Moving

3 1 0
                                    

Langit sudah mengeluarkan semburat oranye, ketika Marry sampai di teras rumah kakaknya. Lima jam perjalanan dengan kereta, berdesakan dengan banyak nyawa, dan barang bawaan yang tak sedikit, benar-benar menguras tenaganya. Ia hampir saja menyesali keputusannya untuk pindah. Jika bukan karena permintaan kakaknya, dan ceramah panjang lebar selama dua jam yang ia dapatkan, Marry yang sangat benci beradaptasi pada hal baru itu tak mungkin mau untuk pindah. Namun di lain sisi, ia pun merasa bahwa mungkin memang lebih baik baginya untuk pergi dari kota yang selama enam tahun terakhir ini menjadi dunianya. Sepertinya ia memang butuh suasana baru dan orang-orang baru untuk mengobati jiwanya.

Baru saja sampai di ambang pintu, ia sudah disambut oleh musik yang sangat keras. Ia baru ingat, kakaknya pernah bercerita bahwa ia tinggal bersama empat temannya di rumah ini agar dapat membagi uang sewa. Marry ingin sekali mengumpati dirinya, apakah ia terlalu cepat mengambil keputusan? Apakah ia bahkan mampu bertahan selama sebulan di sini? Sepertinya membusuk di rumahnya yang lama tidak menakutkan lagi. Ruang tamu rumah itu tak membuatnya merasa lebih baik, namun ia tak terlalu terkejut. Tak terlalu jauh dari ekspektasinya dari rumah yang dihuni oleh empat orang pria dan satu perempuan mirip laki-laki, yang semuanya adalah seniman. Jejeran kanvas dari ukuran kecil sampai seukuran pintu memenuhi hampir sepertiga ruangan, cat, kuas, kertas, dan sampah berserakan. Lantai penuh noda cat, pakaian kotor di atas sofa, kabel, tripod, dan gitar ada di sudut lainnya.

"Gun! Ambil bajumu dari sofa atau ku bakar sekarang juga?!!" Teriak kakak Marry mengalahkan suara musik.

Seorang pria yang sepertinya baru bangun tidur, dengan hanya menggunakan boxer keluar dari salah satu kamar sambil menguap dan menggaruk pantatnya.

"Jangan marah-marah terus Zee, nanti kau cepat tua." Ucapnya sambil memakai kaos yang ia ambil dari atas sofa.

"Tinggal dengan kalian adalah faktor utama yang membuatku cepat tua."

Selesai memakai kaos, pria itu baru menyadari kehadiran Marry yang ada di belakang kakaknya. Ia menepuk pipinya dan mengucek kedua matanya beberapa kali.

"Zee, bayanganmu hidup? Apa aku masih bermimpi?"

"Dia adikku, saudara kembarku Marry."

"Ohh, kenapa kau tak pernah cerita kalau kau punya adik secantik ini? Halo, aku Gunsmile, yang selalu menebar senyuman, phew-phew."

Marry hanya membalasnya dengan senyum tipis, satu yang ada dalam pikirannya, dari mana kakaknya menemukan manusia aneh seperti ini? Bagaimana dengan 3 temannya yang lain? Tiba-tiba suasana sunyi, musik yang tadi memenuhi gendang telinga kini mati.

"Tidak usah aneh-aneh phi. Mana yang lain?"

"Entah, aku baru bangun."

"Sepertinya kalau ada gempa pun kau akan mati tertimbun di dalam kamarmu."

"Hehe, Zee."

"Apa?"

"Laparr."

"Dasar. Bereskan kekacauan ini, setelah membantu adikku memasukkan tasnya aku akan masak makan malam."

"Ayay captain!!"

Sepertinya, setelah mendapat kerjaan baru, Marry akan mencari tempat tinggal baru dan pindah dari sini.

Kamar kakaknya tak terlalu luas, namun barang yang ada di dalamnya pun tak sedikit. Kamar berukuran 3×3 itu diisi dengan sebuah lemari, meja, kursi, rak besar berisi cat dan barang-barang aneh, serta satu tempat tidur single bed. Jujur Marry bingung di mana ia harus menyimpan barang-barangnya, kamar ini sudah cukup penuh. Kakaknya membawakan sebuah lemari lipat sebelum pergi ke dapur untuk memasak. Sambil menata baju, pandangannya berkeliling ruangan. Lukisan sebesar tv layar lebar berjajar di tembok, tak menyisakan ruang untuk cicak lalu lalang. Banyak barang-barang aneh dan unik di sana, ada tanduk kerbau yang dipajang di atas rak, puluhan botol minuman berbagai merk, sayap besar berwarna ungu tua di atas lemari, dan masih banyak lagi. Sebenarnya Marry pun menyukai hal-hal berbau seni, namun tak seantusias kakaknya itu hingga dijadikan pekerjaan. Mengingat tentang pekerjaan, ia memikirkan teman-temannya di tempat kerja. Ia tak sempat berpamitan dengan mereka, ia pindah tanpa memberitahu siapapun.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jun 25 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Memories of this cityWhere stories live. Discover now