𝙲𝚑𝚊𝚙𝚝𝚎𝚛 𝟸

43 20 38
                                    

"Saya dengar anda pergi ke Hutan Gerhana minggu lalu untuk membasmi banyak monster di sana, apalagi hanya seorang diri

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Saya dengar anda pergi ke Hutan Gerhana minggu lalu untuk membasmi banyak monster di sana, apalagi hanya seorang diri. Itu hebat sekali."

"Kami bisa tenang berkat anda, Duke Muda."

"Jika anda tidak keberatan, bagaimana dengan makan malam bersama?"

Bualan manis para bangsawan terdengar tanpa henti. Berputar di sekitar pria bersetelan serba gelap yang rapi. Namun, ekspresinya tanpa minat sama sekali. Bahkan setelah sengaja menepi, ada saja serangga yang keras kepala menghampiri. Rasanya sungguh memuakkan, seperti dipaksa menahan alergi.

Ia mendengkus lagi. Kedatangannya semata untuk menanti, bukan untuk mendengar sesuatu yang tidak berarti. Sayangnya, ia terlalu mengerti jika manusia-manusia di depannya ini tetap tidak akan undur diri. Suatu ironi, juga komedi.

Lebih baik pesta sialan ini cepat selesai, pikirnya selagi berusaha untuk tidak angkat kaki. Sudah sedari tadi dia melihat ke arah lobi, tertarik untuk pergi tapi terhalang janji. Jadi satu-satunya yang bisa dia lakukan adalah tuli terhadap suara hati.

Untungnya, seluruh keluarga Marquess Dehalten telah menuruni tangga. Menjadi pusat perhatian yang utama. Meski demikian, tidak seorang pun yang berani menghalangi jalannya. Statusnya sudah lebih dari cukup untuk membuat siapa pun menyambutnya dengan tangan terbuka—apalagi ditambah dengan daftar jasa.

"Ah, Duke Muda Elcaz juga menghadiri pesta? Luar biasa."

Eldante Elcaz mengangguk sekali. Membalas langsung ke inti untuk memberi Marquess baru Dehalten sedikit harga diri. "Selamat atas lancarnya suksesi."

"Terima kasih. Saya harap kita bisa bekerja sama dengan baik kedepannya."

Formalitas semacam ini telah Eldante hapal di luar kepala. Pembicaraan selanjutnya mudah dikira; pujian semu yang membuat jemu. Selalu.

Biasanya begitu.

Akan tetapi, hari ini terkecuali. Eldante tidak berencana berlama-lama kalau sebatas memperdalam koneksi. Selain status lawan bicaranya yang tidak terlalu berguna untuknya, Eldante tidak lupa eksistensinya di sini untuk apa. Iris Ruby tanpa cahaya miliknya telah terpaku pada perempuan di belakang sana.

Lady Thera.
Putri bungsu Marquess Dehalten yang lama.

Eldante menatap sejenak dan belum merasa kecewa. Itu tidak buruk karena karakteristiknya sesuai bayangannya: tidak berisik karena amat jarang bersuara, memiliki rupa yang tidak mengotori mata serta tampak patuh seperti boneka. Untuk sekarang, gadis itu mendekati syarat sempurna.

Keraguan di hati pria itu tidak lagi tersisa. Eldante akhirnya yakin untuk mengambil langkah selanjutnya.

"Saya jatuh cinta."

"... Apa?"

Semua sorot mata seketika mengarah padanya, tapi pria itu memilih abai terhadap beragam reaksi tidak percaya.

"Jatuh cinta katanya? Pada siapa?"

"Jangan bilang ... putri bungsu keluarga Marquess? Lady Thera?"

"Bagaimana bisa?"

"Apakah Duke Muda Elcaz bercanda?"

Kegaduhan dengan cepat menyebar, layaknya percikan api yang membakar sekitar. Namun, sumbernya tidak menganggap itu sesuatu yang besar. Nada Eldante masih datar dan cukup keras untuk didengar ketika ia melamar. "Lady Thera, jadilah tunangan saya."

* * *

Apa dia sudah gila?

Adrian mengutuk tanpa suara. Seumur hidupnya, baru pertama kali ia membelalakkan mata dan kehilangan kata-kata. Bukankah baru saja adalah lamaran terbuka? Sesuatu seperti ini ... sama sekali tidak terduga. Terlebih, itu ditujukan kepada Thera.

Memang sudah ada beberapa pemuda yang melamar adiknya, tapi Adrian selalu menghalangi dengan segala cara. Sengaja membujuk sang ayah agar tidak tergesa-gesa menjualnya, beralasan jika itu hanya kerugian yang nyata.

Mungkin mudah untuk menipu keluarganya di masa lalu, tapi situasi sekarang tidak sama. Mengingat tiga: kemungkinan keuntungan tanpa batas, kebencian Areas, lalu identitas Duke muda Elcaz. Ketiga hal ini digabungkan menghasilkan jawaban yang jelas.

Ia harus satu suara, jika tidak ingin membuka kemungkinan untuk dicela.

Namun, setelah tumbuh dan dibesarkan sebagai tuan muda, Adrian nyaris tidak pernah berjumpa dengan yang disebut rela. Banyak hal yang bisa didapat dengan sebaris kata dan angka. Jadi setiap dihadapkan dengan situasi sejenis, ia mustahil tidak murka.

Thera mengenal sang kakak sulung terlalu baik sekali pun terpaksa. Wajah Adrian mungkin tampak tenang kalau dilihat secara kasat mata, tapi terlalu jelas baginya untuk menyadari pria itu tengah bersandiwara.

Pasti dilema. Bukankah tidak mudah diam saja ketika orang lain mengambil sesuatu yang sejak lama didamba? Apalagi tepat di depan mata.

Thera yakin jika Adrian tidak baik-baik saja.

Lantas mengapa? Itu adalah hadiah yang sudah Thera pikirkan dengan mempertaruhkan nyawa. Tidak ada yang tahu kalau ia sudah terlibat berbagai skema berbahaya demi menghadirkan karma. Semua ini hanya agar ia tidak lagi menjadi mangsa dan bisa mengangkat kepala.

Lamaran Duke muda Elcaz sebatas kerjasama berjangka yang menjadi langkah pertama.

"Apakah ... anda mengatakan dengan sungguh-sungguh?" Heinrich, mantan Marquess, bertanya. Seakan membuktikan jika baru saja bukan mimpi semata. "Duke Muda Elcaz, benarkah anda ingin melamar putri bungsu saya?"

"Iya."

Wajah Areas tiba-tiba cerah. "Kalau begitu—"

"Duke Muda Elcaz," sela Adrian cepat. "Ini terlalu tiba-tiba, mempertimbangkan waktu dan lokasi yang tidak tepat."

Heinrich enggan setuju dengan sang putra, kesempatan emas tidak boleh terlewat. Menyadari hal ini, Adrian menambahkan dengan suara berat yang samar-samar tercekat. "Akan lebih baik kalau kita pindah ruangan dan berbicara secara empat mata. Bagaimana menurut anda?"

Eldante tidak keberatan. Pikirannya hanya ingin segera menyelesaikan urusan kemudian istirahat. Intinya, dia sudah melakukan sama persis sesuai permintaan.

"Baik. Tolong tunjukan jalannya."

Bisik-bisik mengiringi kepergian keempatnya. Sebagian besar menikmati pesta dengan perbincangan yang topiknya serupa, hanya sedikit yang memilih berdansa. Salah satu alasannya juga karena Thera masih di depan mata. Diminta untuk tinggal oleh Adrian dan diberi sikap apatis dari pria yang baru saja menyatakan cinta.

Tentu saja keganjilan ini mengundang banyak tanya.

"Apa Duke Muda Elcaz baru-baru ini belajar bercanda?"

"Katakan sesuatu yang bisa dipercaya. Julukannya sebagai serigala malam bukan sesuatu yang muncul begitu saja."

"Benar. Memang apa untungnya Duke Muda Elcaz berpura-pura?"

"Kalau begitu matamu buta? Apakah itu wajah ketika seseorang jatuh cinta?"

"Berarti ada alasan lain, mungkin saja ...."

Akhirnya Thera tidak bosan mendengarkan namanya di setiap gunjingan. Memang masih ada hinaan, tapi tetap didominasi rasa penasaran. Sayangnya, ia tidak bisa lebih lama bertahan sebab masih memiliki sesuatu untuk dilakukan.

Namun, tidak apa. Itu karena ia masih memiliki bahan untuk gunjingan para bangsawan selama beberapa bulan ke depan.

𝐋𝐚𝐝𝐲 𝐓𝐡𝐞𝐫𝐚 : 𝙸 𝙷𝚊𝚟𝚎 𝙰𝚗 𝙰𝚏𝚏𝚊𝚒𝚛 𝚆𝚒𝚝𝚑 𝙼𝚢𝚜𝚎𝚕𝚏Where stories live. Discover now