BAB DUA - Masalah [3]

206 19 0
                                    

"Selamat ya, Bu, Pak" Tabi memberi ucapan selamat pada pasangan suami istri yang baru saja melihat anak pertama mereka lahir ke dunia.

"Terima kasih, Bu Dokter," wanita tersebut dan suaminya tersenyum cerah saat mengucapkan kata tersebut. Tabi juga ikut menyunggingkan senyum bahagia, diam-diam dia selalu menikmati momen seperti itu. Melihat para orang tua yang sedang menatap buah cinta mereka, yang akhirnya lahir dengan selamat setelah menempuh proses yang panjang.

Menyaksikan seorang wanita berjuangan demi melahirkan buah hatinya, hal tersebut membuat Tabi semakin merasa beruntung karena memilih profesi tersebut. Wanita adalah mahluk yang luar biasa, mereka berjuang untuk melahirkan manusia lain dari dalam tubuhnya. Meski sudah tahu rasa sakitnya seperti apa, tapi jarang sekali yang menolak untuk memiliki anak lagi.

Wanita adalah simbol kehidupan yang tidak bisa disamakan dengan apapun, karena tanpa kaum Hawa, maka tidak akan pernah ada anak cucu Adam hingga sekarang. Wanita memegang peranan penting dalam kehidupan manusia, dan Tabi sangat benci jika ada cowok yang menyakiti perasaan cewek, atau melakukan kekerasan fisik sama pasangannya.

Untuk yang terakhir kalinya Tabi menatap bayi yang baru lahir itu sambil tersenyum lembut, lalu dia pamit undur diri dan diikuti oleh suster jaga yang tadi ikut masuk bersamanya. Ini sudah malam, dan jam prakter dia sudah habis.

"Sus, saya titip semua pasien ya," Tabi berkata pada suster jaga yang saat ini sudah berjalan di sampingnya.

"Siap, Bu Dokter," perawat itu berkata mantap, Tabi mengangguk puas lalu berbelok ke lorong yang mengarah ke ruangannya. Dia memang selalu menitipkan semua pasiennya pada suster jaga. Biasanya Tabi tidak keberatan jika harus kembali ke rumah jika ada keadaan darurat, sekalipun ada dokter jaga, tapi dedikasinya selama ini lebih banyak untuk pasien-daripada hidupnya sendiri-karena menjadi dokter adalah cita-citanya, dan Tabi selalu menikmati setiap saat yang dia lalui ketika berada di rumah sakit.

Tapi... terkadang tidak semua momen berakhir indah. Tabi pernah gagal saat menjalankan tugas, pasien yang dia tangani mengalami pendarahan hebat. Dia tidak berhasil menyelamatkan nyawa pasien tersebut, dan sampai saat ini hal itu tetap saja menjadi momok yang mengerikan dalam hidupnya. Bahkan setiap kali dia selesai melakukan operasi, atau membantu pasien bersalin secara normal. Dan ketika saat terjadi situasi kritis, Tabi selalu menyendiri jika dia sudah berhasil melakukan penanganan.

Sering kali rasa takut itu tetap menghantui dirinya, bohong jika dia berkata tidak merasa khawatir. Keluarga pasien memasrahkan keselamatan salah satu keluarga mereka di tangannya. Tabi tidak ingin melihat kekecewaan, atau ratapan sedih kehilangan, saat orang yang mereka cintai sudah tidak bisa bernapas lagi.

Saat Tabi berjalan dengan pikiran yang tidak sepenuhnya fokus, matanya melihat dokter Andra sedang melambaikan tangan ke arahnya, reflek dia membalas lambaian tangan Dokter spesialis itu sambil tersenyum lebar. Ketika dia sudah berjalan mendekat, tiba-tiba saja suara seseorang bertanya di belakangnya.

"Dijemput siapa, Ta?" Tabita menoleh dan mendapati Dokter Arka yang sedang menatapnya sambil tersenyum. Sementara tangan pria itu membalas lambaian tangan Andra saat menoleh pada dokter yang ditaksir Tabi sejak lama itu.

"Eh?" Tabi cepat-cepat menetralkan wajahnya yang semula terkejut. Aduh, malu banget gue! Saat dia akan melakukan pembelaan, tanpa sadar dirinya dan Arka sudah berada beberapa langkah di hadapan dokter Andra.

"Aku kira Dokter Arka tidak jadi memberi tumpangan," ucapan Dokter Andra barusan seketika membuat hati Tabita mencelos hingga ke dasar.

Tuh kan bener yang tadi didadahin sama Dokter Andra bukan gue!

"Jadi kok, tadi kan gue udah janji," jawab Arka, lalu dia beralih menatap Tabi. "Eh, Ta! Ngapain bengong? Orang yang tadi loe dadahin mana?" Dengan kampretnya Arka bertanya seperti barusan, itu cowok entah sedang meledek atau memang menganggap Tabi melambaikan tangan pada seseorang-selain Andra-karena pada kenyataannya di sana hanya ada dokter spesialis tersebut.

Kisah Tiga SisiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang