Kinar dan Akara dinner

Start from the beginning
                                    

Sebagai seorang psikolog, selain melalui medis, laki-laki itu juga menerapkan pada kehidupan Nara tentang haqqul yaqin.

Haqqul yaqin sendiri ialah puncak keyakinan batin paling tinggi, yaitu melihat adanya Allah Swt di muka Bumi ini dan tidak ada satupun di dunia ini selain kekuasaan dan kebesaran-Nya. Haqqul yaqin disebut juga haqqul bashiirah atau cahaya ilahi. Sejauh mata memandang, apapun yang ada disekitarnya tak lain hanya kebesaran dan kuasa Allah azza wa jalla, dzat yang maha mulia dan tinggi. Kemegahan duniawi, harta, tahta, dan segala sesuatu hanya sesaat, kelak akan hancur dan musnah.

Meski tidak sepenuhnya Nara mampu, tapi ia berusaha untuk memasrahkan semuanya pada Allah. Dan kini ia sedang memetik hasilnya.

"Iya bener banget, Kak.. Masya Allah bener, aku nggak nyangka sampai ditahap ini." Ucap Nara yang menerawang lurus kilas balik masa lalunya yang tidak mudah.

Khair tersenyum sembari mengusap pundak iparnya, sejak masih SD perempuan itu sudah ditinggalkan ayahnya, dan ia berjanji sebagai ipar, ia akan menggantikan posisi ayah mertuanya.

"Sudah, samperin Aylar gih. Dia didalem habis sholat. Oh ya, ada baiknya Nara panggil Aylar dengan sebutan Mas atau apa, jangan nama, nggak baik kalo didenger.." Ucap Khair setelah memberi wejangan untuk adik iparnya itu, sampai Nara tidak sadar kalau laki-laki itu didalam dan selesai menunaikan ibadah sholat maghrib.

Perempuan itu nyengir "Hehe, iyaa Kak.." Nara juga baru sadar jika dirinya sangat tidak sopan karena memanggil Aylar tanpa embel-embel apapun.

Sembari beranjak kedalam rumah untuk menghampiri Aylar, Nara sedang memikirkan panggilan apa yang pas untuk calon suaminya itu.

Terlihat laki-laki itu sedang mengobrol dengan saudara sepupu Nara yang lain.

Melihat latar belakang Aylar, Nara selama ini ragu laki-laki itu bisa membaur dengan keluarganya. Namun ternyata ia salah, Aylar bahkan bisa memposisikan dirinya sebaik mungkin dalam keluarganya, Nara sampai merasa tidak percaya diri, apakah dia bisa seperti Aylar ketika dikeluarga laki-laki itu.

"Raa, kamu harus coba ini deh." Aylar menarik perempuan itu untuk duduk lebih dekat dengannya.

Aylar menyodorkan satu toples makanan khas Gresik yaitu getas kering. Laki-laki itu sangat menikmati camilan tersebut.

"Ini enak banget, gurih.." Ucapnya mendeskripsikan camilan yang terus dikunyahnya itu.

Nara tertawa, ayolah siapa yang tidak gemas dengan Aylar jika seperti ini. Laki-laki dengan tubuh tegap, dada bidang, dan wajah tegas. Intonasi bicaranya seperti anak kecil yang sedang kegirangan karena menikmati makanan kesukaannya.

"Besok Budhe buatin yang banyak yaaa," Ucap wanita yang dipanggil budhe oleh Nara, saudara ibu yang paling tua, ia senang melihat makanan buatannya disukai oleh Aylar.

Nara tersenyum, begitu caranya Aylar menghargai seseorang.

"Makasih ya, Budhe..." Aylar tersenyum.

Ditengah obrolan mereka yang ngalor-ngidul , ponsel Aylar tiba-tiba berdering. Dan Nara tidak sengaja melihatnya, panggilan itu berasal dari "Hulya Aiyla". Teman sedivisinya itu lagi-lagi kepergok menghubungi Aylar diluar jam kerja.

"Mbak Aiyla?" tanya Nara, karena perempuan itu lebih dikenal dengan panggilan Aiyla daripada Hulya. Namun Aylar sepertinya lebih suka memanggil perempuan itu dengan nama lengkapnya.

"Iya.." Jawab Aylar yang tiba-tiba berubah mimik wajahnya, laki-laki itu membalik ponselnya dan melanjutkan mengobrol dengan saudara-saudara Nara.

"Kenapa nggak diangkat?" tanya Nara.

"Paling masalah kerjaan." Jawab Aylar.

"Lah siapa tau itu penting, angkat aja." Nara menyuruh laki-laki itu untuk mengangkat panggilan Aiyla.

Sampai pada akhirnya panggilan itu terputus sendiri. Namun tidak berlangsung lama, panggilan kembali masuk.

"Angkat aja teleponnya, siapa tau penting..." Nara kembali menyuruh laki-laki itu untuk mengangkat telepon dengan penelepon yang sama yaitu Aiyla.

"Yasudah, bentar ya." Aylar beranjak untuk sedikit menjauh dari Nara dan saudara-saudaranya.

Perempuan itu memperhatikan Aylar ketika sedang menerima panggilan dari Aiyla, ekspresi wajahnya tidak bisa disembunyikan. Laki-laki itu sedang marah, tapi dengan sekuat tenaga berusaha ditahan.

Hingga akhirnya panggilan itu Aylar akhiri, dia berusaha mengatur emosinya, meredam amarahnya supaya didepan Nara ia terlihat baik-baik saja.

"Ada masalah kah?" tanya Nara khawatir.

"Oh? Nggak," Jawab Aylar.

"Tapi kamu kayak lagi marah," Terka Nara.

"Sedikit... sudah lupain," Aylar mengalihkan perhatian dengan kembali mengobrol bersama yang lain.

Namun sikap Aylar yang seperti itu malah membuat Nara semakin khawatir.

***

"Mas, boleh aku tau apa yang kalian bicarakan tadi?" Nara kini sudah mengubah panggilannya ke Aylar.

Mereka sedang dalam perjalanan menuju rumah salah satu saudara Nara untuk mengantarkan makanan. Disepanjang perjalanan laki-laki itu bersikap seperti biasanya, tidak menyinggung kenapa sikapnya tadi berubah ketika menerima panggilan dari Aiyla.

"Pembicaraan yang mana?" tanya Aylar seperti biasa saja tidak terjadi apa-apa, sedangkan hal itu mengganggu pikiran Nara sekali.

"Yang kamu sama Mbak Aiyla, ada apa?" tanya Nara.

"Oh bukan yang terlalu penting, cuma masalah kerjaan. Nggak perlu dibahas." Jawab Aylar. "Kita kearah mana lagi ini?" Laki-laki itu mengalihkan pembicaraan, seolah dia tidak mau membahas kejadian tadi ketika dirinya menerima panggilan ari Aiyla.


Regards,


Umi M.


You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jun 26, 2023 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

SEPHILEWhere stories live. Discover now