BAB 4 - Black Friday

Start from the beginning
                                    

"Din... bukannya kita nggak mau kamu masak, tapi ini demi kamu juga. Apa salah abang menjaga adiknya agar nggak di olok-olok satu pesantren?" ucap Roy. Gue melongo, itu beneran Roy?

"Bro lo habis kesambet apa, tumben cas ces dan enak di denger!" ujar gue menepuk pundaknya.

"Sekarang, lo..." Roy nunjuk gue, "minta maaf sama Din. Gue itung sampe tiga! Satu!" kata Roy lalu gertakin jari-jarinya.

"Dua!!" Gue nelen ludah sambil ngeliatin kepala Roy yang udah muter-muter sambil natap gue, jangan lupa badan gue cuma sepertiga badannya.

Akhirnya gue kena imbas omongan gue sendiri, gue beradab. Minta maaf. Tapi gue nggak merasa bersalah sebenernya, cuma nggak mau liat Roy buang-buang tenaga lawan gue. Beneran.

Setelah gue minta maaf wajah Din ngeselin, kayak menang kejuaraan drama korea. Din nepuk-nepuk pundak gue, "Oke Bang, gue maafin! Tenang aja gue bakalan dapet infonya hari ini" ujar Din lagi.

Din langsung beranjak menuju ke Revarra, dengan lompat-lompat kayak kelinci di masha and the bear.

"Aduh mbak bentar yo, Tiba-tiba saya panggilan alam ini. Minta tolong jaga warung sebentar nggih. Nanti kalau ada yang butuh kembaliannya di sini," ujar Mak Siti kepada Din sama Revarra. Mereka mengangguk bergantian.

Gue nyeruput segelas es teh, ternyata udah kosong anjim. Eno pura-pura nggak lihat, Roy cuma nyengir. Berhubung hari jumat biasanya panas banget, gue bangkit dan harus kalem.

Gue jalan di lorong warung Mak Siti udah kayak catwalk dengan angin yang mendukung, bikin rambut gue ketiup dikit-dikit. Di balik meja kaca itu Revara liat gue dengan wajah nggak enak banget, sedangkan Din lagi bungkusin pesenan abang-abang ojek yang bergantian datang.

"Mesen es teh satu lagi," ujar gue.

"Iya," kata Revara, terus dia ngomong lagi, "ngapain masih di situ? Nanti gue anterin."

"Gue cuma mau mastiin es teh gue aman, soalnya gue nggak percaya lo," ucap gue.

Revarra mengendikkan bahunya, dia malah liat gue sambil mencibir, "Lo itu bukan hanya nggak sopan, tapi .... Tukang fitnah."

"Bukannya lo duluan yang mulai? Lo fitnah gue nyolong pedang," kata gue.

"Haduh, kalau itu kejadian beda, lo emang salah. Kalau kejadian sekarang nggak apple to apple."

Sialan nih cewek! Memang bener-bener kaum ke kanan.

"Kakak nggak ada apel disini adanya pisang goreng!" Sahut suara yang memecah atensi gue. Terlihat bocil lelaki memakai kaus dan sarung sedang berdiiri. Bocil itu agak gundul, dia ngalungin lato-lato di leher.

"Ah iya, pisang goreng Mak Siti enak loh! Mau satu?" Revarra langsung berubah ramah bener kampret.

Bocah itu menggeleng, dia mengangkat kedua jarinya. Rasain lo dikibulin bocil!

Revarra mengambilkan dua pisang goreng sambil tersenyum. Lalu Din datang dari belakang, wajahnya sumringah banget liat Bocil itu.

"Halo adek ganteng mau pesan apa?" tanya Din.

"Halo Bu! aku mau pop es coklat!"

Bu? Buakakakak gue udah nggak bisa nahan tawa. Din tersenyum kecut tapi dia tetap bikin pop ice permintaan si Bocil.

"Ini esnya, segar dan enak pastinya!" seru Din.

"Ini bukan pop es cokelat. Biasanya warnanya putih bukan cokelat!" ujar si Bocil itu sambil mengangkat gelas plastik.

"Choco cream kali dek? " ucap Din dari nadanya nih dia lagi mode kalem.

Si Bocil malah menggeleng, akhirnya Din bikin ulang. Gue lihat sih sama aja warnanya, tetep cokelat.

"Nih, sudah putih kan?"

Bocil itu mengangguk lalu mengeluarkan selembar kertas seratus ribuan di kantongnya,"Ini uangnya Bu."

"Nggak ada uang kembaliannya dek, apa mau tambah es krim lilin ini?" tanya Din lagi.

"Nggak boleh Bu, nanti di marahin mama aku gampang pilek," jawab si Bocil itu.

"Bentar ya, ini kembaliannya di cari dulu!" setelah Din mengambil kembalian di belakang.

"Bu! Aku nggak mau kalau uang seribunya koin! Mau yang kertas!" ucap Bocil itu dengan wajah tanpa dosa.

Wajah Din udah berubah drastis, gue tahu kesabarannya dia uda setipis dompet akhir bulan. Din nyengir sambil geleng-geleng. Kalau senyumnya uda miring apalagi dia sekarang pake baju hitam, its time to black Friday! No!

"Mbak Rev tolong ambilkan pisau. Buat...motong!" ucap Din.

Gue ngode Revarra buat nggak nurutin omongan Din. Tapi dia lemot, Alamak!

"Uang kertas seribunya ditunggu ya dek! IBUK POTONGKAN DULU DARI KAYU!"

Tanduk Din udah makin keliatan. Dia ngasah pisau di atas telenan. Gue yang ngeri.

"Eh cil bocil! Mending pergi nanti abang yang bayarin," kata gue sambil geret si bocil itu menjauh sebelum Din semakin menjadi.

"Tapi Bang, nanti aku bilang apa ke mama, kan nggak boleh terima gratisan," ujar Bocil itu membuat gue bingung.

"Bilang aja, dibayarin abang ganteng beres!"

"Tapi abang nggak ganteng-ganteng amat, gantengan bapakku!"

Gantian tangan gue yang mau noyor tuh bocil tapi ditahan sama Roy! Sialaan!

***

Suasana pesantren hari ini nggak kalah rame kayak nonton konser hitamping, di banjiri dengan para tamu undangan yang memakai baju warna putih. Gue celingukan, mencari sosok target yang kata Din bakal datang. Eh buset mana semua pake masker! Keliatan mata doang kayak ninja.

"Roy! Sini lo juga ikut cari!" ekspresi roy tertunduk, dia keliatan berat banget jalan.

"Lo jangan ogah-ogahan kampret! Lusa udah kelar kita!" ucap gue sambil dorong badan buto Roy. Roy akhirnya jalan duluan sambil tetep waspada. Setelah sampai di pintu pembatas ndalem, gue ngintip di balik celah pintu, dari sini keliatan si Din dan Revarra sedang membagi-bagikan kue kepada tamu. Mata gue coba mencari target tapi nggak keliatan.

"Mas Roy?" sontak kami berdua menoleh. Roy dan Ning Uswa bertatapan. Gue melongo. Kenapa lagi nih?

**** 

CUMA MAU MENUNTASKAN BIAR TUNTAS CERITANYA.

MESKI MESKI WKAKAKAK MAKIN ABSURD.

POKOKNYA SALAM JODOH DEKAT! MIAWW! 

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Mar 13, 2023 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Barber Magic-TLWhere stories live. Discover now