2. Ta'aruf

43.5K 2.2K 89
                                    

Mungkin aku update 5 bab sekaligus.. selamat menikmati


***

"Tuhan memberi kita dua kaki untuk berjalan, dua tangan untuk memegang, dua telinga untuk mendengar dan dua mata untuk melihat. Tetapi mengapa Tuhan hanya menganugerahkan satu hati? karena Tuhan telah memberikan sekeping lagi hati pada seseorang untuk kita mencarinya. Itulah cinta."

Malam sudah menunjukkan pukul 8 malam. Sabrin baru tiba di rumahnya setelah seharian berlatih paduan suara. Karena kampusnya mendapatkan kehormatan untuk bernyanyi bagi salah satu partai politik yang sedang melakukan masa kampanye.

Dilangkahkan kakinya memasuki rumah tanpa Sabrin sadari, ternyata rumahnya sedang kedatangan tamu.

"Sabrin.." panggil Mami. Lalu Sabrin melihat kearah Mami nya yang tengah bercengkrama dengan sebuah keluarga. "Kemari sayang" Mami menggeser duduknya agar Sabrin duduk disebelahnya.

Tanpa Sabrin sadari ada sepasang mata yang terus menatapnya tanpa henti. Orang itu tampak terkesima dengan keHadiran Sabrin.

"Ada apa sih Mi?" Tanya Sabrin bisik-bisik.

"Hadi, kenalin ini anak saya yang terakhir. Ade nya Imam" Papi mengenalkan Sabrin pada pria yang bernama Hadi.

"Wah udah besar saja. Dulu kesini masih pakai popok" ledek pria yang seumuran Papi Sabrin.

"Nak, ini teman Papi waktu masih di gontor dulu. Dan dia baru kembali dari Amerika" jelas Papi.

"Oh.." Sabrin hanya ber 'oh' ria menanggapi perkataan Papinya.

"Sabrin kenalin ini istri om, dan ini anak om yang paling tua. Namanya Fatah dan ini yang kecil namanya Umi" om Hadi berusaha mengenalkan keluarganya pada Sabrin tetapi gadis itu tidak terlalu memperdulikan. Dia hanya mengangguk-anggukan kepalanya. Karena pikiran Sabrin terus dipenuhi oleh Darwan.

Sedangkan pria yang bernama Fatah masih mencuri-curi pandang pada Sabrin. Walau wajah lelah Sabrin sangat terlihat, namun tak dipungkiri oleh Fatah bahwa gadis ini cukup memikat hati.

"Gimana? Soal janji kita terdahulu? Jika anak kita sudah besar, kita akan menjodohkan mereka"

"Jadi lah. Karena janji harus ditepati. Sabrin juga sudah besar. Iya kan nak?" Tanya Papi.

"Iya apa Pi?" Tanya Sabrin dengan muka polosnya. Sabrin tidak menyadari apa yang akan terjadi selanjutnya.

"Gini loh nak. Papi sama om Hadi dulu punya janji untuk menikahkan anak kita. Biar kita makin menjadi saudara"

Sekali lagi Sabrin masih menjawab dengan 'oh' karena pikirannya entah hilang kemana.

"Kamu mau kan nak?" Papi yang sedari tadi hanya melihat Sabrin ber oh ria membuat kesimpulan sendiri. Jika anaknya memang mau dijodohkan.

"Emangnya mas Imam sudah pulang pi?" mata Sabrin menatap Papinya. "Kok main dijodohin aja"

"Sabrin. Bukan mas Imam yang Papi jodohin tapi kamu"

Saat itu juga Sabrin baru menyadari yang ternyata jadi objek pembicaraan dari tadi adalah dirinya. Dia menatap Papi nya minta penjelasan. Karena setahu Sabrin Papinya melarang Sabrin dekat dengan seorang pria sampai kuliahnya selesai.

"Kamu gak keberatan kan nak?" Tanya Papi.

"Pi.. bukannya..."

"Papi ngelakuin itu supaya kamu tetap jaga hati kamu buat Fatah, calon suami kamu" potong Papi.

Al kahfiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang