"Mikir sia teh, Matthew! Gue sama Dinda sahabatan sejak kecil! Hubungan spesial naon?" Seru Dafa kesal, cukup mengejutkan Matthew yang langsung menegapkan tubuh. Ini pertama kalinya Matthew melihat Dafa marah, dan pria itu tampak menakutkan di matanya sekarang.

"Nyesal aing, Thew! Nyesel aing!"

Dafa memijit keningnya frustasi, masih berupaya bernapas dengan tenang agar emosinya bisa terkontrol. Tidak bisa ia bayangkan bagaimana sakitnya hati Dinda sekarang, karena dirinya saja yang tidak berhubungan dengan Matthew merasa kecewa dengan pria itu.

"Kalau bisa putar waktu, nggak bakal aing suruh Dinda balikan sama maneh, Thew. Teu bakal! Aing pikir maneh bakal serius sama Dinda, bakal bahagiain Dinda. Terus... naon? Nuduh Dinda selingkuh? Gelo!" Seru Dafa lagi, sebelum membeberkan kekecewaannya yang lain kepada Matthew yang dadanya terasa sesak mendengarnya.

"Thew, anj*ng sia teh. Anj*ng! Sumpah ini mah. Boro-boro Dinda mau selingkuh. Tah! Sertifikat rumahnya ada di tangan Mami maneh anying!"

"Keluarga Dinda ngut--"

"Iya! Ngutang! Ngutangnya sama orang lain tapi naha kolot maneh ikut campur, Thew? Sok geura, balikin sertifikat ke koperasi, sekalian lepas tangan dari hidup Dinda!" Seru Dafa kesal, mengencangkan kepalan tangannya. "Lepasin Dinda sekalian selamanya. Teu ridho urang maneh sama Dinda ayeuna!"

Dada Dafa kembang-kempis, kedua matanya masih mendelik tajam kepada Matthew yang mulutnya terkatup rapat. Besar harapan Dafa agar Matthew berbicara agar ia bisa membalasnya dengan amarah yang belum keluar sepenuhnya. Tapi nihil. Matthew tetap diam, pandangannya kosong hingga Dafa kembali duduk memasukkan barang-barang Dinda sambil mendinginkan kepala dan hati. Ia ingin cepat-cepat beranjak dan kalau perlu tidak perlu lagi kembali menemui Matthew yang membuat emosinya mendidih.

"Dafa..."

"Naon!?" Sahut Dafa kesal, tidak berbalik sedikit pun ke arah Matthew yang kedua matanya mulai berkaca-kaca.

"Lu bisa kasih bukti apa kalau Dinda nggak selingkuh?"

Sontak Dafa berbalik. Kedua matanya terbelalak marah memandang Matthew.

"PAKAI OTAK MANEH ANYING!"

~~~

Kening Dinda berkerut dalam memandang seorang pria yang sudah lama tidak pernah ia lihat sejak lulus SMA muncul di hadapannya. Di Sukabumi. Pria itu bukan teman Dinda. Umurnya pun diperkirakan Dinda sudah masuk kepala empat, sangat jauh dari umur Dinda yang masih dua puluhan. Dan pria itu dikenal Dinda sebagai sopir keluarga Tanudjaja, Mang Aceng.

Kehadiran Mang Aceng di Toko Oleh-oleh Tantenya membuat Dinda berspekulasi macam-macam, tentang Matthew--tentu saja--atau sertifikat rumah mereka yang masih dipegang Mami Matthew yang melunasi hutang Ayahnya beberapa waktu lalu. Membuat perasaan Dinda tidak nyaman, tidak menyangka pula Mang Aceng tahu keberadaan dirinya di Sukabumi yang tidak kecil itu.

"Neng Dinda, bagaimana kabarnya?" Tanya Mang Aceng ramah, masih berdiri di depan meja kasir yang Dinda jaga.

Untung saja keadaan toko sedang sepi, sama sekali tidak ada pengunjung sehingga Dinda bisa membiarkan Mang Aceng berdiri di hadapannya.

"Baik, Mang. Mang Aceng gimana?" Tanya Dinda balik, sedikit merasa kikuk karena hampir tidak pernah berbincang dengan Mang Aceng sebelumnya.

"Baik, Neng." Jawab Mang Aceng lalu menaruh sebuah map berisi kertas--entah apa--ke atas meja kasir. "Ini, Ibu mau balikin sertifikat rumah Neng Dinda."

Terbelalaklah kedua mata Dinda, memandang map dan Mang Aceng bergantian. Tubuhnya langsung tegang, diselubungi rasa takut karena tidak tahu apa makna pengembalian sertifikat itu oleh Mami Matthew yang sangat membencinya. Yang bikin tambah bingung, Mami Matthew tidak ada di sana. Dinda pun tidak paham apakah ia hanya sedang bermimpi di siang bolong atau ada permainan lain yang ingin dilakukan keluarga Tanudjaja kepadanya.

"Kenapa? Mami Matthew balikin karena aku sama Matthew udah putus atau gimana Mang?"

Dinda sudah siap menolak jika perkiraannya benar, tapi Mang Aceng malah menggelengkan kepala. Mengelak tuduhan Dinda. "Nggak, Neng. Malah Ibu mau Neng balik ke Bandung biar bisa ketemuan sama Koko lagi."

"Hah? Buat apa? Mau kasih liat aku pertunangan Matthew sama Yona, Mang?"

"Nggak, Neng." Kata Mang Aceng tenang, berbanding terbalik dengan Dinda yang rasanya ingin murka dengan segala pemikiran buruknya tentang keluarga Tanudjaja.

"Koko nggak jadi tunangan sama Cici Yona. Koko lagi sakit kata Ibu."

"Sakit?" Dinda keheranan, merasa khawatir tiba-tiba. "Matthew sakit apa!?"

Mang Aceng menggaruk tengkuknya malu, sempat membuang muka ke arah lain sebelum memandang Dinda yang memelototinya dengan garang.

"Kata Ibu, sakitnya Koko cuma bisa disembuhin sama Neng Dinda." Ujar Mang Aceng kikuk, pria itu kembali menggaruk tengkuk lalu menundukkan kepala, menunggu reaksi Dinda yang tidak bisa berkata-kata dibalik meja kasir.

"Itu, surat rumahnya ya, Neng. Ibu harap, Neng Dinda bisa balik secepat--"

"Mang Aceng, please ini mah, nggak lucu."

Buru-buru Mang Aceng menggerakkan kedua tangannya di depan dada. "Nggak, Neng! Serius! Ibu mau ketemu sama Neng Dinda kalau udah balik ke Bandung!"

"Nggak, Mang. Dinda nggak bakal balik ke Bandung sebelum bisa lunasin utang ke Maminya Matthew." Kata Dinda lirih mendorong map itu kembali ke Mang Aceng.

"Kata Ibu--"

"Dinda udah putus sama Matthew, Mang."

"Iya, makanya Ibu mau--"

"Matthew udah nggak mau ketemu sama Dinda lagi, Mang. Kami udahan, dan Dinda kapok berurusan sama keluarga Tanudjaja lagi."

Thank you for reading! If you like it don't forget to like and comment ^^

Unbroken String [Complete]Where stories live. Discover now