THIRTY

20K 278 6
                                    

"Aku dengar kamu akan pulang besok lusa."

Suara Adinda terdengar dari balik speaker ponsel. Jeffrey memilih diam dan tak menyahuti kalimat dari si pemilik suara.

"Kuharap kamu menunjukkan ketegasanmu sebagai lelaki, Jeff."

***

Raline memandang melalui bola mata kecokelatannya. Rambut ash blonde-nya digelung ke atas. Bibir Raline kelihatan berkilauan --- sepertinya karena pemulas yang ia oleskan.

"Aku takut," kata Raline.

Dahi Jeffrey berkernyit. "Takut? Soal apa?"

"Jarak yang memisahkan kita," sahut Raline.

Jeffrey meringis tak habis pikir. "Apa yang kamu takutkan dari itu?"

"Aku nggak tahu kamu di sana merindukanku atau melupakanku."

Tawa Jeffrey pecah selepas mendengar jawaban dari Raline. "Aku cuma pergi seminggu. Demi Tuhan?"

"Tetap saja aku akan kesepian dan merindukanmu. Juga sedih." Raline mengerucutkan bibir.

Jeffrey menggelengkan kepala. "Kamu tahu, Raline? Yang kamu rasakan bukan rindu. Kamu hanya sedih karena tak bisa bercinta denganku."

"Kok bisa-bisanya bilang gitu?" Mata Raline mendelik tajam.

"Tentu saja bisa." Jeffrey santai mengiris potongan daging di piringnya. Sepulang dari kantor, Raline sudah menunggunya di rumah untuk makan malam. Ada seutas kesenangan melihat wanita itu selepas penat seharian. "Tiap kali kita bertemu, kita selalu bercinta. Hubungan kita didasari oleh nafsu. Dan seks adalah kegiatan yang membuat kecanduan."

Raline membuang muka.

Ia duduk di kursi yang terletak paling dekat dengan Jeffrey. Raline enggan mengambil tempat di seberang. Ia kesulitan mendengar dan memandang wajah tampan Jeffrey. Sekarang, ia menyesali itu semua. Andaikan posisi mereka berjauhan, mungkin ia tak perlu kepayahan menyembunyikan ekspresi kesalnya.

Memang, hubungan antara Raline dan Jeffrey selalu melibatkan seks. Tapi bagi Raline itu bukanlah hal utama. Keberadaan Jeffrey adalah yang paling ia inginkan.

"Jadi, begitulah perasaanmu padaku, Jeff? Pemuas nafsu belaka?" gumam Raline.

"Ya," jawab Jeffrey tanpa ragu. "Apa lagi kalau bukan itu? Dari semula aku sudah menjelaskan padamu kalau aku mencari partner submisif. Kamu setuju dan aku pun sama. Ada yang salah dari itu?"

Raline tersenyum getir. "Tidak ada."

Jeffrey benar. Dia saja yang terlalu berharap banyak. Sibuk menghayal kalau Jeffrey bakal jatuh cinta pada dirinya. Perasaan yang sama seperti yang ia rasakan.

Bukankah dulu Raline telah berdamai dengan kenyataan?

Ia dan Jeffrey berbeda kasta. Harusnya Raline bersyukur lelaki itu mau menjadikannya budak nafsu. Andaikan tidak, mungkin sekarang Raline sedang berpindah dari hotel ke hotel. Sibuk dikangkangi lelaki berbeda-beda.

"Habiskan makananmu," lanjut Jeffrey.

"Jeff," panggil Raline. "Kalau begitu ... aku sama seperti Irma di matamu?"

Jeffrey sulit menelan makanan di mulutnya. Ia tidak bisa menjawab pertanyaan mudah yang terlontar dari bibir Raline. Seharusnya, Irma atau pun Raline sama saja. Tetapi ... tidak. Perasaan mau pun perlakuannya kepada Raline jelas istimewa.

"Bisa dibilang begitu," deham Jeffrey.

Sorot mata Raline nanar. "Oh ... gitu, ya ..." lirihnya. Ia tertunduk memandang pada piring di hadapannya. Nafsu makan Raline lenyap seketika. Ingin segera pulang saja rasanya.

KINKY [21+]Where stories live. Discover now