***

Akara menghempaskan tubuhnya di ranjang, ia mengingat kejadian tadi saat di danau. Ketika dengan tiba-tiba seorang laki-laki menghampiri mereka dan membongkar rahasia yang selama ini berusaha ia sembunyikan dari Nara.

Rahasia bahwa ia sudah menikah. Dan seperti yang diketahui Nara, perempuan yang ia nikahi adalah mantan pacarnya sewaktu SMA bernama Kinar.

"Maaas," Seorang perempuan masuk kedalam kamar dan membuyarkan lamunan Akara. "Mas sudah pulang.."

Akara bangun dan mengambil posisi duduk disudut ranjang, ia menampilkan senyum yang dibuat-buatnya.

"Mas capek banget yaaa?" tanyanya sembari mulai memijat pundak laki-laki itu.

Akara berbalik, menolak secara halus istrinya agar tidak memijatinya. Ia menatap mata perempuan itu dengan sangat dalam.

"Kinar," Akara tidak lepas dari menatap perempuan itu.

"Iya mas?" perempuan itu balik menatap Akara, tatapannya penuh rasa sayang, seolah tidak ada laki-laki lain yang ia cintai.

"Seandainya selama ini mas mencintai perempuan lain, bagaimana?" tanya Akara yang langsung membuat hati Kinar mencelos. Rasanya sangat menyakitkan mendapatkan pertanyaan itu dari suaminya.

"Aku nggak bisa ngelarang perasaanmu untuk siapa, Mas.. Tapi aku mohon jangan tunjukkan itu didepanku.. Aku mengerti kita menikah karna kesalahanku, tapi tolong berusahalah untuk mencintai aku." Kinar meneteskan airmatanya, hidup dengan laki-laki yang tidak bisa mencintainya adalah hal yang sangat amat menyakitkan.

Kinar tau siapa perempuan yang Akara maksud, dan ia tau jika suaminya itu masih berusaha mendekati perempuan itu. Namun Kinar tidak bisa melakukan apapun, ia takut malah Akara akan meninggalkannya.

"Seandainya, aku menikahi perempuan itu, apa kamu ikhlas?" tanya Akara yang perkataannya seolah petir disiang hari bagi Kinar.

Dadanya tiba-tiba terasa nyeri. Kinar berusaha menahan airmatanya agar tidak menguar. "Harus sebegitunya kah, Mas? Apa mas nggak bisa hanya mencintaiku?" tanya Kinar.

Akara terdiam, ia lalu menunduk dan beranjak begitu saja. Melewati Kinar yang akhirnya menumpahkan tangis. Ditahannya tangis agar tak terdengar. Ternyata sesakit ini menangis tak bersuara.

***

Nara turun dari mobil dan menuju salah satu stan angkringan yang berjejer didekat trotoar. Ia menuju stan bebek sinjay, yang diikuti oleh Aylar dibelakangnya.

"Bebek sinjay nya 2, es jeruk 2 ya, Mas.." Pesan Nara.

"Oke, Mbak." Jawab penjualnya tanpa melihat Nara karena saking sibuknya menggoreng bebek, hari ini pembeli terbilang banyak tidak seperti biasanya.

Nara kembali menghampiri Aylar yang sedang duduk, ia terlihat sudah siap menyantap makanan dengan dua lengan kemejanya digulung sampai sesiku, dan kancing kemejanya dilepas satu.

"Sudah?" tanya Aylar sembari mengambil jas yang tadinya ada disampingnya duduk, agar tidak ditempati orang lain.

Nara menempati duduk yang sudah disiapkan Aylar tadi. "Sudah, makasih ya Pak." Jawabnya, setidaknya ia menunda kesedihannya sebentar untuk makan bebek kesukaannya.

"Sepertinya kamu sudah membaik, boleh aku tanya sesuatu?" ucap Aylar.

"Eh?" Nara sadar, sebentar lagi Aylar pasti akan bertanya kenapa dia menghilang.

"Apa karna kita sekantor, jadi kamu menghindar?" tanya Aylar langsung to the point.

"Bukan gitu," Nara tidak bisa cara menjelaskannya.

"Terus kenapa?" Aylar masih menyudutkannya, dia lupa kalau Nara baru saja menangis tersedu-sedu di mobilnya.

"Kita bukan cuma sekantor, Bapak. Tapi kamu itu atasanku. Aku gak mau dianggap ngedeketin bos supaya gimana-gimana ya." Nara menjelaskan secara apa adanya, karena perkataan dan tatapan laki-laki itu yang penuh intimidasi.

"Ya, apa salahnya. Kita cuma berteman, nggak ada yang salah dong." Ucap Aylar.

Teman? cuma teman?

Nara bingung dengan hatinya sendiri. Harusnya hatinya biasa saja saat Aylar mengatakan kalau hubungan mereka hanya teman. Tapi kenapa terasa nyeri?

Ah nyeri ini karena sisa tadi dengan Akara, ya betul. Bukan karena Aylar mengatakan kalau mereka hanya teman.

"Ya juga sih." Jawab Nara.

"Jadi mulai sekarang, jangan menghindar lagi." Ucap Aylar menutup percakapan itu karena bebek sinjay pesanan mereka sudah datang.

Sedangkan Nara yang masih malas berdebat dan perutnya sedang lapar tidak memperpanjang masalah tersebut, ia hanya mengiyakan ucapan laki-laki itu.

"Besok pulang kerja ikut aku." Ucap Aylar sangat telaten menuang beberapa macam sambal dipiringnya.

Nara curiga laki-laki itu sering mampir juga diangkringan.

"Kemana?" tanya Nara.

"Aku traktir makan." Jawab Aylar.

"Lah kenapa nggak sekarang aja, bebek sinjay nya kamu teraktir bapak." Ucap Nara.

"Nggak mau, pokoknya besok."



SEPHILEWhere stories live. Discover now