontrakannya. Randi duduk di kursi teras sementara Cherisha masuk ke dalam rumah.


Laki-laki itu menyandarkan kepalanya ke dinding dan memejamkan matanya. Pembicaraannya dengan Tania tadi membuat perasaannya tidak karuan. Marah, sedih, kecewa, rasa bersalah, dan rindu...


Perasaan rindu itulah yang membuatnya langsung menuju ke tempat dimana Cherisha berada. Ketika sampai ke dapur rumah sakit, ternyata Cherisha sudah pulang dan ia langsung menyusulnya.


Suara piring beradu dengan meja kayu membuat Randi membuka matanya. Cherisha meletakkan secangkir teh hangat di meja di samping tempat duduk Randi. Wajahnya terlihat khawatir.


"Kamu sakit?"tanya Cherisha cemas. Randi tersenyum dan menggeleng.


Remember UsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang