"OM MILAN!!!" Tanpa ragu dan canggung, Xabina berlari untuk memberikan pelukan pada sosok yang tiada lain merupakan adik kandung dari Nayya, bunda tersayangnya.

"Aduh, aduh, keponakan om yang paling gemes. Hari pertama kuliah, ya? kok masih disini? setahu om, mahasiswa baru kelasnya selalu pagi. Ini juga, kok ajak ayah? adek kan udah gede." Milan membalas pelukan Xabina tak kalah erat.

Jonathan menggeleng singkat seraya mengusap surai hitam Xabina. "Tuh, ditanya sama Om Milan. Kenapa adek masih disini? teman-teman yang lain pasti udah mulai belajar di kelas," ujarnya memprovokasi sang anak.

Xabina melepaskan pelukan dan mendongak lucu. "Adek telat, om. Ayah bawa mobilnya lelet seperti siput! terus ayah yang paksa-paksa adek untuk antar ke dalam. Padahal adek sudah jadi mahasiswa, harusnya sudah mandiri. Adek kan pria keren." Niat untuk melanjutkan drama 'Xabina si Anak Malang' itu nampaknya masih berlanjut dan belum kunjung usai. Pria manis itu tengah memutar balik fakta demi memperoleh pembelaan dari Milan dan terbebas dari ceramah pagi Jonathan atas kesalahannya hari ini.

Milan yang paham dengan maksud helaan nafas panjang Jonathan hanya mampu tertawa kecil dan turut serta dalam alur permainan sang keponakan. "Wah, itu namanya keterlaluan. Adek udah jadi pria keren begini, pasti adek juga udah berani nyari kelas sendiri, kan?" Melihat bagaimana ekspresi bingung dan resah dipamerkan oleh Xabina, Milan tahu bahwa pria manis itu termakan oleh pertanyaan jebakan yang ia berikan.

"Um.. Om Milan kan dosen disini. Jadi.. jadi kalau mengantar adek itu tidak apa-apa. Adek tetap jadi pria keren." Xabina berusaha mencari alasan agar dirinya bisa tetap mempertahankan gengsi.

Jonathan yang khawatir jika Xabina akan semakin telat pun segera menyerahkan ransel besar milik si pria manis. "Ya sudah, pria keren. Ini bawa ranselnya. Pulangnya langsung pulang sama supir, jangan main dulu soalnya adek harus siap-siap buat acara nanti malam." Mengalihkan pandangan ke arah Milan, Jonathan kembali tersenyum. "Abang nitip adek, Mil. Antar sampai kelas aja takutnya adek nyasar. Abang sekarang mau langsung pergi nyusulin kakak-mu ke butik sahabat kami," ujarnya kemudian.

Ransel yang disodorkan oleh Jonathan tak kunjung mendapat sambutan dari Xabina. Pria manis itu malah kembali fokus memakan berbagai jajanan dalam genggaman tangan hingga membulat kedua pipinya menyerupai tupai. Oh iya, dimohon untuk tidak heran atas nafsu makan Xabina yang terlampau baik. Okta dan Padma bahkan sempat curiga kalau sebenarnya ada kantung terselubung di dalam mulut sang adik bungsu sebagai tempat penimbunan makanan yang baru akan ia kunyah saat waktu sedang senggang.

 Okta dan Padma bahkan sempat curiga kalau sebenarnya ada kantung terselubung di dalam mulut sang adik bungsu sebagai tempat penimbunan makanan yang baru akan ia kunyah saat waktu sedang senggang

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Sini, bang, biar aku aja yang bawa. Bang Jo hati-hati di jalan, aku titip salam buat Kak Nayya." Milan yang tak ingin membuang banyak waktu pun segera meraih ransel Xabina ke dalam gendongan salah satu lengan saat lengan lainnya beralih merangkul bahu sempit si pria manis. Keduanya berjalan dengan santai menuju bangunan utama universitas setelah berpisah dengan Jonathan.

*****

"Nah, Fakultas Ekonomi Bisnis itu lorongnya yang ini. Jangan ketuker sama lorong yang sebelah kiri, dek. Nanti adek malah nyampe di Fakultas Hukum." Milan dengan sabar memberikan arahan dan pesan-pesan penunjuk arah agar sang keponakan dapat langsung menghafal semuanya.

XABINAWhere stories live. Discover now