"Bilang apa kalo dikasih?" Helena berseru.

"Maci."

"Sama-sama." Galuh mengusap pipi gembul yang bergerak-gerak mengunyah cokelat. "Lucu banget sih, anaknya, Mbak?" Ia mendongak, menatap Clara yang kini menatap datar ke arah Cleo dengan tangan bersidekap.

"Turunan bapaknya," jawab Clara sekenanya.

"Gak. Turunan ibunya." Jeremy langsung menyahut tak terima.

Pertengkaran kecil itu membuat Galuh tertawa lagi. Ia tahu siapa Cleo dan siapa ayah kandungnya, Clara sendiri yang bercerita. Tentu ia tahu juga bahwa pertengkaran itu adalah candaan.

"Ya udah kalo gitu. Saya balik ke kantor dulu, ya? Untuk kelanjutannya, saya kabarin lagi via chat," ujar Galuh seraya bangkit dan menyampirkan tasnya ke pundak.

Clara langsung menjabat tangan Galuh yang terulur. "Oh, iya, Mbak Galuh. Makasih banyak, ya. Maaf lo jadi ngrepotin nyari-nyari konsep lagi."

"Ga sama sekali, Mbak. Malah kita seneng kalo ribetnya di awal. Biar nanti revisi di akhir ga terlalu banyak." Ia lantas menjabat tangan Jeremy yang masih memangku Cleo.

"Makasih, Mbak Galuh."

"Iya, sama-sama, Mas Jeremy. Bu, saya pamit dulu." Galuh juga menjabat Helena terakhir.

"Iya, makasih Mbak Galuh. Hati-hati."

"Maci Onti," seru Cleo seusai mendapat dikte bisik dari Jeremy.

"Cama-cama, Cleo cantik." Galuh lantas pergi, diantar oleh Clara hingga ke teras.

Mendapatkan pujian itu, Cleo tersenyum. Ia tersenyum malu ke arah Helena, kemudian ke arah Jeremy. "Iyo canci."

"Iyaa, Cleo cantik kalo jadi anak baik. Iya, ga?"

Cleo melonjak senang di pangkuan Jeremy seolah senang dengan validasi dari sang ayah. "Inyah."

Usai menutup pintu, Clara ikut duduk di samping Jeremy. Ia mendesah kecil mendapati wajah dan tangan Cleo yang penuh dengan cokelat. Ia ambil tisu dari meja kemudian mengelapnya.

"Jangan jadi preman. Kamu tu kecil-kecil udah suka malak. Kamu tau ga Jer? Kapan hari tu ada tukang es krim lewat dipalakin sama dia," adu Clara, masih sambil membersihkan Cleo dari kotor cokelat.

"Hah, malak sendiri gitu?"

"Iya. Aku sama Ibu di dalem, gatau kapan dia ngrangkak keluar trus minta es krim. Mana dikasih sama tukang es krimnya."

"Hey! Mana boleh gitu?" Jeremy menghentak pahanya hingga Cleo terlonjak. Walaupun begitu, Cleo hanya tertawa, seolah ia memang preman yang sebenarnya. "Dibayar, kan, tapi?" tanyanya kemudian pada Clara.

"Niatnya dibayar, Jer. Orang cuman 5000 sebenernya. Tapi waktu itu Ibu sama Clara ga ada uang kecil. Bapaknya juga ga ada kembalian. Makanya trus dikasih aja."

"Ya ampun. Kecil gini badannya udah bisa malak? Huh? Kok bisa? Huhh? Ga boleh, ya? Itu ga sopan namanya. Kalo mau sesuatu bilang Ayah, Bunda, atau Ibu. Ga boleh minta gitu."

"Mintak."

Clara menggerakkan telunjuknya ke kanan dan ke kiri. "Ga boleh."

"Beyi."

"Iya, harus beli. Iyo punya uang ga?" tanya Clara.

"Cenan."

Jeremy mengernyit. "Apa itu cenan?"

"Ada di celengan."

"Ooh, celengan. Iyo punya celengan?" Setelah mendapat anggukan antusias dari Cleo, Jeremy melanjutkan, "Nah, kalo ga ada Ayah, Bunda, apa Ibu, Iyo ambil uang dulu di celengan. Nanti bilang sama Ayah habis berapa biar Ayah tuker. Gitu ya?"

By The Irony Of FateWhere stories live. Discover now