04. Siesta & Fiesta

255 57 12
                                    


Song: Gymnopédie No. 1 by Erik Satie


...


Dasar-dasar memasak?

Tentu saja Jeno bisa.

Ia mahir menggunakan pisau (tentu bukan untuk aksi kriminal), menguasai panci juga frying pan, mampu membedakan herbs and spices atau beragam bahan masakan, dan satu yang pasti, dirinya tidak akan menjerit kesetanan sewaktu terkena cipratan minyak panas dari wajan.

Potongan dadu, minced, jardiniere, atau julienne?(1)

Bisa.

Mana ketumbar, mana merica?

Sudah tahu, jangan tanya.

Merebus, menggoreng, mengukus, atau memanggang sambil kayang?

Kalian tidak usah ragukan lagi skill-nya mulai dari sekarang.

Please, orang-orang terdekat sering bilang kalau ia adalah doppelganger seorang Gorden Ramsay—entah tulus, entah sarkas, tidak tahu juga.

Tindakan usil Jeno saat dulu sang kakak tengah memasak nyatanya bisa jadi pelajaran yang sangat berharga. Akibat kelebihan kuriositas, ia berakhir diizinkan masuk dapur dan ikutan beraktivitas. Mulai dari pilah-pilih beraneka sayuran di rak swalayan, buka-tutup stoples rempah lalu membaui aroma dan ingat bentuk khas mereka, sampai menciptakan berbagai resep baru hasil coba-coba tak sengaja.

Setidaknya, kini ketika ia hidup sendiri, Jeno tidak perlu khawatir akan kekurangan gizi. Tidak perlu pesan junk-food setiap waktu, karena kemampuan memasak 'amatir'-nya ternyata lumayan cukup membantu. Bahkan sang ibu terkadang memintanya untuk pulang ke rumah, sebab beliau rindu pada masakan sederhana yang tak kalah dari menu restoran bintang lima.

Ah, bicara soal keluarga, sejak pindah dan mulai bekerja di restoran, sudah hampir sebulan ini Jeno belum bertemu dengan mereka...

Meongan keras Bongshik mengalihkan perhatian Jeno dari acara melamun di depan lemari penyimpanan makanan sang majikan. Kucing berbulu putih abu-abu itu sibuk 'mendusel' di kaki berbalut celana training miliknya, mondar-mandir resah menunggu si babu manusia mengisi mangkuk mungil di sudut ruangan dengan beberapa genggam makanan.

Jeno lekas berjongkok dan menatap Bongshik tepat di mata sambil bertanya: "Hei, bagaimana kalau malam ini kita makan salmon saja?" Tubuh bongsor si kucing jantan diangkat lalu ditimang-timang. Bantalan kaki sekenyal jelly diusap gemas, sementara kecup penuh sayang berulang-ulang Jeno daratkan pada puncak kepala feline rumahan yang sudah hidup bersamanya sejak ia duduk di bangku sekolah dasar.

Sedikit informasi, Bongshik kecil dulu ia pungut dari jalanan berawal karena rasa kasihan. Jeno (yang berjuluk malaikat tak bersayap) mana tega ketika harus dihadapkan pada makhluk mungil tanpa dosa versus kerasnya dunia. Sudah siap dapat penolakan keras keluarga, namun takdir baik menjumpai mereka. Siapa sangka jika orang-orang rumah malah menyambut Bongshik dengan tangan terbuka. Hingga seiring waktu berlalu, mereka berakhir mengadopsi dua makhluk berbulu lain yaitu Seol; calico paling rupawan, juga Nal; si tampan kembaran kumis diktator asal Jerman, dari cat-shelter bakal sekutu untuk si kucing pertama.

Saat keluar dari rumah untuk hidup mandiri pun, Jeno memutuskan membawa Bongshik sebagai teman satu apartemennya. Mereka adalah saudara antar spesies, ikatan spiritual ini bahkan lebih erat daripada relasi antara burger dengan french fries.

Jeno mulai menyiapkan dua slice besar salmon sebagai menu makan malam spesial untuk mereka. Punya Bongshik akan di poach sampai matang sempurna, dan ia akan menyantap yang di-seared bertabur garam dan sedikit lada. Tambahkan salad sederhana siram lemon-dijon-vinaigrette and voila, itu akan cukup mengganjal perutnya untuk sementara karena kemungkinan besar ia akan mengemil lagi setelah makan malam terlewati.

bon appétit!Where stories live. Discover now