Aryan menghela napasnya penuh penyesalan. Jika saja dia tahu pekerjaan bisa membuat wanita itu bertahan, pasti dia akan membawa ibu Jumaira tinggal di rumahnya bersama Jemima. 

"Memangnya Mas ini siapanya, bu Jum?"

Pertanyaan itu membuat Aryan terkejut. Dia tidak menyiapkan jawaban untuk pertanyaan yang satu itu. Dia tidak yakin untuk menjawab bahwa dirinya menantu ibu Jumaira, disaat tidak ada satu orang pun yang tahu Jemima sudah menikah. 

"Saya mantan majikannya, Bu."

Wanita itu mengangguk paham. 

"Ibu tahu dimana kampung halaman ibu Jumaira?" tanya Aryan. 

"Setahu saya bu Jum itu orang Jepara, tapi saya nggak tahu kampungnya di mana."

Jepara adalah wilayah yang luas. Tidak mudah bagi Aryan untuk nantinya mencari tahu sendiri keberadaan Jemima dan ibunya. Maka satu-satunya cara adalah meminta bantuan orang yang bisa memastikan apakah Jemima di sana atau tidak. 

Setelah mengundurkan diri dari kontrakan tersebut, Aryan memilih pulang ke rumah. Dia ingin tahu apakah Jemima pulang ke sana sendirian. Kemungkinan besar tidak mungkin. Jemima sangat benci dengan ibu Aryan, sudah pasti tidak akan pulang ke sana. 

Katrina sedang kedatangan tamu, Aryan menunda niatannya untuk mempertanyakan keberadaan Jemima pada mamanya. Wanita itu juga terlihat tak peduli dengan kedatangan Aryan yang sendirian. Bukankah sikap abai itu cukup mencurigakan? Apa mamanya sudah bisa menebak kepergian Jemima? Atau mamanya sudah tahu mengenai hal ini? 

"Hai, Aryan! Kamu nggak kerja hari ini? Padahal biasanya Tante nggak pernah lihat kamu di rumah."

"Ambil cuti, Tante."

Katrina tetap tak menatap putranya meski Aryan terus menajamkan tatapan pada sang mama. Entah mengapa Aryan jadi merasa memang ada yang disembunyikan mamanya hingga bersikap demikian. 

"Kalo gitu saya permisi, Tante. Silakan dilanjut obrolannya."

Aryan meninggalkan ruang tamu dan beranjak menuju kamar. Dia memeriksa seluruh pakaian Jemima yang tertinggal di sana, dan memang tidak ada yang perempuan itu bawa. Kepergian Jemima terlalu tiba-tiba. Perempuan itu mungkin memikirkan sesuatu dan secara impulsif langsung pergi tanpa mempersiapkan apa pun. 

Kepala Aryan rasanya sudah benar-benar akan pecah. Dia tidak bisa menerima keadaan ini begitu saja. Namun, Aryan bukan manusia yang bisa menahan seseorang untuk selalu ada di sisinya. 

Dia melihat boks bayi Kamala, ada yang berbeda. Baju-baju bayi yang semula dibereskan menjadi satu di dalamnya mendadak hilang. 

"Bajunya ... dibawa?" 

Bagaimana Aryan bisa menghalau tangis jika begini? Jemima tidak peduli dengan pakaiannya sendiri, dia malah membawa pakaian bayi Kamala dan entah kapan perempuan itu membawanya. Kapan Jemima kembali ke rumah dan membawa pakaian bayi Kamal? Kemana perempuan itu pergi? Atau ... bagaimana dia menghubungi ibunya jika dia benar-benar pergi tanpa membawa apa pun?

"Astaga, Aryan! Kalo kamu nangis sekenceng ini, gimana temen-temen mama nggak panik??"

Dengan cepat Aryan menghampiri mamanya, dia yakin ada sesuatu yang Katrina ketahui. 

"Mama usir Jemima. Iya, kan?" 

Katrina menatap putranya itu dengan bingung. "Usir? Siapa yang usir dia? Bukannya kamu yang antar dia ke ibunya? Kamu bilang tinggal di rumah sendiri, jauh dari mama. Mama kira kamu sudah mulai melakukannya sejak kemarin. Mama kira kamu balik hari ini untuk ambil barang-barang kalian! Terus kenapa kamu tiba-tiba nuduh mama usir perempuan itu?!"

Kemarahan Katrina tidak terlihat palsu. Sepertinya memang apa yang diucapkan wanita itu benar adanya. 

"Jemima pergi, Ma. Jemima meninggalkan aku."

Katrina yang semula sangat kesal mendadak harus memegangi tubuh putranya yang merosot ke lantai. Ada luka yang memenuhi mata Aryan. Pertama kehilangan Kamala, lalu sekarang ditinggalkan Jemima. Sudah pasti pria itu tak baik-baik saja. 

"Aryan ... kenapa kamu sampai sejauh ini? Mama pikir kamu akan menjalani hidup kamu kembali seperti sebelumnya. Kenapa kamu mengubah perasaan kamu?"

Siapa yang bisa memastikan isi hati? Aryan tidak tahu kapan perasaannya berubah, tapi itulah yang terjadi. Dia tidak akan bisa menjawab mamanya yang selalu tak terima dengan kehadiran Jemima. Wanita itu tak akan mengerti dengan hati Aryan yang sudah terbolak balik hingga tak baik-baik saja tanpa Jemima. 

"Ma ... Aryan cinta sama Jemima. Aryan nggak tahu sejak kapan, tapi Aryan nggak suka jauh dari Jemima."

Tidak ada yang Katrina sampaikan sebagai balasan. Dia membiarkan putranya meraung dengan tangisan yang lebih keras. Ini adalah kejutan yang luar biasa membuat Katrina melihat sosok Aryan yang sangat rapuh, bahkan lebih rapuh dari kandasnya hubungan dengan mantan terdahulunya. 

Sekarang pertanyaannya, apakah Aryan akan baik-baik saja?

Her Wings / TAMAT Opowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz