Neil menautkan jari telunjuk dan jempol tangan kanannya membentuk sebuah lingkaran, lalu telunjuk kirinya mulai keluar masuk ke lingkaran itu.

"Ga ada kondom," jawab Lafran yang sebenarnya sedikit terkejut saat kekasihnya itu menawarkan diri.

"Mmm... yaudah mau gua epong?"

"Boleh"

Neil bangkit dari rebahannya. Kini dia duduk di atas paha Lafran yang masih tiduran di ranjang itu.

Tangannya mulai bergerak menurunkan celana yang dikenakan Lafran. Sedangkan sang empunya sendiri memperhatikan intens kelinci manisnya itu dari bawah.

"Asu.. semakin diliat, anakonda lu emang gede banget cok. Bisa-bisanya bisa masuk ke anunya gua."

Neil memberikan sentilan pada si anakonda yang baru saja mencuat sesaat celana dalam milik kekasihnya diturunkan.

Lafran sendiri hanya terkekeh sembari meremas-remas buah persik kenyal milik Neil yang kini orangnya mematung di atasnya.

Dengan gerakan ragu-ragu, Neil mulai membungkukkan tubuhnya. Membawa kepalanya mendekat ke arah barang kelewat bagus milik kekasihnya.

Diawal Neil menyentuhnya menggunakan jari telunjuk, lalu memberanikan diri untuk menggenggam benda panas itu.

Bisa Ia rasakan sebesar apa dan sekeras apa barang itu saat ini. Bahkan genggaman tangannya tak mampu melingkar penuh pada diameter si anakonda yang memang kelewat gemuk itu.

Neil mulai mengerakan tangannya memijat lembut dari atas ke bawah, secara berulang. Membuat Lafran merasakan sebuah rangsangan detik itu juga.

Tak hanya menggunakan tangan, Neil mulai menggunakan mulutnya untuk menggosok benda itu, menjulurkan lidahnya, dengan genitnya dia menjilat batang besar itu dan memasukan ke dalam mulutnya.

Sesak dan penuh yang Ia rasakan sesaat si anakonda mulai masuk ke dalam mulutnya, hingga membuatnya tersedak.

Karena tak mampu memasukan keseluruhan benda panas itu, Neil menggunakan tangannya untuk menggosok bagian batang yang tak masuk ke dalam mulut.

Lafran menikmati setiap layanan yang diberikan kekasihnya itu. Tangannya mulai mengelus pucuk kepala si kelinci putih yang terus bergerak maju mundur.

Terlihat seperti seekor kelinci yang berusaha memakan lahap sebuah wortel kesukaannya.

"Nakal ya kamu, belajar dari mana, hm?" tanya Lafran ditengah acara.

"Eung? bwhokep..." Neil menjawab dengan keadaan batang besar itu masih di dalam mulutnya.

Rahangnya mulai capek karena terlalu lama memakan benda itu, dirinya juga kesal karena sudah 30 menit lebih kekasihnya tak kunjung melepaskan ejakulasi.

Lafran yang peka saat kekasihnya sudah merasa lelah, Ia beranjak bangun dan duduk di hadapan Neil. Detik kedua Lafran membawa tubuh Neil bergantian untuk dirinya yang dalam posisi tidur sekarang.

Tangan kekar itu mulai melucuti celana serta dalaman yang dikenakan Neil dan membuangnya asal.

"Mau ngapain? Katanya ga ada kondom?" Neil sedikit resah dan reflek menutup selangkangannya mengunakan kedua tangan.

"Pinjam paha."

Sebelum Lafran mengerjakannya, Ia mengecup sebentar bibir kenyal milik kekasihnya. Awal memang hanya sebuah kecupan, berubah menjadi lumatan dan sesekali menghisap, mengobrak-abrik di dalam mulut kecil Neil.

Membuat sang empunya tak mampu menyeimbangi dan hanya dapat mengeluarkan erangannya.

"Enghh...mmphh..."

Kedua tangan Lafran mulai menjamah masuk ke dalam hoodie putih yang dikenakan Neil. Mengelus serta meraba kulit mulus milik kekasihnya, hingga jarinya menemukan sebuah titik kenikmatan yang Ia cari-cari.

Kedua buah ceri itu mulai dimainkan, memutar, memencet, menggosok, tanpa menyudahi ciuman panas itu.

Neil hanya dapat mengeluarkan erangannya, tubuhnya menggeliat merasakan rangsangan dari setiap sentuhan yang diberikan tangan dingin itu.

"Mmphh ge..lih.. ha.. Ahh..."

Dua titik kenikmatan yang terus dimainkan oleh Lafran, membuat batang mungil milik Neil ikut merespon.

Lafran tersenyum bangga. Dia mulai menyatukan si anakonda dengan si ulat milik Neil. Setelahnya, Lafran mencapit barangnya menggunakan kedua paha kekasihnya.

Pinggulnya bergerak maju mundur, batang itu keluar masuk melalui sela-sela paha Neil. Sensasi yang dirasakan hampir menyerupai saat barangnya masuk kedalam lubang kenikmatan milik kekasihnya.

Neil yang asetnya mendapatkan gesekan setiap kali Lafran bergerak, juga merasakan rangsangan teramat nikmat.

"Aah.. Hyunghh.. Ah..hngh..."

"Shit! Cuteness overload."

Lafran tak kuasa melihat pemandangan yang ada di bawahnya. Neil dengan tudung berbulu putih lengkap dengan telinga kelinci.

Ditambah ekspresi panas dari kelinci itu, matanya sayu, semburan merah menghiasi pipinya, wajah penuh peluh menambah kesan erotis. Membuat pintu fetish Lafran terbuka saat ini.

Tempo gerakan semakin cepat dan keduanya mulai mencapai puncak rangsangan hingga melepaskan klimaks seksual secara bersama.

Lafran tentu tak puas jika hanya dengan satu kali tembakan, dirinya tetap melakukan kegiatannya hingga lupa waktu.

Si kelincinya hanya dapat pasrah menyerahkan dirinya. Toh, yang merasakan kenikmatan bukan hanya kekasihnya saja.

***

"Woilah! Kenapa itu muka kok bonyok?!"

Rengga terperanjat tak percaya melihat keadaan temannya yang baru saja akinya di dalam kelas, merasa malas untuk menjalani kegiatan belajarnya.

Nyatanya dulu dia sangat suka belajar, namun entah kenapa jika tak ada si kelinci manis itu di sampingnya, membuatnya merasa kosong tak ingin melakukan apa-apa.

Rengga yang khawatir dengan keadaan rekannya itu menangkup wajah Lafran, melihat keseluruhan bekas lukanya.

Pasalnya, temannya itu sudah seminggu lebih tak masuk sekolah dan ketika sudah masuk wajahnya penuh dengan luka lebam seperti ini.

Lafran menjauhkan tangan Rengga dan mengusak pucuk kepala temannya itu.

Memberi tahu jika tak ada yang perlu dikhawatirkan. Justru dia bangga karena luka ini yang menjadi bukti kerestuan dari pihak keluarga calon pasangan hidupnya.

Rengga yang diusap kepalanya, membuat wajahnya terasa panas hingga pipi dan telinga memerah.

Detik ketiga Ia membuang wajahnya membelakangi Lafran, tak ingin rupanya saat ini dilihat oleh temannya itu.

"O-oke lah kalo ga papa..." gagap Rengga seraya mengipasi wajahnya dengan tangan.

Saat hendak berbalik ke tempat duduknya, tangan Rengga ditarik oleh Lafran, membuat sang empunya terkejut bukan main.

"A-apa? Kenapa?" tanyanya gugup pada Lafran, berusaha menormalkan ekspresinya.

"Nitip," jawab Lafran dengan memberikan tas ranselnya pada teman satu-satunya itu.

Setelah mengatakanya, Lafran keluar dari kelas, membawa kakinya menuju ke kelas XI IPA 3. Meninggalkan Rengga yang masih mengerjapkan matanya di sana.

Detik ketiga Rengga tersenyum girang dan memeluk erat tas ransel yang baru saja diberikan oleh Lafran.

Kemudian dia berjalan menuju bangkunya sesekali melompat kecil penuh keriangan.

TBC

Janlup untuk selalu vote dan komen yang banyak, soalnya aku suka baca komen dari kalian😊

11 Juni 2023

Dom Omega Gesrek (END) ☑️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang