Dinda tidak bisa membohongi hati jika ia memang mencintai Matthew. Cinta yang sangat besar hingga ia menerima Matthew kembali dengan beberapa syarat setelah keduanya menangis tersedu di belakang meja kasir toko oleh-oleh tantenya. Pria itu menyanggupi tanpa berpikir dua kali dan segera membawanya kembali ke Bandung dengan izin dari kedua orangtuanya yang tetap memilih tinggal di Sukabumi untuk membantu tantenya.

Hubungan Matthew dan kedua orangtuanya pun tetap terjalin dengan baik walau mereka kembali berpacaran. Bahkan Mami Matthew jadi lebih lembut kepada Dinda, sering memintanya untuk menemani ke mana-mana--dan memaksanya untuk cepat menikah dengan Matthew yang selalu membuat Dinda speechless.

Dinda tidak tahu alasan Mami Matthew berubah seperti itu dan Matthew tidak ingin memberitahukannya.

"Woy woy!! Get a room please!!"

Matthew dan Dinda yang sedang bermesraan segera melepas diri saat Manendra berseru memasuki ruangan itu sambil mendorong sebuah papan tulis putih. Diam-diam pria yang menguncir rambutnya itu nyengir, gemas melihat kekikukan pasangan yang tidak bisa terpisahkan sejak mereka SMA tersebut.

"Eh! Din! Ini lemarinya mau ditaruh di mana?" Kali ini Jay yang berseru, menunjuk lemari kayu yang dibawa oleh Mang Aceng masuk ke dalam rumahnya.

"Ke sini!" Seru Dinda balik, menyuruh Mang Aceng masuk ke dalam ruang calon kelas barunya, sekalian mengalihkan rasa malu yang muncul karena hampir tertangkap basah berciuman dengan Matthew oleh Manendra.

"Makasih, Mang." Ucap Dinda pada Mang Aceng yang segera menganggukkan kepala dan kembali melipir keluar untuk mengambil beberapa perabotan.

Suasana jadi kembali ramai karena Manendra menyahuti Matthew dan Jay yang tidak bekerja--yang dibalas oleh kekehan jahil kedua sahabatnya. Sedangkan Dinda sibuk memperhatikan ruangan itu kembali, ber-wah ria di dalam hati, merasa tidak sabar memulai kehidupan barunya menjadi tutor privat di rumahnya sendiri di salah satu Gang kawasan Pajagalan.

"Gimana, Din? Udah siap memulai bisnis sendiri?" Manendra bertanya dengan cengiran jahil di wajah, yang dibalas Dinda dengan delikan tajam.

"Bisnis-bisnis... bisnis mulu ah otaknya! Nggak seru!"

"Pacar lu juga otaknya bisnis mulu, Din." Sahut Jay yang segera meringis karena punggungnya ditepuk dengan cukup kencang oleh Matthew.

" Sahut Jay yang segera meringis karena punggungnya ditepuk dengan cukup kencang oleh Matthew

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Tapi lebih banyak mikirin lu, sih." Tambah Manendra yang langsung bergegas menjauh dari Matthew yang ingin menimpuknya pula.

Keadaan jadi chaos karena Matthew berniat mengejar Manendra yang berlindung di balik Dinda bersama Jay. Matthew jadi kelimpungan, menahan emosi saat dua sahabatnya menjulurkan lidah kepadanya.

 Matthew jadi kelimpungan, menahan emosi saat dua sahabatnya menjulurkan lidah kepadanya

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Ya Tuhan!! Kalian ini...." Dinda merutuk, bergeser ke kanan-kiri agar bisa menjauh dari ketiga manusia itu. Tapi pergerakan Dinda diikuti oleh mereka sehingga ia tetap terperangkap menjadi tameng Manendra dan Jay.

"Din din!!! Matthew tuh!! Nikahin aja anaknya biar tenang!" Seru Jay cekikikan, membuat Matthew menggeram.

"Jangan pegang-pegang Dinda! Hush!!"

"Dinnn... hahahahaha! Nih gue pegang pundak Dinda!" Manendra memegang pundak Dinda, kembali menjulurkan lidah kepada Matthew yang kini memijit pelipisnya dengan pelan.

 hahahahaha! Nih gue pegang pundak Dinda!" Manendra memegang pundak Dinda, kembali menjulurkan lidah kepada Matthew yang kini memijit pelipisnya dengan pelan

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"F*CK OFF MANENDRA!"

~~~

[Back to that night]

"Apa yang sebenarnya Matthew suka sama Dinda? Apa yang membuat anak Mami satu-satunya, milih orang lain daripada Mami dan Papi? Apa? Matthew?" Cecar Mami kepada Matthew yang duduk di sisi brankar, yang menatapnya dengan penuh kasih. Lembut sekali sampai Mami tidak sampai hati untuk mengeluarkan uneg-unegnya lagi soal perempuan pilihan anaknya itu.

"Banyak, Mi."

"Iya, apa?" Tanya Mami kali ini lebih tenang, menelaah tatapan Matthew yang tercenung ke arah jendela kamar inapnya.

Matthew berdehem. Ia tahu Mami menatapnya dengan intens, tapi karena pikirannya mulai berkelana mengingat Dinda, ia tidak bisa tidak mengkhayal, membuat daftar alasan mengapa ia mencintai Dinda sampai berani membangkang dari kedua orangtuanya yang tidak pernah absen memberikannya perhatian sejak ia kecil.

"Hmm... mungkin kedengeran aneh, Mi. Tapi, pertama kali Matthew suka sama Dinda karena dia orang pertama yang selalu manggil nama Matthew dengan benar." Ungkap Matthew dengan cengiran kecil di wajah saat melihat kening Mami berkerut sekilas.

"M-maksud kamu?"

"Nama Matthew." Matthew tersenyum penuh. "Dinda selalu manggil Matthew dengan benar, Mi. Bukan Thew."

"Hanya itu!?"

Kepala Matthew bergerak ke kanan dan ke kiri. Sukses terkekeh melihat kedua mata Mami yang terbelalak.

"Banyak, Mi. Selain itu, Dinda juga pintar, Mi. Mami harus lihat dia kalau udah ngitung jualan di toko nggak pakai kalkulator."

"Emang bisa?" Mami bertanya tidak percaya dan Matthew mengacungkan dua jempolnya ke udara.

"Bisa, Mi. Kebayang nggak? Nanti anak Matthew sepintar apa kalau Matthew nikah sama Dinda? Kebanggaan keluarga, Mi!"

Mami masih mengerutkan kening melihat Matthew yang tampak bersemangat menceritakan kelebihan Dinda. Perempuan itu tidak habis pikir dengan otak anaknya sendiri yang menyukai perempuan dari kalangan yang jauh levelnya dari keluarga mereka walau diam-diam hatinya terketuk juga--takjub melihat sifat anaknya yang tampak lebih hangat dari biasanya.

"Mami mau punya cucu banyak, nggak?" Tanya Matthew usil karena Mami tidak kunjung bersuara mendengar ocehannya.

"Ah... kamu nikah aja belum udah mau ngasih Mami cucu!"

"Makanya, restuin Matthew sama Dinda, Mi. Matthew janji bakal ngasih Cucu yang banyak buat Mami, yang pinter kayak Mamanya." Kata Matthew serius, penuh harap sampai dua matanya berbinar menatap Ibu Tanudjaja yang hatinya langsung mencelus.

"Kamu bener-bener cinta sama Dinda ya, Nak?"

Matthew mengangguk, meraih dua tangan Mami untuk diciumi. "Banget, Mi. Tapi Matthew juga cinta sama Mami. Makanya Matthew selalu ngarepin restu dari Mami."

End

P.s

Finallyyyy selesai juga!!
Terima kasih buat kamu yang masih bertahan dengan kisah Matthew dan Dinda ini ^^.

Semoga cerita mereka menghibur, ya...

Dan jangan lupa untuk berkunjung juga ke ceritaku yang lain, terutama Reincarnation yang baru rilis beberapa hari yang lalu👇👇

https://www.wattpad.com/story/324204164?utm_source=android&utm_medium=link&utm_content=share_writing&wp_page=create&wp_uname=richgirl28_&wp_originator=6t4urhODbQtDHX1OBF%2BQQhhkNjFVIX9HRA6c4UIsEjNw6377QhHg3rBYncxdRqKT%2FfCv0o1UDXxRgwwUQNKQheOboABfEQ4Mhop8nL7YhgSlEYWi7M1jnXQXxAWmDv7s

Wish you always have a good daayy~~~

Unbroken String [Complete]Where stories live. Discover now