20. UNTUK BISA BERSAMA

Start from the beginning
                                    

"Nggak, kok." Delvi memperhatikan balutan perban di kepala Gembul. Benaknya mulai bertanya apa yang sebenarnya tidak ia ketahui.

"Gue mau ngobrol bentar kalau lo nggak keberatan."

Selama beberapa detik, Delvi hanya menatap Gembul. "Andrea, ya?" tebaknya kemudian.

Kedua pupil Gembul sedikit melebar, sebelum ia mendengkus untuk menutupi gugupnya. "Kelihatan banget ya, gue mau ngomongin itu?"

"Nggak salah, kan?"

Gembul mengangguk. Ekspresinya mulai berubah serius. "Gue mau minta tolong sama lo. Untuk saat ini cuma lo yang bisa ngelakuin ini."

Tak ada sahutan dari Delvi. Hanya sorot matanya saja yang menunjukkan atensi.

"Bisa nggak, lo cegah Andrea pergi?"

"Andrea mau pergi?" tanya Delvi dengan cepat.

Gembul memperhatikan perubahan ekspresi Delvi dengan seksama. Sesuai yang ia duga, ia tak salah memilih langkah. "Nggak akan jadi pergi kalau lo bisa tahan dia di sini," jawab Gembul.

"Sebenarnya ada apa? Dia mau ke mana?"

"Dia mau pulang. Sebisa mungkin, lo harus tahan keinginan dia untuk nemuin keluarganya."

Walau kerutan kening Delvi nampak semakin dalam, pria itu memilih untuk tak menanyakan alasannya.

"Andrea..." sambung Gembul lagi. "...butuh orang yang bisa membuat dia merasa 'berguna'."

Hening tercipta sejenak di sana, sebelum Gembul kembali bersuara.

"Lo orang yang tepat, Del. Lo orang baik, keluarga lo pun isinya orang baik semua. Gue yakin Andrea pasti akan baik-baik saja berada di antara kalian."

"Apa Andrea juga mikir gitu?"

Gembul menghela napas pelan. "Emang butuh waktu. Tapi paling nggak, lo bisa mulai yakinin dia mulai sekarang."

Delvi memalingkan muka, menatap langit-langit kamar rawat inapnya.

"Gue harap permintaan gue nggak ngebebanin lo, Del."

Tak ada respon dari Delvi.

Merasa cukup, Gembul pun bergerak mundur. "Gue pamit, Del. Semoga cepat membaik."

"Andrea..."

Suara Delvi mengurungkan Gembul membuka pintu.

"Andrea nggak akan nurut gitu aja, Mbul. Gimana caranya biar dia nggak pergi?"

Gembul tersenyum simpul. "Buat dia merasa diinginkan dan dibutuhkan dulu. Lo suka dia, kan? Lo pasti tahu cara ngungkapinnya."

"Bukan cuma suka," sanggah Delvi. "Tapi cinta."

Walau rongga dadanya terasa seperti terhimpit, Gembul semakin melebarkan senyumnya. "Nah itu lo punya modal. Langkah selanjutnya, lo harus bisa cari celah."

Delvi mengangguk pelan.

"Gue percaya lo pasti berhasil, Del." Gembul membuka pintu, lalu menoleh Delvi untuk terakhir kali. "Gue titip Andrea."

Gembul menarik napas dalam-dalam sebelum berjalan. Pintu yang baru saja ia tutup, merupakan pengingat baginya untuk harus bisa benar-benar merelakan.

"Anjing," umpat Gembul lirih seraya terkekeh satir.

***

Sebuah sentuhan lembut di pipi Aira membuat lamunannya sirna begitu saja.

"Bosan, ya?" tanya Tombak.

BERTEDUHWhere stories live. Discover now