Sambil tetap mempertahankan senyum. Sarina pun membalas, "Kami perlu menghubungi penyedia ramuan dan yang bersangkutan perlu waktu untuk menyiapkannya. Di sini, bukan jasa Dewaguru."

Ada penekanan di ujung kalimat Sarina. Dia tahu, pelanggannya ini cukup tidak sabaran. Tetapi mereka harus mengerti untuk bersabar dalam berbisnis.

"Nanti malam? Sebentar sore?" Kafin menawar.

"Jika Anda benar-benar butuh. Beri saya waktu untuk menghubungi yang bersangkutan."

Kafin mengganguk dan Sarina undur diri menuju ruang belakang khusus untuk staff.

Aren yang sibuk membaca sebuah buku di kursi goyang, melirik ke arah Sarina dari balik punggung buku. "Ada apa?"

"Pelanggan yang merepotkan. Gue mau hubungi Airin. Dia bisa tidak ya? Buat ramuan penawar racun tingkat tinggi dalam sehari?"

"Sepertinya mendesak." Aren berpendapat.

"Yap, orangnya juga ganteng. Sayang, kalau ditolak." Sarina terkekeh sambil menunggu panggilan tersambung.

Aren hanya memutar bola mata malas. Melihat tingkah laku pegawainya.

"Halo," ucap suara dari sebrang ponsel.

"Lo bisa buat penawar racun tingkat tinggi enggak? Sekarang, cito banget sih."

"Siapa yang keracunan?"

"Pelanggan Arendaratu."

"Hmm. Gue ke sana."

"Sekarang?"

"Ya, suruh pelanggan lo menunggu sebentar."

Sarina tersenyum puas. Kemudian sadar, dia belum mengirim penyihir rumah untuk membersihkan rumah klien. Buru-buru, dia kembali ke depan.

"Maaf. Tadi, alamat rumahnya sudah ditulis? Kalau Anda menulisnya sekarang. Penyihir kami langsung otw ke alamat yang dituju."

Kafin yang masih duduk menunggu Sarina sedari tadi, hanya menghela napas. "Gue udah bilang sebelumnya, gue enggak tahu nama jalannya. Tapi, gue hapal rutenya. Lo bisa nyuruh si penyihir ke sini. Nanti dia bakal pergi bareng gue."

Sarina melupakan hal tersebut. Sedikit tersenyum canggung. Lalu menarik kursi untuk kembali duduk.

"Begini, Kak," ujar Sarina setelah menarik napas.

"Panggil gue Kafin. Gue bukan kakak lo."

Perasaan Sarina, entah mengapa sedikit merasa tersentil. "Oke, Kafin. Orang yang menunggu ramuan sedang dalam perjalanan ke sini. Anda bisa menunggunya sebentar."

"Tidak jadi masalah."

Sarina tersenyum lega. Lalu, pintu toko pun terbuka. Menampilkan seorang gadis dengan rambut dikuncir kuda. Dia mengenakan blezer kotak-kotak merah dan celana hitam. Tangan kanannya membawa sebuah totebag kanvas berwarna putih.

"Maaf. Jadi, apakah Anda orangnya?" tanya Airin tanpa basa-basi.

"Kafin. Tidak usah formal begitu. Senang bertemu lo. Boleh lihat ramuannya?"

Kafin sudah berdiri dari kursi. Siap membawakan Nawasena penawar racun.

"Bawa gue menemui pasiennya. Gue harus memeriksanya langsung."

"Bagus. Ayo," ucap Kafin semangat. Tetapi sebelum itu, dia menoleh ke arah Sarina. "Penyihirnya?"

"Airin akan melakukannya," seru Sarina lantang. "Lo bisa kan, Ai? Mantra bersih-bersih?"

"Hmm, gaji gue berarti ditambah?"

"Oh, tenang aja. Aren bisa mengurus itu." Sarina melirik ke arah pintu belakang. Tersenyum jahil pada bayangan Aren dalam benaknya.

"Ayo." Kafin menarik telapak tangan Airin sebelum ia sempat menjawab ucapan Sarina. "Tutup mata lo."

"Apa?" ujar Airin yang bingung.

Kafin tidak punya waktu untuk menjelaskan. Dia lalu menutup pandangan Airin dengan telapak tangannya. Sontak, Airin bisa merasakan tubuh mereka berpindah.

Dia lalu membuka mata perlahan-lahan, saat Kafin menurunkan tangannya. Hal yang pertama kali terlihat adalah tubuh Nawasena yang tertidur. Wajahnya jauh lebih pucat dan hampir membiru.

"Apa yang terjadi lagi padanya?"

"Lagi?" sela Yolai yang muncul dari belakang.

"Sembuhkan dia," titah Kafin tanpa mempedulikan kalimat tanya Yolai yang menggantung.

Pria Ahool itu tampak kesal melirik Kafin. Namun hanya bisa menghela napas. Lalu pandangannya beralih pada Airin yang meletakkan telapak tangan di atas dada Nawasena.

Sedetik kemudian, Airin tersentak. Dia bisa merasakan bahwa tidak ada jantung yang berdetak. Ingatan Airin masih jelas. Terakhir kali mereka bertemu, Nawasena masih memiliki jantung. Terlepas dia adalah Tucca.

Namun, kali ini. Airin tidak bisa menebaknya. Tanpa jantung, aliran darah tidak bisa berfungsi mengalirkan peredaran darah. Otomatis, racun tidak bisa menyebar.

Lalu, apa yang sebenarnya terjadi? Batin Airin penasaran.

__//___/___/___///___
Tbc

Bagi yang lupa siapa Sarina dan Airin. Mereka adalah dua wanita yang ditemui Nawasena waktu di Plaza Senayan bareng Magma...

The Heroes Bhayangkara Where stories live. Discover now